Beranda / Romansa / Istri Gelap Sang CEO Dingin / Luka Lama Yang Terbuka

Share

Luka Lama Yang Terbuka

Penulis: Reju
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-14 17:48:10

Malam di penthouse terasa sunyi, hanya suara hujan yang menetes di balik kaca besar ruang tamu.

Alaire duduk di sofa, menatap layar tablet yang menampilkan berita tentang dirinya dan Nayel. Judul-judul besar menghiasi setiap laman: “Pernikahan Rahasia Sang CEO Arvanden?” seolah dunia sedang menelanjangi rahasia yang seharusnya terkubur.

Ia sudah menutup semua notifikasi, tapi pikirannya tak bisa diam. Di sudut ruangan, Nayel berdiri dengan tangan di saku, menatap keluar jendela, punggungnya tegang. Hujan di luar membuat siluetnya tampak kabur, seperti bayangan dari masa lalu.

“Berapa lama kau akan diam seperti itu?” tanya Alaire akhirnya.

Nayel menoleh perlahan. “Kau tidak mengerti, Alaire. Sekali saja dunia tahu siapa kau sebenarnya, semuanya akan runtuh.”

Alaire bangkit, berjalan mendekat. “Kau selalu bicara tentang ‘semuanya’. Tentang perusahaanmu, reputasimu, kekuasaanmu. Tapi kapan terakhir kali kau bicara tentang dirimu sendiri?”

Tatapan Nayel bertemu dengan matanya lama, dalam, tapi terluka.

“Diriku,” katanya pelan, “tidak penting lagi sejak hari itu.”

“Sejak hari apa?” desak Alaire.

Ia tidak menjawab. Sebaliknya, ia berjalan melewati Alaire, lalu berhenti tepat di belakangnya. Suara napasnya terdengar begitu dekat, dan dalam keheningan itu, hawa tubuhnya terasa hangat tapi berat, seperti beban yang tidak bisa ia lepaskan.

Alaire menoleh sedikit, dan tanpa sadar, mereka berdiri sangat dekat.

Untuk pertama kalinya sejak lama, wajah Nayel tidak menyimpan dingin. Ada sesuatu yang rapuh di balik sorot matanya.

“Aku tidak pernah berniat menyeretmu ke dalam semua ini,” ucapnya lirih. “Tapi saat aku melihatmu… aku tahu aku tidak bisa mundur.”

Alaire menatapnya, menahan napas. “Kenapa aku? Dari semua orang, kenapa aku?”

Ia menatap wajah Alaire lama sekali, seolah mencari keberanian untuk menjawab.

“Karena kau mengingatkanku pada seseorang yang sudah lama hilang,” katanya akhirnya, suaranya nyaris tak terdengar. “Seseorang yang tidak bisa kuselamatkan.”

Keheningan jatuh di antara mereka.

Hanya suara hujan yang mengisi jarak.

Lalu, tanpa berpikir panjang, Nayel mengangkat tangan dan menyentuh pipi Alaire. Gerakannya pelan, hati-hati seolah takut Alaire akan menjauh. Tapi Alaire tidak bergerak. Sentuhan itu membuat dadanya bergetar aneh, hangat sekaligus menyakitkan.

“Nayel...” bisiknya.

Pria itu menunduk sedikit, jarak di antara mereka kian menipis. Napasnya menyentuh kulit leher Alaire, membuat bulu kuduknya meremang. Tapi sebelum bibir mereka benar-benar bersentuhan, Nayel berhenti seolah ada dinding tak kasatmata yang menghalanginya.

Ia menatap mata Alaire, lalu berbisik pelan, “Kalau aku melangkah lebih jauh, aku akan menghancurkanmu.”

Alaire menggeleng pelan, matanya mulai basah. “Kau sudah menghancurkanku sejak lama, Nayel. Hanya saja aku baru sadar sekarang.”

Ucapan itu menembus pertahanannya.

Nayel menarik Alaire ke dalam pelukannya tidak kasar, tapi erat. Pelukan yang bukan milik seorang penguasa, melainkan pria yang kehilangan terlalu banyak.

Mereka tetap seperti itu beberapa saat tanpa kata, hanya saling diam dalam luka masing-masing.

Dan untuk sesaat, waktu berhenti. Dunia luar menghilang, dan yang tersisa hanya detak jantung mereka yang saling bertemu di antara keheningan hujan.

Keesokan paginya, Alaire terbangun di ruang kerja Nayel. Ia tertidur di sofa, selimut abu-abu menutupi bahunya.

Nayel sudah tidak di sana, tapi aroma parfumnya masih tertinggal di udara.

Di meja, ada sebuah amplop putih dengan tulisan tangan Nayel.

