Entah bagaimana Rena harus menjalani hari-harinya nanti tanpa Bram disampingnya.
Sedangkan selama ini hanya Bram orang terdekat dengan dirinya, selain kedua orangtuanya.7 tahun bukan masa yang pendek untuk Bram dan Rena menjalin hubungan asmara. Selama itu pula mereka seperti tidak pernah terpisahkan. Dimana ada Bram di situ ada Rena. Sepengetahuan Rena, Bram sangat mencintai Rena, begitu pula sebaliknya.Sifat Bram yang otoriter, malah dipikir Rena karena Bram terlalu mencintainya. Tapi dia salah. Itu hanya tipu daya Bram saja. Agar Rena tidak berpindah kelain hati.Rena mempunyai jabatan yang lumayan bagus di sebuah perusahaan. Dia adalah sekretaris pribadi Alvin Pratama, Seorang CEO di perusahaan terkenal.Sementara Bram yang berumur jauh di bawah Rena, masih seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi swasta dikota ini.Bram meninggalkan kampung halamannya untuk menempuh pendidikan. Tadinya dia berniat menyambung kuliah sambil bekerja. Tapi apa daya, mencari kerja dikota besar tidaklah segampang membalikkan telapak tangan. Padahal untuk berkuliah dia mengandalkan kiriman dari orang tuanya yang hanya seorang petani di desanya.Tapi Bram tipe orang yang menjaga gengsinya. Dia juga memilih untuk mendapat pekerjaan yang bagus. Tentu saja harus dengan gaji yang besar. Mana mau dia bekerja kalau dengan gaji yang kecil saja.Bram harus memutar otak, agar uang kiriman orangtuanya cukup untuk digunakan selama sebulan sampai orangtuanya mengirim kembali di bulan berikutnya.Tak jarang Bram kekurangan uang sebelum datang lagi kiriman selanjutnya. Biasanya sebagai anak kost dia mengandalkan belas kasihan teman-temannya. Atau hanya makan seadanya saja yang penting bisa mengganjal perutnya yang lapar.Bram tinggal di sebuah kamar kost. Kegiatan yang dilakukannya sepulang dari kampus hanya duduk-duduk saja main gitar dan kadang nongkrong bersama teman-temannya.Begitulah dia menghabiskan waktunya, tanpa ada kegiatan yang berarti. Beberapa temannya sudah menawarkan lowongan pekerjaan paruh waktu khusus anak kuliah.Misalnya jadi pelayan di sebuah cafe atau restoran.Bukan Bram namanya kalau mau menerima pekerjaan itu. Tentu saja dia akan menolaknya mentah-mentah. Dia gengsi hanya bekerja sebagai pelayan saja. Inginnya lebih, kalau bisa jadi managernya.Siang itu seperti biasanya, dia mulai memainkan gitar dan menyanyikan sebuah lagu kesukaannya. Tiba-tiba sebelah kamarnya yang selama ini kosong menjadi ramai. Rupanya ada penghuni baru yang akan pindah ke situ. Dan saat ini dia sedang proses pindah barang ke kamar itu.Bram pikir kamar itu akan dihuni oleh seorang lelaki. Seperti kebanyakan penghuni kamar kost yang berada di lantai 2 ini. Ternyata kali ini penghuninya adalah seorang wanita.Bram tidak terlalu ambil pusing tentang siapa yang mau tinggal di situ. Dia juga tidak terlalu menanggapinya. Karena sudah biasa juga di tempat kostnya ini, penghuninya datang dan pergi.Sudah tiga hari sejak kedatangan penghuni baru, Bram belum