Share

Teman Baik ku

Author: Xysrxnxa
last update Last Updated: 2022-06-02 23:45:52

Tuan Faizal merangkak di atas lantai, menyeret wibawanya di kaki sang putri untuk memohon. "Jika kau tidak melakukan ini, apa kau ingin melihat ayah mati?"

Dengan air mata yang berjatuhan, Zylva dengan wajah datar menarik dalam napas yang sesak, dengan suara putus-putus lalu berkata, “Ayah, apa tidak pernah... sedikit saja, walau hanya satu setetes saja... Ayah mencintai aku?”

TES!

Jatuh air mata gadis itu tepat di tangan ayahnya. Tuan Faizal terdiam, dia bangun dan menatap putrinya dengan kemarahan. "Kau ini bicara apa? Ha?!"

Zylva yang tadi tidak menatap mata sang ayah, membalikkan tubuhnya dan mulai tersedu-sedu sembari berkata,

"Dalam hidupku, sekali pun, aku bahkan tidak pernah punya waktu untuk mengasihani diriku. Terserah kalian." Dia berlari dengan cepat, menabrak pintu, dan menabrak tubuh Cya tanpa mengatakan apa pun lagi.

Di depan sebuah gang, Zylva memanjati pagar beton yang tak begitu tinggi. Dia duduk di atasnya dengan kedua kaki yang ditekuk, lalu menggigit sepotong apel yang sejak entah kapan ada di dalam tas.

"Oi Zylva!"

Maya, teman sejati Zylva muncul seperti jelangkung. Dia selalu saja datang tanpa diundang, dan pergi begitu saja tanpa aba-aba. Maya bukan orang kaya seperti Zylva, dia hanya orang biasa yang beruntung karena punya teman sebaik Zylva yang suka traktir makan.

"Ya ampun, kau bisa kena marah kalau manjat tembok lagi! Turun!"

Meski begitu, ini pertama kali selama mereka berteman, Zylva tidak menanggapi kehadiran temannya. Dia terus menggigit apel dan wajahnya tidak baik-baik saja.

Dengan kebodohan yang sama, Maya akhirnya ikut memanjati tembok dan duduk di sebelahnya.

"Hei, kau kenapa?"

Zylva hanya menggeleng, lalu kembali menggigit apel tanpa suara.

"Va, kau baik-baik saja, kan?"

Lagi-lagi Zylva hanya diam saja dan mengangguk cepat. Air mata tiba-tiba jatuh, membuatnya harus berusaha keras untuk bersembunyi.

"Hei, hei. Kau menangis?"

Pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Zylva melempar sisa apel ke seberang jalan yang jauh di sana, lalu menangis dan berkata dengan iba, "Aku tidak baik-baik saja. Aku sangat buruk. Aku benar-benar sangat buruk, May." Dia menangis di depan Maya.

Maya meraih kedua tangannya dan menggenggamnya lama. "Apa yang terjadi? Apa kau bertengkar dengan ibumu? Apa Ayahmu memarahimu lagi?"

Zylva menggeleng cepat.

"Oh, ini pasti ulah kakakmu. Apa dia mencari masalah lagi?" Zylva mengangguk.

"Ya ampun, masa karena itu saja kau harus menangis? Bukankah kau ini tangguh? Kau bahkan tidak menangis ketika dipukul, tapi menangis karena kakakmu? Aku sepertinya bermimpi sekara--"

"Aku akan menikah," potong Zylva. maya yang mendengar awalnya terdiam, lalu tiba-tiba saja tertawa cekikikan. "Hahaha! Menikah apanya? Kau saja tidak punya pacar, bagaimana mau meni--”

"Gara-gara gadis licik sok polos itu aku harus menggantikan dia menikah, apa itu lucu? Aku masih sangat muda sekarang!"

