Hanya tangis yang bisa Ara lakukan, sebelum ia jatuh tidak sadarkan diri setelah tak berdaya menyaksikan dengan kedua matanya, pria yang menarik ke dalam sebuah rumah dan mendorong tubuhnya keatas kasur. Telah merenggut kesuciannya yang selama ini Ara jaga.
Kesucian yang akan Ara peruntukkan untuk suaminya nanti, tapi sekarang sudah di renggut oleh pria yang terus menyebut nama Vio.Joan Will merasa puas dengan apa yang baru saja dilakukannya, untuk pertama kali selama bertahun-tahun menjalin kasih dengan Violet, perempuan yang baru beberapa hari memutus hubungan kasih.Akhirnya Joan bisa meniduri kekasihnya tersebut, dan dirinya yakin. Dengan hal tersebut, Violet yang sangat dicintainya sepenuh hati, pasti akan kembali lagi padanya untuk selamanya.Tanpa Joan sadari karena efek mabuk berat, bukanlah Violet yang ia tiduri, tapi seorang gadis yang memiliki nasib malang.Tautan kening menghiasi wajah Joan Will, ketika menatap Violet yang masih ia tindih.Beberapa kali ia menggelengkan kepalanya dan mengusap kedua bola matanya. Untuk memastikan apakah ia tidak salah lihat, jika gadis yang ada di bawahnya bukanlah Violet.Namun, karena Joan sudah sangat lelah setelah hasratnya tersalurkan, apa lagi ia masih dalam pengaruh minuman beralkhohol.Membuatnya yang masih polos tanpa sehelai benang pun yang menempel di tubuhnya. Dengan segera Joan menjatuhkan tubuhnya di samping gadis yang bernama Ara, bukan Violet seperti apa yang Joan pikir.***Seorang pria tua mendatangi rumah sang cucu, yang dikabarkan sedang frutasi karena ditinggal perempuan yang sangat dicintainya.Membuat pria tua tersebut, terpaksa turun dari mobil yang di kendarai supir pribadinya, tepat di depan pagar rumah sang cucu yang menjulang tinggi.Kemudian mendekati seseorang yang ingin masuk ke dalam sebuah mobil mewah berwarna hitam yang berada tepat tidak jauh dari pria tersebut."Zack, kenapa mobil Joan ada disini?" tanya kakek Janned pada pria tampan yang berprofesi sebagai tangan kanan sang cucu dalam mengurus perusahaan.Pria yang baru saja di panggil Zack, mengurungkan niatnya masuk ke dalam mobil, yang sejak kedatangannya sudah terparkir di depan gerbang. Kemudian menoleh pada kakek Janned."Aku kurang tahu, Tuan.""Apa semalam kamu tidak bersama dengan Joan?""Tidak, Tuan. Semalam aku pulang karena orang tuaku sedang berkunjung,"Kakek Janned hanya menganggukkan kepalanya. "Bagaimana dengan Joan?""Sepertinya begitu frutasi Tuan.""Dasar! Pria macam apa dia!" gerutu kakek Janned, dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam halaman rumah yang cukup besar dan juga mewah.Seperti biasa, ketika kakek Janned berkunjung ke rumah sang cucu, dengan segera ia memanggil kepala pelayan di rumah tersebut. "Miu." panggil kakek Janned.Dan tak berselang lama, wanita paruh baya bergegas mendekati kakek Janned yang sudah duduk di sofa yang ada di ruang tamu."Selamat pagi Tuan." sapa wanita paruh baya yang bernama bibi Miu. Seorang kepala pelayan yang sudah lebih dari tiga puluh tahun bekerja di rumah tersebut."Dimana Joan?""Sepertinya Tuan Joan, belum bangun, Tuan.""Apa semalam dia pulang larut?"Bibi Miu tidak menjawab pertanyaan dari kakek Janned, dirinya bingung mau menjawab apa, karena semalam dirinya ketiduran setelah Joan pergi, dan tidak tahu majikannya itu pulang jam berapa."Kenapa diam?""Maaf Tuan, aku kurang tahu. Tuan Joan pulang jam berapa, karena aku ketiduran."Kakek Joan tidak ingin mengatakan apa pun lagi, yang ada ia beranjak dari duduknya ingin melihat seberapa menyedihkannya cucunya itu yang baru mengalami patah hati.Bibi Miu berjalan di belakang kakek Janned, mengikuti majikannya tersebut menuju kamar sang cucu.Namun, ketika sudah membuka pintu kamar Joan, kakek