juga tahu siapa orangnya.Sampai suatu hari kamarnya diketok seseorang.Tok..tok..tok..Bram yang baru saja terlelap malas-malasan membuka pintu.Kaget sudah pasti, di depannya berdiri seorang wanita bertubuh mungil berambut sebahu dan memakai baju warna pink serta bercelana pendek. Wanita itulah yang mengetuk pintu kamar Bram."Mas.. Mas.. halo.."Wanita itu mencoba menyadarkan Bram. Karena Bram hanya menatap tanpa berbicara sepatah kata pun.Dia merasa seperti mimpi dan didatangi oleh bidadari cantik."Mas..""Eh.. iya, ada apa Mbak.." tanya Bram salah tingkah setelah menyadari kalau wanita yang di depannya adalah manusia."Maaf, mau minta tolong bisa tidak?" Tanya wanita itu, yang ternyata adalah Rena."Bisa banget, Mbak." Jawab Bram tanpa malu-malu. Siapa juga yang menolak membantu wanita secantik bidadari ini."Saya mau pasang kaca di dinding tapi tidak bisa bikin pakunya di atas. Tolong bantuin dong, Mas?" Kata Rena pada Bram yang masih setengah sadar itu."Dengan senang hati, Mbak." Ucapnya tegas.Akhirnya dia membantu Rena, melakukan apa yang dimintanya.Ketika masuk ke kamar Rena, dia terpesona, karena kamar Rena tertata rapi. Apalagi kamar itu sangat wangi, dan itu sungguh menghipnotisnya. Seperti wangi wanita ini. Bram sempat menghirup wangi seperti ini, ketika membukakan pintu untuknyaSetelah melakukan apa yang diperintahkan Rena mereka pun berbasa-basi sekedarnya saja.Perkenalan pun terjadi.Bram pikir Rena adalah seorang mahasiswi juga. Karena postur badannya yang mungil Dan juga wajahnya yang cantik itu tidak terlihat kalau dia ternyata seorang pegawai swasta.Rupanya Raina juga alumni dari universitas yang sekarang Bram menimba ilmu di sana. Jadi pembicaraan pertama mereka sedikit nyambung.Raina pindah ke sini agar bisa dekat dengan tempat kerjanya. Selama ini dia tinggal bersama orang tuanya tapi agak jauh dari tempatnya bekerja.Jadi untuk memudahkan mobilitasnya, Rena memilih untuk pindah rumah. Walaupun sesekali dia masih pulang ke rumah orang tuanya di waktu weekend.Bram tidak peduli dengan rentang usia mereka yang terpaut lumayan jauh. Baginya Rena adalah wanita cantik dan juga menarik. Bram akui, dia merasakan ada getaran cinta di dadanya di awal kali bertemu dengan Rena.Setelah pertemuan pertama itu, mereka menjadi dekat. Bahkan setelah itu lama-kelamaan kedekatan mereka berubah menjadi sepasang kekasih.Tapi tidak terlihat mereka memiliki perbedaan umur. Mereka seperti pasangan kekasih yang serasi dan juga harmonis. tidak ada yang menyangka bila mereka mempunyai perbedaan seperti itu.Bram tertolong dengan kehadiran Rena. Dia bisa mencukupi kebutuhannya berkat Rena.Rena juga terlihat sangat loyal pada kekasihnya itu. Dia tidak segan-segan mengucurkan berapapun dana yang diminta oleh Bram. Apalagi kalau alasannya sudah untuk biaya kuliah. Rena ingin Bram menyelesaikan kuliahnya dengan baik, tanpa harus memikirkan biayanya..Apalagi Rena tahu Bram bukan dari keluarga yang berkecukupan. Rena ikhlas membantu