Maya sempat meredakan tawanya karena dia sangat tahu apa yang sekarang sedang Zylva pikirkan, tapi dia merangkul pundak sang sahabat lalu mengembalikan tawa dan berkata, "Harusnya yang sekarang menangis itu adalah pria yang akan jadi suamimu.”

"Aiss! Aku sedang sedih sekarang tapi kau malah menghinaku."

Maya tersenyum genit, lalu merangkul lebih erat dan menambahkan, "Harusnya kau bersyukur bisa menikah. Bagaimana kalau beberapa tahun ke depan tidak ada yang mau pada perempuan norak dan bodoh sepertimu?" ledeknya.

Maya melepaskan rangkulannya, lalu kembali bertanya, "Memangnya pada siapa? Apa dia karyawan ayahmu? Apa dia PNS atau guru honor? Atau polisi? Atau Dosen? Yang penting dia punya kerjaan yang bagus dan menjamin hidupmu. Lagi pula memangnya ini zaman apa sih? Kok harus dipaksa menikah?"

"Ayahku punya masalah yang serius. Dia meminta Cya menikahi putra Tuan Dony, tapi malah aku yang jadi tumbal."

Maya yang sedang membuka permen karet seperti acuh tak acuh pada perkataan temannya ini, tapi tiba-tiba....

Crrrtttt!

... permen karet yang baru saja dia makan, ia semburkan keluar.

"Siapa katamu tadi? Sepertinya aku lupa congkel telinga hari ini."

"Putra Tuan Dony," jawab Zylva polos.

maya yang mendengar terbelalak hingga matanya membesar seperti mangkuk.

"Zylva... kau tahu kan seberapa populer dan kayanya Tuan Dony, dan ... dan dia punya putra-putra yang kaya dan tampan. Kau pasti akan menjadi menantu kesayangannya.

Bagaimana bisa... bagaimana... ya ampun, bagaimana bisa kau yang terpilih sebagai wanita beruntung yang akan jadi menantu di keluarga itu?” Maya seperti orang yang tidak lagi peduli pada keindahan dunia.

"Kalau aku jadi kau, aku akan menerbangkan balon-balon ke udara dan berteriak. Semua orang punya mimpi untuk jadi istri mereka, bagaimana bisa... bagaimana bisa kau terpilih... aku rasa, aku sudah gila sekarang.” Maya terus menunjukkan rasa tidak percaya yang luar biasa. Raut wajah Maya sekarang sangat berbeda. Dia sepertinya sangat mendukung pernikahan ini.

"Dengan yang mana, dengan putra yang mana katanya kau akan menggantikan kakakmu?”

Zylva menyipitkan matanya saat menatap temannya yang terlihat begitu antusias. "Aku tidak tahu. Aku tidak mau tahu," jawab Zylva masih merasa begitu sakit.

"Hei Zylva. Kau juga tidak akan bisa lari, kan? Kau harus tahu yang mana yang akan jadi suamimu. Ini sangat penting." Maya menurunkan kakinya untuk berayun ke bawah.

Dia menyingkirkan jarak di antara mereka dan duduk berdempetan. "Biar aku beritahukan ini padamu. Tuan Dony itu punya Tiga orang putra. Satu di antara mereka sudah menikah, dan itu adalah putra pertama. Kau mungkin akan menikahi putra kedua atau putra ketiganya, ya ampun ... sepertinya kau telah menyelamatkan galaksi di kehidupan masa lalu. Kau sangat beruntung."

