Home / Romansa / Istri Figuran Presdir Arogan / Bab 4 - Pemuas Hasrat

Share

Bab 4 - Pemuas Hasrat

Author: Ute Glider
last update Last Updated: 2024-12-03 18:08:56

Karissa tak pernah bisa menolak Damian dari dulu maupun saat ini. Dia tahu bahwa pria itu adalah penyelamat hidupnya. Luka bakar selebar telapak tangan yang terlihat di punggung kekar Damian adalah saksi bisu dari pengorbanan itu, sebuah bukti nyata yang tak pernah Karissa sangkal. Karena itulah apapun perlakuan Damian, dia mencoba untuk menerimanya. 

Namun, penerimaan itu sering kali terbalas oleh rasa perih. 

"Kamu menikmatinya, kan, hm?" bisik Damian dengan suaranya rendah dan penuh ejekan usai keduanya bergelung di ranjang.

Karissa hanya menatap sayu pria yang masih berada di atasnya, enggan menjawab. Pria itu pun tersenyum miring, seolah mengolok. Nyatanya meski di awal Karissa menolak, tapi akhirnya ia luluh pada hasrat pria itu. 

Desahan, keringat, dan panggilan-panggilan lirih Karissa saat memenuhi hasrat biologis mereka adalah hiburan bagi Damian. Selebihnya, dia tak peduli. Bahkan ketika Karissa terlihat mendesis kesakitan sambil memegang perut saat dia melepas penyatuan, Damian tetap tampak tak acuh. 

Pria itu turun dari ranjang dengan santai, menyambar jubah sutra yang terlipat rapi di atas nakas. Sambil mengikat tali jubahnya, Damian melontarkan kalimat yang membuat dada Karissa sesak. 

"Sudah aku duga kualitasmu menurun saat ada janin di perutmu. Itu sebabnya aku tak suka." 

Karissa terkesiap, jemarinya mencengkeram erat selimut yang menutupi tubuhnya. "Kamu lebih mementingkan hasratmu, Damian?" tanyanya dengan suara bergetar. 

Damian tak menjawab. Ia melangkah ke arah balkon, berniat menikmati cerutu sambil memandangi langit sore. Namun, langkahnya terhenti saat pintu kamar diketuk. Dengan gerakan santai, Damian membuka pintu melihat Martha berdiri di sana dengan kepala tertunduk. 

"Ada apa?" tanya Damian dingin.  

"Tuan Hector datang berkunjung," jawab Martha, tak berani menatap Damian secara langsung, terutama saat tubuh majikannya masih basah oleh keringat. 

Damian melirik ke arah Karissa sekilas. Semua penghuni mansion tahu betapa Hector, kakeknya, sangat menyayangi Karissa. Kedatangan pria tua itu jelas bukan untuknya, melainkan untuk cucu menantunya. 

"Tuan Hector mendapat kabar bahwa Nyonya..." Martha melirik singkat ke arah Karissa sebelum kembali menunduk. "... Nyonya hamil." 

Tatapan Damian berubah dingin penuh cemooh. Tanpa ada perkataan apapun, sorot itu sudah bisa menjelaskan apa yang ada dipikiran suaminya. 

"A-Aku tidak memberitahu apa pun pada Opa Hector," kata Karissa cepat, suaranya penuh tekanan. 

Damian mendengus pelan sebelum akhirnya masuk ke kamar mandi tanpa sepatah kata lagi. 

***

"Cucuku... oh, kenapa wajahmu pucat? Apa Damian tidak merawatmu dengan benar, hm?" 

Suara Hector terdengar hangat saat pria tua itu berdiri di ruang tamu dengan tongkat kayu di tangannya. Meskipun usianya telah mencapai delapan puluh tahun, posturnya tetap gagah. Ia membuka satu tangannya, mengundang Karissa untuk mendekat. 

"Aku baik-baik saja, Opa," jawab Karissa memaksakan senyuman sembari memeluk Hector sesaat.

"Apa Damian tahu bagaimana caranya memperlakukan wanita hamil? Kalau tidak, aku akan menegurnya," katanya dengan nada setengah bercanda. 

Karissa hanya bisa tersenyum tipis kemudian mengikuti Hector ketika pria itu mengarahkan untuk duduk bersama di sofa besar yang empuk. 