kekasihnya itu.Pada Rena, Bram mengatakan akan menikahinya setelah tamat dan mendapat pekerjaan yang layak.Wanita mana yang tidak tergiur oleh janji-janji indah kekasih hatinya itu. Rena percaya mulut manis Bram. Apalagi sifat Bram kepadanya selama ini menurut Rena begitu perhatian kepadanya.Padahal itu bukan perhatian melainkan sifat posesif, agar Rena tidak berpindah ke lain hati. Agar Rena hidupnya tergantung pada Bram. Bahkan sekedar kumpul bersama temannya pun, Bram tidak akan mengizinkan.Bram takut, Rena tidak lagi membutuhkan dirinya. Bila itu terjadi, maka hancurlah Bram. Rena akan meninggalkannya dengan segala fasilitas yang diberikan pada Bram.Saat itu Bram sudah mulai berpikir, kalau dia tidak mungkin menghabiskan sepanjang hidupnya bersama Rena. Dia juga ingin mendapatkan wanita yang lebih muda di bawahnya. Baginya Rena adalah donatur keuangan untuk menuju masa depannya saja.Begitulah 7 tahun mereka bersama menghabiskan waktu berdua. Sampai Bram tamat kuliah dan mendapat pekerjaan yang bagus, tentu saja dengan gaji yang besar.Perlahan dia mulai melupakan Rena.Sampai akhirnya dia benar-benar meninggalkan Rena sendiri.Bram yang sudah punya pekerjaan mapan dengan jabatan yang diinginkannya, memilih menikahi wanita cantik yang baru dikenalnya.Tanpa rasa bersalah dia malah mengirimkan undangan untuk Rena.Hancur lebur hati wanita itu. Semua perhatian kebaikannya selama ini pada Bram hanya dianggap sebagai angin lalu saja.Rena terlambat menyadari kalau Bram ternyata punya maksud dibalik perhatiannya selama ini.Waktu yang dihabiskannya selama 7 tahun bersama Bram terbuang sia-sia. Bersamaan dengan bertambahnya umurnya menjadi gadis tua.Apalagi saat ini ayahnya sedang sakit-sakitan. Dan menginginkan agar enak segera mengakhiri masa lajangnya.Bagaimana dia harus memenuhi permintaan terakhir ayahnya itu?Sementara lelaki yang selama ini menggaungkan kata cinta padanya, dan juga berjanji akan menikahinya telah berlalu pergi dari hidupnya. ⭐⭐⭐"Kapan Bram akan menikahi kamu, Nak?" Manik mata milik ayah Rena, menatap sayu pada anak semata wayangnya."Ayah, jangan mikir yang berat dulu. Yang penting ayah sehat dan bisa beraktivitas seperti biasa." Rena mencoba mengalihkan pembicaraan.Rena tahu, sudah lama ayahnya menginginkan dia untuk segera mengakhiri masa lajangnya. Tapi Bram masih belum siap. Sementara umur Rena terus merangkak naik.Keluarganya yang lain sudah mencoba untuk menjodohkan dia dengan pria lain. Tapi dengan tegas Rena menolak. Rena menganggap itu semua hanya ketakutan dari mereka saja. Dia tetap yakin Bram akan menikahinya, walaupun memang memerlukan waktu yang agak lama.Mimpi tinggal mimpi, janji tinggal janji.Bram pergi dengan wanita idaman dan semua penghianatannya. Dan wanita itu bukan Rena. Tinggal Rena sendiri yang memeluk mimpi dan semua janji itu dengan kesepian."Mana Bram? Kenapa dia tidak pernah datang?" lirih suara lelaki tua itu mencari keberadaan orang yang diharapkan mau menjadi calon menan
