Setibanya di Tangerang.Tak menunggu lagi, kami langsung ke rumah Pak Amet.Baru saja kami sampai di gerbang rumahnya, kami sudah dibuat syok, pasalnya rumah Pak Amet sudah dipenuhi orang-orang yang tampak sedang melayat."Aa ada apa ini? Bapak enggak apa-apa kan, A?" Asmi mulai cemas di sampingku."Gak tahu sayang, kita berdo'a aja."Cepat kuparkirkan mobil Asmi di depan rumahnya Pak Amet dan buru-buru kami turun.Saat masuk ke dalam rumah Pak Amet, benar saja para keluarga terlihat sedang mendo'akan jenazah seraya terisak di sana, Aldan dan Hanum juga ada."Siapa yang meninggal, A? Bukan bapak kan, A?" Asmi terus saja mencecar dengan wajah panik dan resah.Tak pikir lama lagi, Asmi segera menemui Pak Amet yang tengah duduk di pojok ruangan."Pak, ini siapa yang meninggal?""Ibu saya, Mbak," jawab Pak Amet dengan suara serak. Asmi mengembuskan napas berat sambil memegangi dadanya.Aku melakukan hal yang sama, untunglah Tuhan masih beri kesempatan untuk Asmi bertemu bapaknya, entah ap
Ti ... t, ti ... t, ti ... t.Sengaja kubunyikan klakson mobil mewah Asmi saat sampai di depan pagar rumah ibu.Tak lama Mas Fatih datang membuka pintu, tapi bukannya cepat-cepat membuka pagar rumah, Mas Fatih malah berjalan pelan dengan mata menyipit penuh selidik.Ti ... t. Kubunyikan lagi klakson itu sampai Mas Fatih sedikit terperanjat di dekat pagar. Asmi cepat-cepat mencubitku, "Aa kebiasan deh," katanya.Aku membuka kaca mobil."Mas Fatih, malah bengong, tolong bukain," sahutku.Mas Fatih kaget bukan main saat ia melihat aku dan Asmi yang ternyata ada di dalam mobil mewah itu."Hasan, mobil siapa nih?" tanya Mas Fatih saat kami turun."Menurut Mas Fatih? Emangnya kita kayak Mas Fatih yang suka rental mobil?" Ti ... t. Tak lama dari itu suara klakson motor Aldan juga terdengar memasuki pagar. Hanum dan Aldan yang baru pulang melayat sama kagetnya saat melihat kami datang ke rumah ibu membawa mobil mewah."Wiih rental di mana nih Kak?" tanya Hanum seraya mengelus body mobil ka
Kami semua pun diam menahan kemurkaan diri masing-masing."Pulang kalian semua!" ucap Bapak lagi."Kok pulang sih, Pak? biarin anak-anak di sini, kecuali Asmi dan Hasan kalau dia mau tetep bela istrinya itu," protes Ibu.Akhirnya aku bangkit menarik tangan Asmi."Kami akan pulang kalau itu mau Ibu," ucapku.Aku pun keluar bersama Asmi, bapak tergopoh mengejar kami diikuti semua anak-anaknya."San, udah gak usah dimasukin ke hati ibumu emang gitu.""Gak apa-apa Pak, Hasan emang mau ada urusan.""Waw boleh juga nih mobilnya," kata Mbak Andin seraya mengelus body mobil Asmi."Besok ambil yang kayak gini napa yank?" Katanya lagi pada Mas Fatih."Cuma beginian doang mah kecil!" "Boleh juga kamu kreditnya, ambil yang berapa per bulan? Pantesan kemarin pulang ke desa, di sana Asmi pasti habis jual gunung warisan ya?" tanya Kak Alfa."Mamah! Apaan sih gunung-gunung," sahut Kak Angga si otak ngeres.Saat semua orang terkagum-kagum dengan mobilku, ibu justru hanya berdiri di dekat pintu rumah
"Jaga Asmi," ucap Bapak seraya menepuk pundakku.Setelah melihat gudang usaha Asmi, bapak minta diantarkan pulang, dan selesai mengantar bapak aku kembali ke toko."Gimana tadi lancar, A?" tanya Asmi."Lancar dong, nih Aa beliin Neng es cendol bahenol.""Enggak A, kali ini makasih," tolaknya."Loh kenapa? Tumben.""Neng 'kan mau serius diet A, biar cantik dan langsing."Aku diam sebentar, "maaf ya, gara-gara ibu dan sodara-sodara Aa Neng jadi harus susah-susah diet, padahal kalau Neng gak mau juga gak apa-apa Neng, Aa terima Neng apa adanya kok.""Neng mau kok A, Neng diet bukan semata-mata karena mereka, tapi karena mau memanjakan mata Aa juga," ucapnya tersipu di akhir kalimat.Ah istriku yang empuk memang gak pernah gagal buat hatiku meleleh.***2 hari kemudian.Asmi berteriak kencang. Ia sangat bahagia sebab Pak Asraja mengabarinya agar kami bersiap dan menjemputnya sore hari.Tentu saja Asmi sangat bahagia karena ini adalah waktu yang ditunggu-tunggu olehnya.Selama 3 hari Asmi
