Home / Rumah Tangga / Istri Dadakan Paman Mantan / Alasannya Menikahi Wanita Asing

Share

Alasannya Menikahi Wanita Asing

Author: Kaiwen77
last update Last Updated: 2024-02-20 18:26:30

Sorot mata Aruna mendelik dengan ekspresi kaget. Jangankan dihamili, pernah bertemu saja tidak. Lantas, kenapa pria asing ini mengakui anak yang bukan milik dia?

"Kau bilang apa? Kau menghamili Aruna?" suara ibunya masih bisa pelan, meski diliputi amarah.

Kepala Yuksel terangkat dan mata menatap ke arahnya. "Kami saling mencintai."

Aruna tertegun saat pria ini dengan berani meraih tangannya. Begitu Aruna hendak menarik diri, justru genggaman semakin erat. Lantas Yuksel menatap pada ibunya.

"Bu Diana tidak akan membiarkan cucu Anda lahir tanpa ayah kan? Membuat Aruna menjadi bahan perbincangan."

Ibunya memejamkan mata, Aruna tahu jelas ada kekecewaan serta amarah yang bercampur padu. Namun, entah mengapa? Ibunya tak berani main tangan pada pria ini.

"Kenapa kau mengincar anakku? Uang 500 juta itu, aku sama sekali tidak menginginkannya. Kenapa kau begitu kekeh?" Mata ibu Aruna terbuka dan langsung menyorot tajam.

Yuksel perlahan bangkit hanya untuk membantunya berdiri. Bahkan dengan telaten, menuntun Aruna duduk di salah satu sofa.

"Aku tertarik pada Aruna bukan karena masalah ini. Lagi pula, warisan itu sudah seharusnya dibagikan," ujar Yuksel terdengar serius.

Diana mendengkus. "Aruna, apa kau sungguh mencintainya? Dia adalah cucu dari kelompok pembunuh!"

Aruna segera menatap pada Yuksel. Sosok pria yang terlihat angkuh hanya dengan melihat wajah. Menyandang gelar cucu kelompok pembunuh, sepertinya sangat pantas.

"Biarkan kami menikah, hanya dengan begini nama baik Aruna akan terselamatkan."

Mata Diana melirik sangat tajam ke arahnya. "Pergi dari rumah ini."

Aruna terkejut setengah mati. "Bu!"

"Cukup ayahmu saja yang terlibat hal kotor, kenapa kau justru mengandung anak dari keluarga yang mencuci otak ayahmu!"

Keputusan Diana sudah final. Wanita setengah baya ini berjalan cepat ke arah kamar dan segera mengunci pintu. Membuat Aruna yang terlambat mendekat pun, hanya bisa mengetuk pintu dengan banyak memohon.

Tapi, pada akhirnya ....

"Aku tidak akan pergi dengan orang yang tak kukenal," ujar Aruna dengan tangan membawa tas kecil dan berjalan keluar pekarangan rumah.

"Lantas kau mau ke mana? Malam begini, menginap di rumah kekasih yang bahkan tidak menginginkamu ini?"

Ucapan itu memang menohok, tapi begitulah kenyataannya. Aruna terdiam dengan sibuk pada pikirannya sendiri. Adrian yang baru disinggung masalah hamil saja sudah menyuruh digugurkan, apalagi nanti. Jika Aruna membuka mulut, mungkin nyawa Aruna juga akan dihilangkan demi karir yang sedang cemerlang itu.

Aruna kaget saat Yuksel merampas tas di tangannya, secara paksa memasukkan tas itu ke dalam mobil. Lantas membuka pintu untuknya.

"Masuk, udara malam cukup dingin."

"Hanya tas berisi pakaian, kau bisa memilikinya," sahut Aruna dan bersiap untuk pergi.

Namun, sekali lagi. Yuksel memaksa Aruna untuk masuk ke dalam mobil. Bahkan terdengar suara pintu yang dikunci, membuat Aruna membulatkan matanya.

"Apa kau berniat menculikku?"

Yuksel menyeringai. Pria itu menyenderkan tubuh pada bodi mobil, mengambil sebatang rokok dari saku dan mulai membakarnya. Menyesap sebentar, hingga kepulan asap mulai berkeliaran bebas.

"Ibumu tahu siapa aku, menculikmu? Itu bukan hal yang menguntungkan."