Tulisan yang tegas dan rapi, seperti pemiliknya:

“Jangan keluar hari ini. Aku perlu memastikan sesuatu. Dan jika ada telepon masuk atas nama Evan Davina jangan angkat.”

Nama itu membuat darahnya berhenti mengalir sejenak.

Evan Davina.

Nama ayahnya.

Tapi ayahnya sudah meninggal tujuh tahun lalu.

Alaire menggenggam amplop itu erat, jantungnya berdetak keras. “Tidak mungkin…” gumamnya.

Ia bergegas ke perpustakaan kecil di pojok ruangan, tempat ia menyimpan kotak lama berisi arsip keluarga. Di antara tumpukan dokumen, ia menemukan satu map dengan logo Arvanden Corp perusahaan milik Nayel.

Dan di sana, di sudut bawah halaman, ada tanda tangan kecil yang nyaris tak terlihat:

Evan Davina Kepala Proyek Finansial, Arvanden Corp, 2018.

Dunia seolah runtuh di sekelilingnya.

Ayahnya pernah bekerja untuk perusahaan Nayel.

Dan tahun 2018… adalah tahun kematian misterius sang ayah.

Tangannya bergetar. Napasnya berat.

Tiba-tiba, semua hal yang tidak pernah dijelaskan Nayel mulai terasa mencurigakan.

Ciuman yang salah di pesta.

Rahasia pernikahan.

Kata-kata “dendam” yang sering ia dengar tapi tidak pernah dijelaskan.

Alaire menatap map itu lama, lalu berbisik, “Apa yang sebenarnya kau sembunyikan dariku, Nayel?”

Suara hujan kembali mengguyur kaca. Tapi kali ini, ia tidak menenangkan melainkan menandai awal badai yang sesungguhnya.

Alaire tahu satu hal,Untuk memahami cinta dingin milik Nayel Arvanden, ia harus menggali luka yang bahkan pria itu sendiri berusaha kubur selamanya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Gelap Sang CEO Dingin   The Echo Signal

    Langit di atas Zurich berwarna abu-abu kelam. Sebuah helikopter tanpa tanda terbang rendah di atas atap gedung tua yang ditinggalkan, hembusan anginnya memecah kabut pagi. Di dalam ruangan di bawahnya, Alaire duduk bersandar di tembok, napas berat, luka di bahu kirinya masih basah oleh darah. Hening. Hanya suara detak jam tua yang masih berjalan di pojok ruangan. Vira masuk membawa perban dan segelas air. Wajahnya letih, tapi matanya tetap tajam. “Kau seharusnya tidak bergerak dulu,” katanya pelan. Alaire menatap keluar jendela retak, ke arah menara komunikasi di kejauhan yang memancarkan cahaya aneh. “Dunia berubah, Vira. Aku bisa merasakannya.” Vira menatapnya ragu. “Kau bicara tentang sinyal itu lagi?” Alaire mengangguk pelan. “Semenjak Helix Dawn hancur, frekuensi aneh muncul di seluruh dunia. Tidak bisa dideteksi oleh radar biasa. Tapi aku tahu pola itu. Itu bukan sekadar noise.” Ia menatap layar kecil di depannya gelombang sinyal berirama, tapi membentuk pola detak jan

  • Istri Gelap Sang CEO Dingin   The Second Pulse

    Basel, Swiss. Udara dingin musim gugur menggigit kulit, menyelusup di sela mantel hitam yang membungkus tubuh Alaire. Kota tua itu tampak damai di permukaan — jalan-jalan berbatu, kafe dengan lampu kuning hangat, dan sungai Rhine yang memantulkan cahaya bintang tapi di bawah tanahnya, sesuatu yang jauh dari damai sedang berdenyut. “Aku masih tidak percaya kita ada di sini,” gumam Vira pelan sambil menatap layar tablet kecil di tangannya. “Koordinat dari file Nayel menunjuk ke area penelitian Elysion Biotech, tapi tidak ada catatan publik tentang fasilitas bawah tanah di sana.” Alaire menatap bangunan besar di ujung jalan: menara kaca dengan logo heliks perak di atasnya. “Karena itu bukan fasilitas publik,” jawabnya datar. “Itu laboratorium rahasia yang bahkan pemerintah tidak tahu.” Vira menelan ludah. “Jadi apa rencanamu?” Alaire menatap jam tangannya. “Kita masuk malam ini.” Pukul 01.13 dini hari. Langit Basel gelap total ketika dua bayangan bergerak cepat di antara lorong

