Share

kehilangan Yang Menyakitkan

"Kapan Bram akan menikahi kamu, Nak?" Manik mata milik ayah Rena, menatap sayu pada anak semata wayangnya.

"Ayah, jangan mikir yang berat dulu. Yang penting ayah sehat dan bisa beraktivitas seperti biasa." Rena mencoba mengalihkan pembicaraan.

Rena tahu, sudah lama ayahnya menginginkan dia untuk segera mengakhiri masa lajangnya. Tapi Bram masih belum siap. Sementara umur Rena terus merangkak naik.

Keluarganya yang lain sudah mencoba untuk menjodohkan dia dengan pria lain. Tapi dengan tegas Rena menolak. Rena menganggap itu semua hanya ketakutan dari mereka saja. Dia tetap yakin Bram akan menikahinya, walaupun memang memerlukan waktu yang agak lama.

Mimpi tinggal mimpi, janji tinggal janji.

Bram pergi dengan wanita idaman dan semua penghianatannya. Dan wanita itu bukan Rena.

Tinggal Rena sendiri yang memeluk mimpi dan semua janji itu dengan kesepian.

"Mana Bram? Kenapa dia tidak pernah datang?" lirih suara lelaki tua itu mencari keberadaan orang yang diharapkan mau menjadi calon menantunya.

Tapi dia tak kunjung ditemukan. Karena memang tidak mungkin ada dan datang kesini lagi.

Lelaki itu sedang mengikat janji sehidup semati saat ini. 

Air mata Rena sudah terasa berat di pelupuk mata. Dan siap tumpah saat ini. Tapi sekuat tenaga dia mencoba menahannya. Agar tidak membuat risau orang yang paling disayanginya.

"Suruh Bram datang, mana tahu bisa membuat ayahmu lebih tenang. Dari sebelum masuk rumah sakit ayahmu terus menanyakan tentang kalian berdua." Ibunya berkata.

apa yang harus dikatakannya pada kedua orangtuanya ini? Disaat seperti ini itu bukan kabar yang baik. Tapi malah akan menambah beban untuk kedua orang tuanya itu.

Rena memutar otak. Mencari celah agar tidak menyakiti hati siapapun. Walaupun dia sendiri tidak tahu bagaimana cara menyembunyikan luka hati ini.

"Bram sedang keluar kota, Bu." 

"Oh... begitu. Katakan padanya bila sampai di sini segera datang menemui ayahmu. Agar kami tahu seberapa serius dia menjalin hubungan denganmu." kata ibunya lagi.

Begitu dalam harapan orang tua itu kepada lelaki yang bernama Bram. Orang yang diharapkan akan membahagiakan anaknya kelak. Tapi ternyata dia sudah menghempaskan semua harapan itu. Tanpa disadari lelaki itu dia sudah menghancurkan hatimu berapa orang.

Rena keluar kamar rawat inap ayahnya. Dia akan pergi menuju apotik terdekat untuk membeli beberapa obat yang tidak tersedia di rumah sakit ini.

Mungkin duduk sebentar di kursi taman ini, bisa membantunya melepaskan sedikit beban yang menempel di punggungnya.

Rena menangkupkan kedua tangan di wajahnya. Tak peduli pandangan orang sekitarnya. Dikeluarkannya seluruh tangisan yang sudah sedari tadi ditahan. Badannya sampai bergetar. Begitu perih luka yang diberikan Bram kepadanya.

Diraihnya kertas undangan yang diterimanya dari seorang teman. Undangan pernikahan Bram dengan Lila, wanita yang selama ini dikenalkan padanya sebagai seorang sepupu. Tenyata dia adalah duri dalam hubungannya selama ini. 

Dirobeknya undangan itu sampai menjadi potongan terkecil. 

Rena menghapus semua air matanya. Kekuatan kembali hadir dihatinya, Suara lantunan adzan dari mesjid yang berada di depannya, seketika membuyarkan lamunannya.

Dilangkahkan kakinya menuju tempat suci itu. Mungkin ini bisa menjadi obat dari segala kesedihannya.

Air wudhu yang membasahi badannya seketika membuatnya tenang.

Lalu bersujud memohon ampunan atas dosa yang telah dilakukannya selama ini.

Rena telah ikhlas menerima semua takdir yang terjadi atas dirinya. Sekarang dia berharap bisa menjalani hari-harinya lagi. Semoga yang terbaik diberi Tuhan kepadanya.

Rena bertekad akan berubah lebih baik lagi. Mungkin yang terjadi sekarang adalah sebuah teguran. Selama ini dia salah berharap kepada manusia dan sudah melupakan Sang Maha Pencipta.

Ponselnya berdering.

"Assalamualaikum,Bu."

[Wa'alaikumsalam. Apa sudah dapat obatnya, Nak?] tanya ibunya dari seberang sana.

"Sebentar ya, Bu. Rena masih di mesjid depan rumah sakit. Habis ini Rena langsung ke apotik." jawabnya.

[Tidak usah, Nak. Segera kembali ke sini saja.]

"Memangnya ada apa Bu?" Rena menangkap ada yang tidak beres dari perkataan sang ibu.

[Yang penting kamu kembali kesini saja.] kata ibunya lagi.

Setelah menutup panggilan telepon dengan salam, Rena bergegas menuju tempat ayahnya dirawat.

Dia berlari hingga hampir terjatuh. Perasaannya tidak bisa dibohongi, ada sesuatu yang buruk sedang terjadi.

Begitu pintu kamar dibuka, Rena sudah mendapati tubuh sang ayah sudah ditutup menggunakan selimut. 

Rena langsung tahu kalau lelaki yang menjadi kebanggaannya selama ini, sudah pergi menghadap Ilahi tanpa dia disampingnya.

Ya, kini Rena benar-benar ditinggalkan oleh dua lelaki yang sangat disayanginya, dalam waktu yang bersamaan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status