"Ren, tolong ke ruanganku sebentar. Bawakan berkas untuk ditandatangani," kata Alvin pada sekretarisnya itu."Sekalian, berkas untuk seminggu kedepannya," lanjut Alvin lagi.Pintu terbuka, wangi parfum yang sangat dikenal Alvin, lebih dulu sampai di indera penciumannya. Itu tanda yang datang adalah sang sekretaris. Sudah seminggu sejak kematian ayahnya, dan Rena baru masuk kembali setelah mengambil cuti. Alvin sudah sangat merindukannya, hingga mengambil kesempatan untuk segera bertemu dengan wanita yang sebenarnya masih mempunyai tempat dihatinya itu.Tapi Rena sudah berubah penampilannya. Tidak ada lagi Rena dengan blazer dan rok pendeknya, rambut yang sering berganti model. Kadang lurus, kadang bergelombang itu, sekarang diikat rapi. Alvin takjub melihatnya, Rena sangat cantik sekali dengan balutan baju dan celana panjang yang menutup tubuhnya. -Ah, Rena. Andai saja dulu kamu tidak menolakku, mungkin saat ini, aku adalah laki-laki paling beruntung di dunia ini.- Batin Alvin. Le
Setelah berbincang sejenak dengan sopir taksi, Barra mengeluarkan dompet dari sakunya. Ternyata dia membayar ongkos taksi yang di pesan Rena tanpa harus Rena naik taksi dan pulang menggunakan kendaraan itu.Rena terpana melihat apa yang dilakukan Barra itu. Dia tidak menyangka kalau ternyata Barra melakukan hal itu, agar Rena bisa pulang naik motor dengannya."Bukankah kata Alvin kita harus bekerja sama? Dimulai hari ini, aku akan mengantar dan menjemputmu pergi dan pulang kerja," kata Barra diiringi senyuman yang jarang diberikan untuk orang lain."Kenapa harus begitu?" Protes Rena."Karena kita harus bisa beradaptasi dengan baik. Jadi didalam pekerjaan nanti, sudah tidak ada rasa canggung lagi," kata Barra sembari menyerahkan sebuah helm yang sudah dipersiapkan untuk Rena.Rena meraihnya. Dia pikir helm yang diberikan Barra untuk dipakainya itu, juga dipakai oleh orang lain. Tentu pacar Barra yang selama ini memakainya.Rena sempat mencium dalam helm itu, tapi kelihatannya helm ini
Lelaki yang duduk manis diatas motor itu melambaikan tangan kepada Rena. Rena yang masih belum sadar seratus persen itu, mengucek mata untuk melihat dengan jelas siapa orang yang melambaikan tangan kepadanya.Setelah dilihat dengan seksama, Rena pun mengenalinya. Dia adalah Barra rekan kerjanya, yang kemarin sore sudah membuat harinya terasa hangat dan bahagia, serta sejenak Rena bisa melupakan masa lalunya itu.Tapi mau apa Barra sepagi ini sudah datang ke sini?Rena pun langsung menyambar jaket dari belakang pintu. Karena dia hanya menggunakan celana tidur panjang dan baju tangan lengan. Tidak mungkin dia menemui Barra dalam keadaan seperti itu. Rena bergegas menemui Barra di luar. Dan menanyakan maksud tujuan Barra datang ke rumahnya, tanpa memberi kabar terlebih dahulu."Selamat pagi ..." sapa Barra.Rena hanya tersenyum sambil menunjukkan barisan giginya yang tertata rapi dan berwarna putih bersih itu."Kenapa pagi-pagi sudah ada di sini? kenapa tidak menghubungiku dulu sih?"