  • Istri Gelap Sang CEO Dingin   Dawn Protocol

    Tiga hari setelah ledakan Arvanden, kota masih berbalut kabut dan abu. Media internasional menayangkan gambar reruntuhan gedung megah yang kini hanya tinggal rangka besi hangus. Nama Nayel Davina memenuhi setiap headline sebagian menyebutnya pahlawan, sebagian lagi mengutuknya sebagai dalang kehancuran. Di antara semua itu, hanya satu orang yang tahu kebenaran. Alaire. Ia duduk di kursi rumah sakit, menatap layar kecil di tangan rekaman terakhir dari kamera keamanan bawah tanah yang berhasil ia selamatkan. Dalam video itu, Nayel menatap kamera sambil berkata pelan, “Kalau kau menonton ini… berarti aku gagal kembali. Tapi aku tahu kau akan melanjutkan.” Suaranya tenang, tapi di matanya masih tersisa rasa takut bukan takut mati, tapi takut ia tak sempat menuntaskan apa yang telah dimulainya. Alaire menutup layar, air mata jatuh tanpa suara. Di meja di sebelahnya tergeletak flashdisk hitam dengan label tipis bertuliskan “A.DawnProtocol” — warisan terakhir Nayel. Ia memutar flas

  • Istri Gelap Sang CEO Dingin   Api Dalam Darah

    Suara tembakan menggema di lorong bawah tanah, memantul di dinding baja dan menelan seluruh udara di sekitar. Nayel terhuyung mundur, tubuhnya membentur panel logam, sementara darah hangat mulai merembes dari sisi bahunya. Namun tangannya tetap menekan keyboard, menyelesaikan proses terakhir. “Sudah terlambat, Vin,” desisnya. “Semuanya sudah terkirim.” Vin Arvanden berdiri beberapa meter di depannya, pistol masih berasap. Wajahnya tampak menegang, tapi mata itu dingin, nyaris kosong tidak menunjukkan penyesalan sedikit pun. “Kau pikir aku tidak siap untuk ini?” katanya pelan. “Aku yang menciptakan sistem itu, Nayel. Kau hanya memainkan permainan yang sudah kusiapkan.” Nayel tertawa kecil, getir. “Permainanmu baru saja berakhir.” Di layar di belakang mereka, data yang bocor terus mengalir laporan keuangan, rekaman percakapan, bahkan file rekayasa genetik rahasia yang menjadi inti proyek “Pulse”. Nama Vin Arvanden kini terpampang di setiap media dunia. Vin melangkah maju, pisto

  • Istri Gelap Sang CEO Dingin   Sebelum Terbakar

    Hujan baru saja reda, meninggalkan aroma tanah basah dan langit kelabu. Rumah tua itu kembali sunyi, seolah tahu malam ini bukan sekadar malam biasa, tapi malam terakhir sebelum segalanya berubah. Alaire duduk di tepi tempat tidur, mantel gelapnya masih basah di ujung. Sementara Nayel berdiri di dekat jendela, menatap kota jauh di bawah bukit. Lampu-lampu gedung Arvanden tampak seperti bara yang siap meledak kapan saja. “Besok jam delapan konferensi dimulai,” ucapnya pelan. “Begitu data dari flashdisk Vira terkirim, semua media akan menerima salinannya secara otomatis. Vin tak akan sempat menutupi apa pun.” Alaire menatap punggungnya yang tegap tapi tampak tegang. “Dan kalau sistem mereka mendeteksi kirimanmu?” “Dia akan tahu aku masih hidup.” “Dan dia akan memburumu.” Nayel menoleh. Ada senyum samar di wajahnya bukan bahagia, tapi lelah. “Bukankah itu yang kita tunggu?” Alaire menggeleng pelan, matanya berkilat. “Aku tidak menunggumu mati, Nayel.” Kata-kata itu memecah udar

  • Istri Gelap Sang CEO Dingin   Dalam Bayang Balas Dendam

    Hujan turun deras sejak subuh. Air menetes dari atap rumah tua itu, memantul di jendela dan menciptakan bayangan buram di lantai. Alaire berdiri di dekat perapian yang dingin, membungkus tubuhnya dengan jaket tipis. Matanya menatap api kecil yang baru menyala cahayanya menari di wajah pucatnya, memantulkan kelelahan yang tak sempat ia sembunyikan. Sudah dua hari sejak mereka bersembunyi di rumah peninggalan Clara Davina. Dua hari tanpa kabar dari dunia luar. Ponsel mereka dibungkam. Kamera pengintai di sekitar properti dicabut satu per satu oleh Nayel. Rumah itu menjadi tempat terakhir yang tidak tersentuh oleh Arvanden Corp atau setidaknya, belum. Di meja kayu tua, bertebaran dokumen, foto, dan potongan berita lama. Nayel duduk di kursi, membolak-balik berkas dengan mata yang menatap tajam, seperti seseorang yang berusaha menafsirkan masa lalunya sendiri. Ia terlihat letih, tapi di balik kelelahan itu ada sesuatu yang lain: amarah yang dingin. Alaire mendekat perlahan. “Ka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status