Aruna menatap lekat pria yang menunjukkan punggung ini. Pria yang nampak ramah ketika bicara pada ibunya, tapi terlihat dingin dan kasar di hadapannya.

"Siapa namamu?" tanya Aruna mulai sedikit tenang dan duduk dengan benar.

Yuksel kembali menyeringai. "Benar, setidaknya kau harus tahu nama calon suamimu. Yuksel Pradipta, namaku."

Itu bukan marga kan? Aruna melirik dengan sedikit berkaca-kaca. Pasti Pradipta banyak digunakan sebagai nama tambahan. Tidak mungkin Adrian dan pria ini berasal dari keluarga yang sama.

"Kenapa kau mau menikahiku? Padahal ini bukan anakmu, bahkan kita tidak saling mengenal." Aruna tentunya penasaran akan hal ini.

Yuksel kembali menyesap puntung rokok. "Menurutmu?"

Cinta? Itu sangat tidak masuk akal.

"Apa karena warisan ayahku? Kau menginginkannya?"

Mendengar pertanyaannya, Yuksel tertawa mengejek. "Warisan? 500 juta itu maksudmu? Lucu sekali. Dalam hitungan menit aku bisa mendapatkannya, untuk apa repot-repot menikahi anak orang demi secuil uang itu."

"Lantas kenapa?"

Kali ini, Yuksel tak menyahut. Justru membuat Aruna menjadi semakin penasaran. Apalagi Yuksel tidak menunjukkan wajah padanya, jadi Aruna tidak bisa membaca ekspresi pria ini.

"Kematian ayahmu lima tahun lalu," singgung Yuksel, "ayahku ikut terlibat dalam kejadian itu."

Aruna tertegun dan menatap. Mobil yang dikemudikan ayahnya bersama beberapa penumpang lainnya, terjatuh ke dalam jurang setelah dihantam truk dan berguling melewati pembatas jalan. Jurang itu terhubung dengan sungai besar.

"Apa ayahmu ... orang yang hilang itu?" tanya Aruna menebak.

"Benar."

"Lalu apa hubungannya dengan pernikahan ini?" Inilah pertanyaan yang paling penting.

Yuksel mulai berbalik dan menatap matanya serius. "Sebagai anaknya, apa kau tidak pernah mendapat kabar apa pun dari ayahmu? Selama lima tahun ini?"

Tangan Aruna langsung mengepal. Matanya sedikit tak fokus. Membuat Yuksel tersenyum sinis.

"Begitu ya, ternyata ayahmu yang selamat itu sesekali menghubungimu."

Yuksel menjatuhkan puntung rokok ke tanah. Cukup kasar menginjak dengan sepatu sampai hancur. Tangan pria ini menarik pintu setelah membuka kuncinya, duduk tepat di sebelahnya dengan wajah serius.

"Aku menyelamatkan nama baikmu, sebagai gantinya ...," jeda Yuksel mulai meliriknya, "galih informasi dari ayahmu mengenai kecelakaan hari itu."

Nama baik itu ... apakah sebanding dengan mengungkap kematian palsu ayahnya? Membuat keluarga terdekatnya hancur, hanya demi nama baik.

"Ayahku sudah lama meninggal. Anda bisa melihat pemakamannya."

"Pemakaman kosong kau jadikan bukti kematian ayahmu? Lucu sekali."

Aruna menghela napas. "Kalau begitu, silakan gali makam ayahku. Di sana--"

"Bisa saja itu jasad orang lain. Mengingat ada beberapa orang di dalam mobil itu," potong Yuksel dengan nada santai.

Sementara Aruna mengepalkan tangannya. Kuburan yang bertahun-tahun didoakan oleh keluarga, memang bukan jasad ayahnya. Tapi, Aruna tak mungkin mengungkapnya semudah itu.

"Silakan lakukan tes DNA, selagi anaknya di sini masih hidup," tantangnya.

Yuksel sempat terdiam sejenak, melihat keseriusan di wajahnya. Lantas tersenyum sinis, seolah telah menduga kepuraan darinya ini. Namun, mulut tak ingin mendebat lebih lanjut.

"Kita mau ke mana?" tanya Aruna begitu Yuksel mulai menghidupkan mobil.

"Ke rumahku."

Aruna membulatkan matanya dan segera meraih pintu, selagi mobil masih berusaha parkir. Yuksel yang kaget langsung meraih tangan Aruna, namun pria itu telah lepas kendali. Bagian belakang menabrak pagar tetangga.