"Sudah berapa lama?" tanya Hector menatap perut Karissa yang belum nampak buncit.

"Delapan minggu," jawab Karissa pelan. 

“Ah, hahaha. Apa kamu tau? Aku sangat senang ketika mendengar kabar ini.” Hector tertawa kecil memperlihatkan pancaran bahagia di mata tua pria ini. “Aku akan memastikan semuanya berjalan lancar. Kamu tahu, Karissa, bayi ini adalah penerus keluarga kita. Aku tidak sabar menantikannya." 

Reaksi seperti ini yang Karissa inginkan dari Damian. Namun, ternyata yang berbahagia adalah Hector sendiri.

“Opa,” panggil Karissa. Jemarinya yang mungil sibuk memilin satu sama lain, tanda ia tengah bergelut dengan keraguan.

Hector meletakkan cangkir teh yang baru saja disesapnya, lalu menatap Karissa lagi. "Iya, ada apa?"

"Sebelumnya aku minta maaf karena aku belum bisa menjadi menantu yang sempurna untuk keluarga ini. Mungkin karena itu juga Damian—"

“Ekhem!”

Suara deheman Damian memotong kalimat Karissa. Pria itu baru saja muncul, mengenakan kemeja kasual yang rapi. Ia berjalan santai lalu duduk di sofa single dekat istrinya.

"Bagaimana pengobatannya? Apa berjalan lancar?" Damian berbicara pada Hector dengan datar seperti biasa.

"Opa sakit?" tanya Karissa terkejut dengan kabar ini. Dia hanya tau kalau Hector terkenal pria yang tangguh dan jarang sakit.

Hector tersenyum kecil, lalu mengangguk ringan. "Ah, hanya penyakit tua. Jangan khawatir, Karissa." Pria tua itu mengusap lehernya yang terasa pegal. "Setiap malam opa takut tidur terlalu pulas. Siapa tahu, mungkin aku tak akan bisa melihat pagi lagi."

"Opa, jangan bicara seperti itu," Karissa menimpali dan matanya mulai berkaca-kaca.

Hector tertawa kecil, mencoba mengurangi kecemasan Karissa. "Yang penting kamu jaga kandunganmu, Karissa. Setidaknya sebelum opa meninggal, aku ingin melihat bayi kalian lahir. Aku ingin memeluk cucu buyutku yang cantik atau tampan."

Perkataan Hector membuat Karissa refleks menoleh ke arah Damian, berharap ia akan merespons dengan sesuatu yang hangat. Namun, pria itu tetap diam, ekpresinya datar tanpa emosi.

"Oh iya, tadi kamu mau bilang sesuatu?" Hector kembali menoleh ke Karissa, menanti kelanjutan pembicaraan yang sempat terputus.

Karissa tergagap. "E-eee... Tidak, Opa. Aku lupa tadi mau bilang apa," jawabnya dengan nada kikuk. Mana mungkin dia berkata akan mengajukan cerai di saat kesehatan Hector sedang tidak baik. Sedangkan, selama ini Hector sudah mengusahakan yang terbaik untuknya.

Pria yang wajahnya sudah penuh kerutan itu menyipitkan mata, seolah mencoba membaca pikiran Karissa. "Yakin? Tidak ada yang kamu sembunyikan?" tanyanya dengan suara rendah.

Karissa memaksakan tawa kecil. "Benar, Opa. Tidak ada apa-apa."

Perbincangan singkat itu berakhir saat matahari sudah terbenam. Mereka sempat makan malam sebelum akhirnya Hector memilih pergi karena ada urusan.

“Karissa, Opa ingatkan. Kalau Damian macam-macam, bilang padaku. Dia harus mendapat hukuman kalau sampai membuat kamu dan bayimu celaka.” Kalimat itu terucap sebelum mobil hitam pergi dari halaman luas di sana.

“Kamu selalu memintaku berhati-hati dalam berkata di depan ayahmu, karena dia memiliki penyakit jantung.”

Perkataan itu menarik netra Karissa untuk menoleh ke samping.

“Hati-hatilah berkata di depan Opa. Kalau dia terluka karena ucapanmu, aku pun akan melakukan hal yang sama pada ayahmu,” lanjut Damian dengan nada dinginnya.

Saat begitu ponsel Damian berbunyi. Nama Emma sudah langsung bisa Karissa lihat saat pria itu hendak mengangkat panggilannya.