Dari seluruh percakapan itu, Zylva tidak perlu bertanya mengapa Maya tidak menyebutkan putra ke empat. Ya, semua orang tahu alasan ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Dadakan Si Tuan Muda Angkuh    Bayangan di Balik Mata

    “Apa yang salah dengan mata Zack sebenarnya apakah dia menyembunyikan sesuatu?” gumam Zylva Malam semakin larut, tapi di dalam kastel itu, waktu seolah berhenti. Api di perapian menjilat-jilat kayu, memantulkan cahaya ke wajah Zack dan Zylva yang masih duduk berdekatan.Zylva belum melepaskan sandarannya dari bahu Zack, tapi ia bisa merasakan tubuh pria itu mulai menegang."Zack?" panggilnya pelan.Tak ada jawaban.Zylva menegakkan tubuhnya, menatapnya dengan dahi berkerut. Mata Zack terbuka, menatap ke depan… tapi tatapannya berbeda. Dingin. Seperti kosong.“Zack?” ulang Zylva, kini lebih cemas.Senyum muncul di bibir Zack. Tapi itu bukan senyum yang ia kenal. Senyum itu... miring. Sinis.“Dia tidur,” bisik Zack—atau sesuatu yang memakai wajahnya. “Sekarang giliranku.”Zylva bergidik. “Apa maksudmu?”“Apa kau benar-benar mengira dia sesederhana itu? Lembut, rapuh, bisa disembuhkan oleh kata-kata manis?” Suara Zack terdengar lebih berat, lebih tajam. “Aku bagian yang dia pendam. Yan

  • Istri Dadakan Si Tuan Muda Angkuh    Rahasia di Balik Pintu Kastel

    Zylva membuka pintu kamar perlahan. Langkahnya pelan, khawatir membangunkan Zack yang sejak tadi diam tak banyak bicara selama perjalanan pulang dari hotel. Ia mendorong kursi rodanya ke dalam kamar yang remang, aroma kayu dan obat menguar dari udara dingin ruangan itu.“Aku bisa sendiri,” gumam Zack.“Biar aku bantu buka sepatumu,” jawab Zylva tanpa ragu, tetap jongkok di depan Zack. Tangannya dengan lincah melepas sepatu pria itu, lalu meletakkannya di samping pintu. Zack tidak banyak bergerak, hanya memandangi rambut Zylva yang tergerai ke depan, hampir menutupi wajahnya.“Kenapa kau selalu melakukan hal seperti ini?” tanya Zack, suaranya pelan, nyaris seperti angin.“Karena aku istrimu,” jawab Zylva singkat, menatapnya sebentar sebelum berdiri.Zack memalingkan wajah. “Kau tidak perlu bersikap seperti istri sempurna. Aku tahu ini bukan keinginanmu.”Zylva terdiam. Ia menatap Zack beberapa saat sebelum akhirnya berkata, “Memang bukan keinginanku. Tapi kalau kita sudah di sini... bu

  • Istri Dadakan Si Tuan Muda Angkuh    Pulang ke kastel

    Mobil hitam itu melaju tenang di jalanan kota yang mulai dipenuhi cahaya pagi. Di kursi belakang, Zylva duduk diam dengan tangan terlipat di pangkuannya, sementara Zack di sampingnya hanya menyandarkan kepala pada sandaran, matanya tetap tertutup, wajahnya tersembunyi di balik topeng.“Lelah?” tanya Zylva, memecah keheningan.“Sedikit,” jawab Zack singkat. “Terlalu banyak suara tadi malam.”Zylva mengangguk pelan. Ia pun merasakannya. Pesta keluarga yang dipenuhi wajah-wajah asing, sorot mata penuh tanya, dan bisik-bisik menusuk—semuanya terlalu berat untuk seseorang yang bahkan belum sepenuhnya siap menjadi istri.“Kau tidur cukup semalam?” tanya Zylva lagi, kali ini lebih hati-hati.Zack menggeleng pelan. “Tidak bisa. Punggungku nyeri kalau terlalu lama di tempat asing.”Zylva menoleh, ingin bertanya lebih jauh, tapi urung. Ia belum tahu batas mana yang boleh ia lewati. Mereka masih terlalu asing meski sudah berbagi atap.Sesampainya di kastel keluarga—begitu semua orang menyebut ru