Yuksel mendengkus. "Sial. Kenapa kau tidak bisa diam sama sekali?"

"Kita hanya tahu nama masing-masing saja! Sudah mau dibawa ke rumah? Itu mustahil!" sewotnya.

Namun, pintu rumah tetangga yang terbuka membuat atensi Aruna dan Yuksel tersita. Menatap tetangganya yang memakai sarung dan kaos polos, sedang mendekat dengan raut bingung.

"Pagar sialan ini, kenapa diletakkan di sini," omel Yuksel sembari membuka pintu mobil dan mulai keluar dengan raut garang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Dadakan Paman Mantan   Kamu Lebih Hangat, Aruna

    Beberapa minggu telah berlalu. Terlihat Yuksel di ruang kerja sibuk mendengarkan percakapan yang direkam secara diam-diam. Yuksel berusaha mengenali suara-suara yang bicara. Mereka membicarakan masalah penjualan organ dan penculikan. Namun, Yuksel tidak berhasil mengenali suara mereka. Yuksel menarik napas. "Kenapa tidak ada bukti rekaman video?" Tangan Yuksel melepaskan earphone dan berhenti mendengarkan rekaman suara. Pintu ruang kerja diketuk sebentar dan terlihat Aruna memasuki ruangan dengan secangkir teh di tangan. Bibir Yuksel langsung mengulas senyum dan menutup laptop. "Kemarilah, Aruna!" pinta Yuksel dengan tangan menepuk pangkuan sendiri. "Aku datang hanya untuk memberikan teh saja, Mas." Mata Yuksel menatap lekat secangkir teh yang sudah diletakkan oleh Aruna. Namun, melihat istri yang berdiam diri di depan meja kerja membuat Yuksel tersenyum. Lantas, dia berdiri dari duduk dan menghampiri Aruna yang menyerahkan permen jahe. "Makanlah ini Mas, supaya t

  • Istri Dadakan Paman Mantan   Mengulik Kebenaran

    Yuksel tatap mata Aruna dengan serius. Kuliah sang istri tetap saja tidak bisa dilanjutkan, sekali pun jabatan dia tinggi dan namanya mempengaruhi keseimbangan ekonomi di kota ini. Jika Yuksel biarkan Aruna tetap kuliah. Bukan hanya cemoohan orang yang akan istri dengarkan, tapi protes serta demo kemungkinan akan dilakukan. Demi mengeluarkan Aruna dari kampus."Jadi, aku tidak bisa kembali kuliah, ya?" Aruna langsung berkesimpulan, karena melihat suami yang hanya diam saja.Tiba-tiba saja Yuksel mendekat dan menaiki brankar ranjang. Bahkan sudah merebahkan diri di sisinya. Aruna masih menunjukkan ekspresi kaget."Mas, apa yang sedang kamu lakukan?"Yuksel bahkan menarik Aruna dengan pelan untuk berada di dekapan suami. Yuksel langsung memejamkan mata, tentunya Aruna bisa melihatnya."Dari pada memikirkan hal yang memusingkan. Lebih baik kita tidur.""Tapi ini masih siang," ocehnya."Biarkan aku tidur, aku sudah terjaga lama selama menjagamu."Aruna masih melirik suaminya. "Jadi, apa

  • Istri Dadakan Paman Mantan   Merasa Berhutang Budi

    Aruna langsung menatap suaminya kaget. "Kenapa aku harus menyukai kamu, Mas?""Ya, karena aku suka sama kamu.""Itu sangat tidak masuk akal!" serunya.Yuksel menyilangkan tangan di dada. Dia tatap istri yang nampak tidak senang. Padahal cinta dari dia sangatlah berharga. "Masuk akal, karena aku suami kamu. Memangnya ada yang kamu sukai selain suami?"Aruna menatap suaminya dengan tidak percaya. Sebenarnya dari mana sifat kepedean dari suaminya ini.Pandangan Yuksel melirik pada bibirnya. "Aku ingin cium kamu."Begitu mendengar ucapan dari Yuksel. Aruna langsung berbalik dan memunggungi suami. Yuksel sampai menyeringai karena diabaikan oleh istri.Yuksel ingin kembali menggoda istri, dia bangun dari duduk dan ingin mendekati ranjang. "Mba Tuti bagaimana keadaannya?"Namun, begitu mendengar pertanyaan dari Aruna. Niat Yuksel untuk menggoda pun langsung terhenti. Bahkan, dia memutuskan untuk kembali menghuni kursi dan duduk di sana."Tuti? Dia baik."Aruna menatap jendela dengan sediki

