Share

Menikmati Malam Pertama

Hari pernikahan telah tiba. Aruna berada di sebuah ruangan khusus setelah dirias. Aruna menarik napas dengan gugup, sembari menatap wajahnya yang kini telah dipoles dengan indah. Padahal, ia tahu jika pernikahan ini bukanlah pernikahan yang didasari cinta. Tapi, mengapa dia segugup ini?

"Sudah saatnya untuk pengantin wanita keluar."

Sebuah suara mengejutkan lamunannya, seseorang menghampiri Aruna, bahkan membantunya berdiri dengan gaun pernikahan yang sangat lebar dan berat ini. Aruna berjalan memasuki altar pernikahan, telah duduk Yuksel di kursi bersama penghulu.

Mata Aruna mencari seseorang di antara keramaian. Ia ingin menikah dengan ayahnya sebagai wali, namun menghadiri pernikahannya saja dirasa mustahil. Namun, bibir Aruna mengulas senyum saat menemukan ibunya duduk di sekitar altar. Meski sempat melengos dengan raut kesal saat mata berpandangan.

"Baiklah, kita mulai ijab kabulnya."

Pandangan Yuksel yang semula tertuju pada Aruna, mulai melirik penghulu yang mengulurkan tangan, Yuksel pun sadar apa yang harus dilakukan.

Aruna memejamkan mata, bukan karena menghayati proses pernikahan atau pun 329 juta, 100 gram logam mulia dan satu set perhiasan berlian sebagai mahar. Melainkan, bayangan pernikahan dengan Yuksel ibarat mencabuti umur Aruna dari tahun ke tahun.

"Bagaimana saksi, sah?" tanya penghulu kepada tamu yang hadir.

"Sah."

Yuksel menoleh dan meraih wajah Aruna, kemudian mendaratkan kecupan di dahinya. Mata saling pandang satu sama lain, namun tidak ada percikan cinta sama sekali di antara mereka.

Pernikahan yang dinilai sangat mewah itu, ditulis dalam artikel dan disiarkan secara langsung oleh beberapa chanel televisi. Bahkan salah satu kantor berita menayangkan pada panel besar milik mereka, untuk disaksikan oleh khalayak umum.

Pernikahan megah itu, ditatap oleh Adrian yang sedang mengemudikan mobil. Mata sampai terbelalak saat melihat kedua mempelai di panel itu.

"Aruna."

Tanpa memperhatikan jalanan. Adrian langsung menepikan mobil dan mendapat klakson dari beberapa pengendara. Adrian terburu keluar dari mobil hanya untuk memastikan penglihatan salah.

Adrian terpaku, begitu mendapati sang paman yang bersanding di sisi Aruna sebagai mempelai. Adrian teringat dengan ucapan manajer yang memberi tahu mempelai wanita sang paman bernama Aruna.

"Mustahil, ini tidak mungkin." Adrian memungkiri apa yang dilihat.

"Bukankah itu Adrian?"

Adrian sama sekali tidak peduli dengan beberapa masyarakat yang berkumpul setelah menyadari bertemu artis. Mereka mengabadikan momen saat Adrian menatap tercengang ke arah acara pernikahan itu.

***

Yuksel menggoyangkan wine di dalam gelas. Matanya menatap langit-langit balkon cukup lama, kemudian menatap seseorang dengan serius. Tatapannya sangat dingin, seolah siap memangsa siapapun yang mengganggunya. 

"Sudah kamu lakukan sesuai rencana?"

Seorang pria berjalan mendekat dan berhenti tepat di depan Yuksel.

"Sudah, Tuan."

Yuksel tersenyum senang. "Rilis beritanya saat aku suruh."

"Baik."

Ketika pintu kamar terbuka. Sekretaris Yuksel pun mulai undur diri, meski sempat tersenyum ke arah Aruna yang berjalan dengan gugup.

Aruna menatap pada Yuksel yang meneguk habis wine di gelas. Meskipun pria yang kini telah menjadi suami sahnya itu terduduk menggunakan bathrobe, otot-otot kekarnya seolah menolak untuk tak tampil. Ditambah lagi dengan cahaya bulan dari jendela, seolah membuat ketampanannya semakin terlihat.

"Saya disuruh ke sini oleh pegawai hotel."

Ya, karena malam ini mereka berada di hotel untuk merayakan malam pertama. Namun, itu sangat mustahil terjadi di antara mereka.

"Tentu saja, tidak lucu jika suami atau istri saling meninggalkan satu sama lain." ucap Yuksel, maniknya menatap istri lugunya itu dengan dalam.

Pandangan Aruna terangkat saat Yuksel bangun dari duduk. Menutup pintu balkon dan berjalan mendekatinya. Kini, sorot mata Aruna menjadi tajam.

Keberaniannya harus dikumpulkan jika sampai Yuksel main-main padanya.

Melihat Aruna yang memandang sengit, membuat dia kembali menyeringai. Menjatuhkan pantat di atas ranjang, kemudian Yuksel menepuk ranjang.

"Duduklah dan bicara denganku."

"Saya di sini saja, saya tidak tuli dan masih bisa menyahut." jawabnya. Wanita itu tak ingin rasa takutnya tertangkap basah oleh Yuksel. 

Yuksel menatap tertarik pada Aruna yang sudah hamil, tapi terlihat takut didekati apalagi disentuh seorang pria.

Yuksel memutuskan untuk bangkit dari duduk dan langsung berjalan mendekati Aruna terburu. 

Tak pernah Aruna sangka, pria itu kini hanya berjarak beberapa senti dari tubuhnya, dan pria itu juga memeluk pinggangnya!

"Apa yang Anda--"

Mata Aruna terbelalak ketika tubuhnya diputar dengan begitu mudah oleh sang suami. Tak hanya itu, tak sempat Aruna melanjutkan perkataannya, bibirnya sudah langsung dibungkam oleh Yuksel. Bahkan pria ini melumat dan melepaskan lidah ke dalam untuk menjelajahi mulutnya.

"Lepas--"

Aruna memukul dengan sering dan berusaha mendorong sekuat tenaga. Namun, hasilnya sia-sia. Yuksel semakin menjadi, bahkan mengangkat tubuh Aruna begitu mudahnya.

"Anda sudah gila! Anda mau bawa saya ke mana!"

Yuksel tak menyahut, namun tubuh Aruna yang direbahkan di atas ranjang membuatnya takut. Apalagi dengan Yuksel yang menindih Aruna.

"Kamu lupa? Ini malam pertama kita sebagai suami dan istri, Aruna ..." 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status