  • Istri Dadakan Si Tuan Muda Angkuh    Sarapan Yang Terlalu Ramai

    Zylva menggeser cangkir Zack mendekat padanya, seolah mencoba menjembatani jarak yang terasa tak terlihat.“Kalau kau mau bicara… aku ada,” ucapnya pelan, hampir seperti bisikan. Zack tak menjawab, tapi kepalanya sedikit menoleh ke arahnya. Bukan sebuah balasan utuh, tapi cukup membuat Zylva tahu—ia didengar. “Aku tidak terbiasa sarapan dengan orang lain,” gumam Zack.Zylva tersenyum kecil. “Maka mulai hari ini, biasakan dirimu denganku.”Restoran hotel itu tak ubahnya seperti aula kecil yang dihiasi lampu gantung dan meja-meja bulat yang ditutupi kain putih bersih. Di pojok ruangan, sebuah meja panjang sudah dipenuhi aneka makanan sarapan: croissant hangat, omelet, buah-buahan segar, dan berbagai minuman.Zylva mendorong kursi roda Zack ke salah satu meja dekat jendela. “Di sini saja?” tanyanya pelan.Zylva berusaha lebih dewasa dan memahami bahwa ini mungkin sudah takdirnya.Zack mengangguk, lalu menyandarkan punggungnya, tampak mulai lelah hanya dengan perjalanan singkat itu.“

  • Istri Dadakan Si Tuan Muda Angkuh    Pagi Yang Canggung

    Suara burung tidak terdengar pagi itu. Yang ada hanya dengung pendingin ruangan dan samar suara kendaraan dari jalanan jauh di bawah hotel. Zylva membuka matanya perlahan. Cahaya matahari pagi menembus dari celah-celah tirai, membentuk garis cahaya di dinding kamar.Untuk sesaat, ia lupa bahwa dirinya sudah menikah. Lupa bahwa ini bukan kamarnya sendiri. Tapi begitu ia menoleh dan melihat sosok pria bertopeng di kursi roda yang menghadap ke jendela, kenyataan segera kembali.“Sudah bangun?” suara Zack terdengar pelan, tanpa menoleh ke arahnya.Zylva refleks duduk. “Iya... baru saja.”Zack tidak menjawab. Tangannya menggenggam cangkir kecil, dan dari aromanya, Zylva bisa menebak itu teh herbal yang tadi disiapkan pelayan hotel. Ia terlihat kaku, seperti orang yang sudah siap berperang sejak pagi.“Kau tidur nyenyak?” tanya Zylva hati-hati.“Tidak ada yang bisa disebut nyenyak,” Zack menjawab. “Aku tidak bisa tidur jika berbaring terlalu lama. Kursi ini lebih nyaman.”Zylva menarik seli

  • Istri Dadakan Si Tuan Muda Angkuh    Setelah Pertemuan Itu

    Acara berlangsung dengan formalitas yang membosankan bagi Zylva. Ia duduk di samping Zack selama hampir dua jam, hanya menjawab beberapa pertanyaan dari tamu yang datang dengan senyum sopan. Zack tetap diam nyaris sepanjang waktu, hanya mengangguk atau menoleh jika benar-benar perlu. Botol kecil di sakunya sesekali terlihat saat ia menggenggamnya erat.Zylva tak bisa berhenti mencuri pandang. Wajah pria itu masih tersembunyi di balik topeng setengah wajah berwarna hitam perak. Hanya dagunya yang terlihat, cukup untuk memperlihatkan garis rahang yang tegas, tapi juga dingin.Setelah acara selesai, mereka dibawa ke kamar hotel khusus yang sudah disiapkan untuk menginap malam ini. Zack tampak enggan, tapi tak banyak bicara. Mereka masuk ke dalam kamar suite besar dengan dua ranjang terpisah. Rico mengantar mereka, lalu segera pergi setelah memastikan segalanya aman.Zylva meletakkan clutch di meja rias, menatap bayangannya di cermin. Riasannya mulai luntur. Gaun ungu panjangnya masih ter

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status