  • Istri Dadakan Paman Mantan   Pengakuan Cinta

    Mendengar ucapan dari Yuksel. Pandangan Aruna pun mulai terangkat. Benar, kenapa tidak terbesit secuil pun dalam pikirannya mengenai itu."Kamu selalu cemas ayahmu aku sakiti. Sekarang aku tahu siapa dan keberadaannya. Nampaknya kamu tidak cemas sama sekali," sindir Yuksel.Aruna tersenyum sinis. Matanya memandang langit-langit kamar. Perutnya saat ini semakin rata saja, karena telah kehilangan isinya."Aku tidak ingin memikirkan apa pun hari ini," ujarnya dengan mata mulai terpejam.Yuksel diam cukup lama. Memandang ke arah jendela yang sedang memunculkan adegan hujan. Kilatan petir samar terdengar, namun cahayanya membelah langit."Adrian sudah tahu."Mata Aruna kembali terbuka saat mendengar ucapan dari Yuksel. Bahkan kepalanya menoleh dengan cepat."Mas bercanda, kan?"Yuksel menatapnya lama. "Menurutmu, aku sedang bercanda begitu?"Mata saling bertatapan dengan suami. Tidak ada kebohongan sama sekali di pandangan suaminya. Aruna tak sanggup lagi menatap, ia turunkan pandangan.Ar

  • Istri Dadakan Paman Mantan   Adrian Tahu Semuanya

    Ayah Aruna nampak mengemudi dengan ugal-ugalan. Tidak peduli diklakson banyak pengendara. Ayah Aruna memaksakan diri mendatangi rumah sakit tempat Aruna dirawat.Pria tersebut, tidak peduli jika bertemu Yuksel dengan identitas yang telah terbongkar. Fokus pria tersebut hanyalah pada Aruna. "Yuksel!"Yuksel yang semula menundukkan wajah dengan posisi duduk pada kursi tunggu. Perlahan, Yuksel mengangkat kepala. Mata menatap sosok ayah tiri Adrian yang nampak kehabisan napas."Bagaimana keadaan Aruna?"Bibir Yuksel menyeringai. Mangsa justru masuk ke kandang predator dengan kaki sendiri."Jangan diam saja! Bagaimana keadaan Aruna?"Pria ini nampak tidak sabar sama sekali. Yuksel melirik ke arah pintu kamar rawat Aruna yang ditutup rapat. "Kita bicara di tempat lain."Yuksel sudah berdiri dari duduk. Dia tidak ingin mengganggu Aruna yang tidur terbangun, kemudian dalam kondisi yang lemah malah memilih mengejar sang ayah.Mata Yuksel melirik ayah Aruna yang menurut mengikuti. Tanpa peras

  • Istri Dadakan Paman Mantan   Istri Anda Keguguran

    Daris mengerjapkan mata. "Tunggu sebentar."Mata Daris menatap Yuksel serius. "Jadi, kalian berdua melakukannya karena ingin dan tidak terpaksa."Kepala Yuksel mengangguk. Daris mulai bertepuk tangan. "Wah! Sepertinya kalian berdua sudah di tahap saling nyaman, kemudian akan--"Yuksel melempar berkas acak ke arah Daris. "Bereskan berkasnya!""Loh, bukannya Tuan yang mengacaknya sendiri?"Mata Yuksel menatap tajam, membuat Daris menarik napas. Bukan Yuksel namanya jika tidak menyiksa orang.Daris membereskan tumpukan berkas yang jadi berserakan. Tatapan Yuksel tertuju pada sekretaris cukup serius."Aku tidak menaruh rasa pada Aruna. Aku hanya merasa kasihan saja padanya," ujar Yuksel memberi tahu.Namun, Daris diam-diam melirik. Padahal pria tersebut tidak menyinggung perihal perasaan Yuksel sama sekali. Hanya soal mereka yang mulai nyaman.Ekspresi Yuksel mulai terlihat serius kembali. Dia telah mengetahui keberadaan ayah Aruna. Hanya perlu memikirkan cara yang sempurna untuk menangk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status