"Rena ... Ren ..." Lelaki itu memaksa masuk ke dalam halaman kantor. Meski langkahnya di halangi oleh satpam perusahaan."Lepaskan aku! Aku hanya ingin bertemu dengan Rena sebentar." dia terus memberontak dan ingin lepas dari cengkraman dua orang satpam yang memegang kedua tangannya.Rena ketakutan, dan kembali masuk ke dalam lobby kantor. Barra yang sudah kembali dengan motornya melihat dari jauh tingkah Rena yang lari terbirit-birit, seperti melihat hantu saja.-Kenapa dia?-Pikir Barra.Lelaki itu malah memberhentikan motornya tepat di depan pintu masuk lobby perusahaan.Barra menunggu Rena keluar lagi. Mungkin ada yang tertinggal di dalam sana, Barra masih berpikir positif.Sampai akhirnya dia melihat ke arah pos satpam, ada dan yang sedang terjadi di sana. Barra memicingkan matanya, lalu berjalan perlahan mendekat tempat dimana Bram sedang memberontak.Dia merasa saat ini bertanggung jawab atas apapun yang terjadi di perusahaan ini. Sebab seminggu ini Alvin sudah menyerahkan tangg
"Kenapa mobilnya kamu serahkan pada Rena? Bukankah itu mobilmu, Mas?" Lila, istri Bram bertanya pada suaminya."Mas, kenapa kamu diam saja tidak menjawab pertanyaanku? Lalu sekarang kamu menatap kepergian mantan kekasihmu itu dengan pandangan seperti itu. Apa kamu cemburu melihatnya pergi dengan lelaki tampan itu?" Lila terus mendesak Bram untuk menjawab pertanyaannya."Diam lah Lila! Kamu tidak paham apa yang aku rasakan saat ini?" Bram marah karena Lila terus mendesaknya."Loh ... Kamu kok jadi marah sama aku, Mas? Pasti benar dugaanku kan, kalau kamu cemburu melihat mantanmu itu dibonceng oleh lelaki lain. Dasar munafik. Kamu sudah menikah denganku, tapi hatimu tetap pada Rena. Kalau tahu begini, aku menyesal mau jadi istrimu." Lila marah karena Bram terus memandang kepergian Rena."Aku tidak memaksamu untuk menikah denganku. Apa kamu lupa kalau kamu yang sudah menjebakku agar mau menikahimu? Coba kalau kamu tidak datang sebagai perusak hubungan kami, mungkin saat ini aku masih baha
"Jadi bagaimana, Ren. Apa kamu mau menerimaku?" tanya Barra. Rena terkejut mendengar pernyataan lelaki yang mulai memikat hatinya itu. Rena pikir Barra ini tipe orang yang suka tembak langsung. Tentu saja hal ini membuat Rena menjawab dengan terbata-bata."M-maksudnya apa ini?" Wajah Rena merah padam karena tersipu malu. Dia tidak menyangka kalau Barra terlalu nekat. "Jadi pendampingmu? Kamu mau kan?" Barra bersemangat mengucapkannya dan sangat menunggu jawaban Rena.Wanita mana yang hatinya tidak meleleh melihat perlakuan Barra saat ini. "Jangan bercanda, dong. Aku tau kamu coba menghiburku," kata Rena. Karena dia masih ragu dengan ucapan Barra. Rena menunduk tidak berani menatap mata lelaki yang ada di hadapannya."Kok bercanda, sih? Aku serius dengan ucapanku ini. Aku ingin menggantikan posisi lelaki brengsek itu di hatimu." Barra dengan mantap meyakinkan Rena yang sedang galau."Apa tidak terlalu cepat? Kamu belum memahami aku luar dalam. Aku takut nanti kamu menyesal di kemudi
"Ren ... Tunggu aku ....." Barra mengejar Rena yang sudah berlalu pergi meninggalkan mereka berdua.Padahal sebenarnya Barra belum selesai memberi pelajaran pada Bram. Dia ingin membuat Bram meminta ampun karena sudah membuat Rena malu. Tapi saat ini Barra lebih memperdulikan hati Rena. Karena dia takut dampak terpukulnya wanita itu dengan ucapan mantan kekasihnya yang sudah membuka semua aib mereka di masa lalu."Pergilah kejar wanita munafik itu. Tidak salah kalau aku mencampakkannya. Karena ternyata dia lebih liar dari dugaanku. Karena sanggup membagi tubuh dan cintanya untuk orang lain." Bram ternyata masih belum puas untuk mempermalukan Rena lebih dalam lagi.Bram pikir ketika dia berbicara seperti itu Barra tidak akan peduli. Ternyata dia salah, lelaki bertubuh tegap itu berbalik arah dan kembali kepadanya dengan wajah yang terlihat sangat marah.Tanpa aba-aba Barra kembali melayangkan tinjunya berkali-kali ke wajah Bram. Dan laki-laki yang bertubuh kecil daripada Barra ini am