“Iya, aku ke sana,” jawab Damian singkat dan tetap dingin ketika seseorang bicara di sambungan telefon.

“Kemana?” cegah Karissa menahan tangan Damian yang akan pergi.

“Aiden sakit.” Damian melanjutkan langkahnya saat Karissa terpaku mendengar nama anak itu. Aiden adalah anaknya Emma.

“Aku dokter! Aku bisa mengobatinya!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nenk Rosma🌹
punya anak sendiri gak mau... tapi sama anak orang lain peduli.... lanjuuuttttt
goodnovel comment avatar
ayu_dia🌹rhy🌹wbw
parah x . anak assiten lsg gercep
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Figuran Presdir Arogan   Bab 225 - Pingsan

    Pelukan itu membuat bahu Luciano bergetar semakin hebat. Tangisnya pecah bukan lagi sebagai pewaris. Bukan sebagai pemimpin klan. Tapi hanya sebagai seorang cucu yang baru saja kehilangan satu-satunya sosok yang pernah dia anggap sebagai ayah.Sergio, dia masih memeluk tubuh tuannya yang membungkuk dalam. Tak peduli sekuat apa pun Raja Mafia biasanya terlihat, hari ini tubuh itu menggigil seperti anak kecil yang baru saja kehilangan rumah.Sergio tentu tahu persis, bagaimana kerasnya perlakuan Hector pada Luciano. Dunia melihatnya sebagai bentuk kekejaman, tapi hanya Sergio yang tahu bahwa itu satu-satunya cara Hector merangkul cucunya yang kehilangan peran orang tua di saat semua sibuk mengurus Damian."Semua akan kembali pada Penciptanya, Tuan," bisik Sergio, suaranya ikut bergetar.Dia menepuk punggung kekar yang kini tampak begitu rapuh. "Biarkan Tuan Hector tenang. Dia sudah cukup lama menanggung kerasnya dunia ini."Langkah pelan Karissa terdengar di ujung lorong. Ia baru saja m

  • Istri Figuran Presdir Arogan   Bab 224 - Permintaan Terakhir

    Tirai tipis menyaring cahaya matahari. Suara mesin medis berdetak pelan. Rosetta duduk di kursi samping ranjang, mengenakan blouse abu dan celana bahan hitam. Tangan Hector tampak lemah namun masih menggenggam jemarinya.Ini sudah sore dan anak-anak sudah pergi dua jam yang lalu karena Hector dan Seraphina harus istirahat. Dan sekarang, Hector sudah bangun menatap putrinya.“Rosetta Morgan,” panggilnya sambil tersenyum tipis.Wanita paruh baya itu pun meraih telapak Hector untuk dia tempelkan di pipinya.“Ya, Pa?”Hector menarik napas lalu pandangannya mencoba ingat di masa dulu. “Kau masih ingat waktu kecil dulu? Kau benci disisir karena katanya sakit. Rambutmu keriting dan selalu mengembang ke mana-mana.”Rosetta tertawa pelan. “Ya, Mama bilang rambutku mirip singa.”“Dan aku bilang kau calon ratu.”“Ratu yang membuat sibuk ayahnya tiap pagi untuk menyisir rambutku sebelum aku ke sekolah.”“Waktu itu aku terlalu sibuk untuk banyak hal. Sampai tak terasa kesibukan itu membuatku lupa

  • Istri Figuran Presdir Arogan   Bab 223 - Bersama

    “Opa.”Suara kecil Allerick membuat Hector membuka mata. Dia menoleh ke arah pintu, rupanya cucu yang dinanti sudah datang.“Apa aku mengganggu Opa?” tanya pria kecil itu masih berdiri di ambang pintu.Meski warna pucat masih nampak di wajah Hector, lelaki tua itu tetap tersenyum. Matanya juga ada semburat kehidupan yang terang.“Mana Seraphina dan Aiden?” tanya Hector lemah.Allerick berjalan menghampiri bersama Luciano lalu dibantu oleh sang ayah duduk di sisi ranjang.“Itu cucu opa yang paling cantik.” Allerick menunjuk ke pintu, di mana sebuah ranjang didorong masuk oleh perawat.Putri Wilbert itu belum bisa banyak bergerak. Dia masih terbaring di ranjang dengan infus dan selang oksigen yang menghiasi tangan juga hidungnya.Sejenak mereka diam, membiarkan perawat mengatur posisi dua ranjang pasien tersebut. Hector juga meminta Rosetta membantunya mengatur tinggi sandaran ranjang, supaya Hector bisa leluasa memandang cucunya.“Aiden masih di jalan, Opa,” ucap Allerick sebelum kakek