Janned tidak mendapati sang cucu berada di dalam."Miu, dimana Joan?" tanya kakek Janned pada kepala pelayan.Belum juga menjawab pertanyaan kakek Janned, tiba-tiba Zack berlari mendekatinya."Zack ada apa? Kenapa lari-lari, hah?""Tuan, Tuan Joan berada di kamar tamu dan dia bersama dengan seorang gadis."Kakek Janned memicingkan matanya menatap pada Zack. "Maksud kamu, Violet?""Bukan Tuan.""Terus?""Gadis lain, dan gadis tersebut sedang menangis."Kakek Janned segera melangkahkan kakinya menuruni anak tangga, untuk segera menuju kamar tamu yang baru saja Zack Maksud.Ara yang baru saja membuka kedua bola matanya beberapa saat lalu, hanya bisa menangis meratapi nasibnya yang begitu malang.Kabur dari rumah untuk menghindari pernikahan dengan pria tua, dan juga menghindar dari ayah tirinya.Sekarang ia harus menerima nasib yang begitu mengenaskan.Ara yang baru saja beranjak dari tidurnya, dan menutupi tubuhnya yang polos dengan selimut. Menoleh ke samping, dimana pria yang sudah merenggut kesuciannya dengan paksa, masih tertidur lelap.Ingin rasanya Ara membunuh pria tersebut, setelah mengingat kejadian semalam. Namun, apalah daya tubuhnya benar-benar sangat lemas, untuk bergerak pun ia harus bersusah payah.Tatapan Ara kini tertuju pada pintu kamar dimana dirinya berada yang baru saja dibuka dari luar, dan muncullah pria tua, wanita paruh baya dan juga pria lainnya yang terlihat masih muda."Tolong aku." kata Ara pelan, di sela-sela isak tangisnya.Tatapan kakek Janned tertuju pada gadis yang sedang menangis, dengan rambut yang berantakan.Hatinya terenyuh melihat gadis tersebut, apalagi mendengar suaranya.Sekarang kakek Janned mengalihkan tatapannya pada sang cucu, yang sedang tertidur tengkurap tanpa mengenakan sehelai benangpun.Dan Kakek Janned pun paham, apa yang sudah terjadi dengan sang cucu dan juga gadis yang masih terus menangis.Membuatnya segera mendekati sang cucu, lalu menarik satu kaki Joan. "Bangun!" seru Kakek Janned.Namun, Joan tidak sama sekali berkutik. Kakek Janned yang tidak pernah mengajarkan kejelekan pada sang cucu.Menyuruh Zack untuk menarik tubuh Joan hingga jatuh dari atas tempat tidur.Hal tersebut membuat Joan segera membuka kedua bola matanya, dengan tatapan langsung tertuju pada kakek Janned."Kakek! Jangan menerobos masuk. Disini ada Vio!" seru Joan dan memejamkan matanya kembali.Kakek Janned menatap pada gadis yang sedang bibi Miu dekati. Lalu menatap kembali pada Joan. "Dimana ada Vio?""Di kasur Kek, semalam aku dan dia—"Belum juga meneruskan ucapannya, sudah terlebih dahulu kakek Janned menampar pipi sang cucu."Kek!" seru Joan kesal. "Zack, apa apaan hah?!" tanya Joan pada orang kepercayaannya tersebut, yang memaksanya untuk beranjak dari tempatnya."Dimana Vio hah?!" tanya Kakek Janned dengan amarah."Apa dia sudah pergi?" tanya Jaon, lalu menautkan keningnya melihat seorang gadis yang tidak di kenalnya berada di atas kasur. "Siapa dia Kek?" tanyanya tanpa bersalah.Tatapan tajam kakek Janned tunjukkan pada Joan. "Harusnya kakek yang bertanya siapa dia hah?!""Tuan, dia pingsan." ujar Bibi Miu memotong perkataan kakek dan sang cucu, mendapati Ara pingsan kembali.Untuk kedua kalinya kakek Janned menampar pipi Joan sang cucu, setelah bibi Miu membawa seorang gadis yang berada di atas kasur yang sama dengan Joan. Dimana gadis itu yang tak lain dan tak bukan adalah Ara, pingsan. Dan dengan segera kakek Janned menyuruh Zack memanggil dokter keluarganya untuk memeriksa gadis tersebut.Setelah mendapat tamparan keras dari sang kakek, membuat Joan yang sekarang sudah mengenakan celana boxer, mengingat apa yang terjadi semalam.Dan dirinya sangat yakin, melakukan hubungan badan dengan Violet kekasihnya, tepatnya sih, mantan kekasihnya."Sejak kapan kakek mengajari kamu berbuat seperti binatang hah?!" kakek Janned benar-benar emosi mendapati sang cucu berada di dalam kamar dengan seorang gadis tanpa menggunakan pakaian."Kek, aku melakukan dengan Vio. Hal yang wajar melakukan tersebut dengan seorang kekasih."Kakek Janned benar-benar tidak bisa menerima apa yang sang cucu katakan, karena baginya hubungan intim hanya di lakukan oleh pasangan yang sudah