"Lepaskan saya, Cep! Paman mau kasih dia pelajaran atas luka hati yang selama ini kami rasakan." Paman terus memberontak."Istighfar Paman! Istighfar! Pak Asraja datang kesini karena mau menebus kesalahannya, beliau mau minta maaf pada Bu Sarah dan bertanggung jawab atas perbuatannya."Akhirnya setelah susah payah aku menahan paman, beliau mau sedikit tenang."Saya tahu saya banyak salah," kata Pak Asraja kemudian."Hidupmu memang penuh dengan kesalahan, saya pikir kamu sudah mati dasar biadab!" sembur Paman lagi, kutahan kedua tangannya ke belakang supaya Paman gak menyerang Pak Asraja."Saya akan tanggung jawab, mengurus dan mengakui Asmi sebagai anak saya, memberinya tempat dan pengakuan di rumah saya." "Kau memang harus melakukan itu biadab!" sengit Paman lagi.Pak Asraja menarik napas berat, ia lalu kembali melihat Bu Sarah yang masih belum sadarkan diri."Sarah .... aku datang, aku ingin mengakui Asmi sebagai anakku, aku ingin membawa anakku tinggal bersamaku. Apa kamu mau iku
Setelah Pak Asraja pulang naik ojek karena maksa gak ingin diantar, aku dan Asmi masuk ke dalam.Nenek dan ibu mertua masih terkagum memandangi setiap sudut rumah dengan raut yang berseri."Ini teh bener atau enggak atuh rumah kamu, Neng?" tanya Ibu mertua."Bener atuh Bu, kenapa? Pasti Ibu teh gak percaya ya?""Wajar atuh Neng Ibu gak percaya ini mah bukan rumah soalnya, ini mah udah mirip-mirip hotel." Aku segera ke belakang hendak menyiapkan minum untuk nenek dan ibu mertua, tak lama Asmi menyusul."A, menurut Aa, Papa teh serius gak sih ya mau lamar ibu?" "Serius, Aa percaya sama Papa, kenapa?""Em ... Neng punya ide, A.""Apa tuh?"Asmi berbisik menceritakan ide yang terlintas di kepalanya. Katanya ia berencana akan membuat acara lamaran papa nya itu bersamaan dengan acara syukuran rumah saja, Asmi sengaja ingin mengundang keluargaku terutama ibu, agar mereka lihat siapa papa nya Asmi yang selama ini gak mereka ketahui itu, Asmi berharap setelah mereka lihat papa kandung Asmi,
Pov Author.Setelah dari dapur Bu Pika mengetuk pintu kamar Hanum."Num, Num," katanya pelan, sebisanya wanita itu meredam suara ketukan pintu agar tidak terdengar oleh Hasan dan suaminya yang tengah mengobrol di ruang keluarga.Hanum datang membuka pintu, "iya, Bu?""Ibu mau bicara, boleh gak Ibu masuk?" tanya Bu Pika bisik-bisik."Oh ya udah masuk aja."Bu Pika masuk ke dalam kamar Hanum, wajahnya terlihat resah dan bingung. Aldan sang menantu akhirnya bertanya."Kenapa, Bu?" "Begini Dan, Ibu ... lagi bingung, sebenarnya tadi ada penagih hutang ke rumah," katanya ragu-ragu seraya meremas jari-jari tangannya yang sudah dingin dan gemetar sejak tadi."Hah? Hutang apa?" Hanum kaget."Sstt! Jangan kenceng-kenceng! Nanti kakakmu si Hasan itu denger.""Ibu nih hutang bekas apa sih, Bu? Terus emang berapa hutangnya?" Cemas Hanum bertanya."Hutang bekas Ibu pinjam buat DP mobilnya Mas Fatih itu loh Num, hutangnya sih gak banyak cuma 100 juta, Ibu kira gak bakal cepet ditagih, tahunya setor
"Istrimu itu Tih, kurang ajar banget sama Ibu, kalau bukan anak orang kaya udah Ibu pecat dia jadi mantu," kata Bu Pika jengkel."Ya habisan Ibu nya juga sih maghrib-maghrib dateng ke sini cuma mau bikin kesel aja, panteslah Andin marah. Fatih juga males jadinya."Bu Pika terbelalak, dada yang tadi bergemuruh kembali terasa panas."Kamu kok jadi nyalahin Ibu juga sih?""Jelas aja dong Bu, coba kalau Ibu gak bikin ulah, mungkin sekarang kami adem-adem aja.""Ah ya udahlah, percuma juga Ibu ngomong sama kamu, sia-sia juga ternyata Ibu dateng ke sini, kamu sama aja kayak si Hanum, gak punya rasa kasihan sama Ibu," tandasnya.Bu Pika lalu bangkit dan melangkah tergesa keluar, niat hati ingin dikejar dan dihentikan oleh Fatih tapi nihil.Lagi-lagi Bu Pika harus gigit jari dan menahan rasa kecewanya saat anak-anak yang selama ini ia bangga-banggakan malah memberi rasa sakit ke dalam hatinya."Tih kamu gak mau antar Ibu pulang apa?" tanya Bu Pika lagi, saat sengaja ia menghentikan langkah di