  • Istri Figuran Presdir Arogan   Bab 222 - Cuek

    “Berhenti di depan. Belikan dua bungkus kebab. Fish and chips juga, aku rasa Aiden menyukainya.” Damian memperhatikan deretan kios di jalanan kota London malam ini, membuatnya ingat pada Emma dan Aiden di rumah.Tony yang membawa mobil pun mengangguk sambil memutar kemudi ke bahu jalan. “Baik, Tuan.”Sambil menuggu, Damian mengingat perkataan terakhir Karissa tadi.“Padahal aku hanya ingin terbaik untukmu, Emma. Semoga kamu mengerti maksudku selama ini.”Hampir satu jam perjalanan, akhirnya Damian sampai juga di depan rumah sederhananya. Tony membantu saudara kembar majikannya untuk turun dan duduk di kursi roda.“Anda perlu bantuan lagi, Tuan Damian?” tanya Tony mengantar sampai depan pintu.“Tidak perlu.” Damian meraih dua kantong makanan di tangan Tony. “Terimakasih.”“Dengan senang hati, Tuan. Kalau begitu saya permisi.”Selepas kepergian supir pribadi Luciano itu, Damian mengetuk pintu beberapa kali. Berharap Emma yang membukakan pintu atau Aiden.Sayangnya tidak ada yang menyahu

  • Istri Figuran Presdir Arogan   Bab 221 - Ada Batas Kesabaran

    "Oh ya, aku baru ingat sesuatu ..." Karissa menjeda ucapannya membuat Damian menoleh dengan sebelah alis terangkat.Seakan paham Damian menunggu kelanjutan kata-katanya, Karissa membenarkan posisi duduk lebih dulu. Barulah dia bicara."Soal Emma. Aku akui dia cukup kuat mengurusmu. Aku sepertinya tidak akan memiliki kesabaran yang sama sepertinya."Mendengar pernyataan yang baru saja diungkapkan Karissa, jujur, Damian sempat tersentak kaget. Meski berhasil ditutupi dengan raut datarnya, tapi tak dipungkiri Damian sedikit shock karena Karissa yang tak ada hujan, tak ada badai, tiba-tiba menyinggung Emma."Bagaimana kamu bisa tahu?"Bahu Karissa mengedik asal. "Aku juga punya ibu mertua yang tahu segalanya. Sedikit clue saja, dia pasti akan ceritakan semua tanpa ada yang terlewat."Ah, benar juga. Mama Rosetta memang suka sekali bercerita. Apalagi hanya memiliki Karissa sebagai menantu, pasti sudah cerita soal hubungannya dengan Emma selama empat tahun ini. "Yaa begitulah. Jangankan k

  • Istri Figuran Presdir Arogan   Bab 220 - Mencium Berulang Kali

    Luciano memasuki kamar Seraphina, tapi yang dia lihat hanya Karissa dan putrinya.Karissa yang sedang menyelimuti Seraphina pun menoleh, lalu memberikan kode supaya Luciano jangan berisik. Putri mereka baru saja tidur.“Mama dan Deimos?” Pria itu bertanya tanpa suara, hanya gerakan bibir tapi Karissa paham.Dia lalu berbisik setelah Luciano dekat dengannya. “Seraphina baru minum obat, dia harus istirahat. Jadi mama bawa Allerick main di luar.”Setelah bicara, Karissa bergerak untuk pergi. Tetapi belum sampai tangan itu menyentuh handle pintu, Luciano sudah lebih dulu memeluk dari belakang. Karena kedua lengan Karissa ikut dalam rangkulan, dia pun tidak bisa melepas.“Luciano.”“Jangan melawan. Meski sudah berlatih empat tahun, tenagamu belum sekuat itu.”Karissa memejam sambil menarik napas dalam. “Ini di rumah sakit, Luciano. Aku cukup sulit menidurkan Seraphina.”Luciano terdiam sejenak sambil membungkuk dan menghidu aroma rambut Karissa. Bau stroberi yang tak pernah berubah sejak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status