Karena tidak mendapat jawaban dari pertanyaannya, membuat Ara terus menatap pada foto dirinya dan sang ayah, yang diambil beberapa tahun silam. Sebelum sang ibu membawanya pergi menjauh dari sang ayah, tanpa alasan apa pun.Dan dari saat itu Ara kehilangan sosok seorang ayah yang sangat dicintainya, apa lagi saat itu sang ayah‐lah yang selalu berada di sampingnya dua puluh empat jam, karena sang ibu sibuk bekerja.Bulir air mata jatuh membasahi kedua pipi Ara, air mata kerinduan untuk sang ayah yang sangat disayanginya.Melihat Ara menangis, kakek Janned yang sudah duduk dipinggiran tempat tidur, mengulurkan tangannya, lalu menghampus air mata yang membasahi kedua pipi Ara.Membuat Ara segera menoleh pada kakek Janned, lalu menjauhkan tangannya."Dimana ayah?" tanyanya."Aku akan membawa kamu menemui ayahmu," kata kakek Janned, yang harus menunjukkan dimana orang yang sangat berjasa dalam hidupnya, kini berada."Aku mau menemui ayah sekarang juga," Ara coba untuk turun dari tempat ti
Bibi Miu selalu berada di samping Ara, menemani gadis tersebut yang merasa bingung. Bagaimana Ara tidak bingung, baru kali ini ia di perlakuan seperti seorang putri dalam Kerajaan dongeng yang sering ia baca. Membuatnya tidak bisa berkata apa-apa lagi, selain menatap orang-orang berpakaian pelayanan yang didominasi warna putih, keluar masuk ke dalam kamar dimana dirinya. Membawakannya, bukan hanya keperluan sekunder, tapi juga kebutuhan primer yang sering Ara lihat di drama televisi. Dari pakaian, tas, sepatu dan aksesori lainnya yang sama sekali tidak pernah Ara miliki, jangankan memilikinya melihatnya secara langsung pun, Ara belum pernah. Tapi sekarang Ara bisa melihat langsung kebutuhan primer yang begitu banyak di kamar dimana ia berada, yang baru di susun rapi oleh beberapa pelayan. "Nona Ara, ini semua milikmu," kata bibi Miu. Tentu saja Ara yang masih duduk diatas tempat tidur setelah menyelesaikan sarapan, itu pun di layani oleh bibi Miu yang menyuapinya meskipun Ara
Bibi Miu menghampiri kakek Janned di dalam kamar yang selalu ia tempati jika berada di rumah sang cucu, karena memang, kakek Janned sebenarnya tinggal di rumah lainnya.Kakek Janned menoleh pada papa bibi Miu. "Bagaimana Mi, apa Ara sudah lebih tenang?" tanya kakek Janned, pasalnya setelah pulang dari pemakaman beberapa saat lalu, Ara masih bersedih."Syukurlah, gadis itu sudah lebih tenang Tuan."Kakek Janned yang sedang duduk diatas sofa di ruangan tersebut, sekarang beranjak dari duduknya."Dia tidak mengatakan apa pun padamu?""Ara hanya mengatakan ingin pulang, Tuan."Kakek Janned tidak mengatakan apa pun untuk menimpali ucapan bibi miu."Persiapkan acara pernikahan Ara dan Joan!" perintah kakek Janned."Baik Tuan."Kakek Janned masuk ke dalam kamar dimana Ara berada, ingin mengatakan tentang pernikahan.Karena memang kakek Janned belum memberi tahu tentang hal tersebut.Ara yang sedang duduk diatas kasur dengan punggungnya ia sandarkan di sandaran tempat tidur, menoleh pada kake
Ara yang masih setengah sadar, dan nyawanya belum terkumpul karena baru saja terjaga dari tidur nyenyaknya.Hanya menatap pada Joan yang baru saja menariknya hingga turun dari atas tempat tidur, kemudian mendudukkan bokongnya di pinggiran tempat tidur tersebut."Keluar!" perintah Joan dengan kencang, membuat nyawa Ara akhirnya terkumpul sempurna.Kemudian Joan menarik kedua tangan Ara agar beranjak dari duduknya, lalu mendorong tubuhnya dengan kencang.Untung saja tidak membuat Ara jatuh, dan membuatnya hanya menatap pada pria yang sudah resmi menjadi suami."Apa lihat-lihat, hah?! Pergi dari kamarku sekarang juga, dan jangan sampai kamu masuk ke dalam kamarku ini, paham!"Ara yang malas menanggapi sang suami, memilih segera pergi dari dalam kamar tersebut.Namun, baru saja membuka pintu. Joan menghentikan langkahnya."Jangan bilang aku mengusirmu dari kamar ini. Awas saja kalau kamu sampai mengadu pada kakek, aku akan membuat perhitungan denganmu paham!" ancam Joan, yang tidak ingin
Ara yang ketiduran di tempat tidur Joan, setelah suaminya itu meninggalkannya. Segera membuka kedua bola matanya ketika mendengar suara pintu di buka dengan kencang.Dan segera turun dari tempat tidur, ketika melihat Joan masuk ke dalam kamar tersebut.Tautan kening menghiasi wajah Ara, ketika melihat sang suami masuk dengan tubuh di papah oleh Zack."Aku cari obat dulu," kata Zack setelah mendudukkan bokong Joan di pinggiran tempat tidur.Ketika atasan dan juga sahabatnya terluka di salah satu kakinya, setelah tadi melarikan diri dari kejaran musuh Joan.Ara hanya diam mematung melihat Zack yang keluar dari dalam kamar dengan terburu-buru, kemudian menatap pada Joan yang sedang menahan sakit, disalah satu kakinya."Jangan hanya berdiri disitu bodoh! Cepat ambilkan aku minum!" perintah Joan yang sangat haus setelah tadi melarikan diri dari kejaran musuhnya.Bergegas Ara mengambil segelas air putih yang berada diatas meja nakas, lalu mendekati Joan. "Silakan,"Joan mengambil gelas ters
Hati Ara langsung luluh mendengar permintaan dari kakek Janned.Membuatnya mengurungkan niat untuk meninggalkan pria kejam yang sudah berstatus sebagai suaminya itu."Aku akan tetap tinggal disini dan menjadi istri untuk selamanya bagi cucu kakek itu." kata Ara."Terima kasih Ra, kakek berharap kamu bisa mengubah keras kepala Joan." tentu saja kakek Janned berharap suatu saat Ara bisa mengubah cucunya itu menjadi pria yang tidak keras kepala lagi.Meskipun Joan bukankah cucu kandungnya, tapi kakek Janned sudah menganggapnya sebagai cucunya sendiri, yang akan menjadi pewaris kekayaannya.Mengingat lagi, kakek Janned tidak memiliki keturunan lagi setelah anak dan juga menantunya yang Joan pikir adalah orang tuanya, telah meninggal dunia karena kecelakaan.Ara menganggukkan kepalanya untuk menimpali ucapan kakek Janned.Dimana pria paruh baya tersebut kini beranjak dari duduknya. "Ra, panggil Joan. Ajak dia sarapan, kakek tunggu kalian berdua di meja makan.""Baik Kek,"Setelah kakek Jan
Bibi Miu segera membawa Ara ke rumah sakit, setelah Joan memanggilnya. Ketika mendapati sang istri tiba-tiba pingsan setelah ia dorong dan mengeluh sakit di bagian perutnya.Tanpa merasa bersalah setelah apa yang terjadi pada Ara, Joan kembali menghisap puntung rokok yang menyala, berharap frustasi yang sedang ia rasakan segera menyingkir.Karena sampai detik ini Joan belum juga menemukan keberadaan Vio, yang seolah hilang di telan bumi. Padahal Joan sudah pergi kesana kemari mencari wanita yang sangat dicintainya."Arrggggg!" Joan memukul meja kaca dihadapannya sampai hancur, dan membuat telapak tangannya terluka. "Vio, kembalilah padaku. Aku tidak bisa hidup tanpamu,"Sementara itu di rumah sakit. Bibi Miu merasa lega setelah Ara ditangani oleh dokter, kini kondisinya baik-baik saja dan sudah sadarkan diri.Ruang perawatan VIP menjadi tempat Ara beristirahat setelah dokter menyuruhnya untuk menjalani rawat inap."Non, apa yang terjadi sebenarnya?" tanya bibi Miu, yang belum mengetah