"Sepertinya Opa sangat menyayangi dia ya?" ucap pria itu yang tidak lain adalah Axel sambil menyunggingkan senyum miring di bibirnya. Dia berjalan mendekat ke arah meja kerja Tuan Del Piero.
Emily mematung menatap pria yang saat ini sudah berada di sebelahnya. "Om Axel? Ya ampun, ternyata dia masih sangat tampan. Aku kira foto yang ada di dalam kamar itu foto dia sepuluh tahun yang lalu soalnya kelihatan masih muda banget, tapi ternyata memang masih sangat muda, tidak setua umurnya. Tapi ... aku nggak lagi mimpi ini 'kan? Masa sih aku punya suami om-om tapi setampan ini." Emily bergumam di dalam hati sambil mencubit lengannya sendiri."Sssttt!" Emily meringis kecil ketika merasakan sakit di lengannya.Sementara Axel yang berada tidak jauh dari Emily dapat mendengar suara ringisan Emily. Dia memutar bola matanya malas. Dia tahu apa yang sedang dipikirkan oleh gadis kecil di sebelahnya itu. Akan tetapi, dia tidak mau ambil pusing. Dia kembali menatap Tuan Del Piero yang saat ini sedang tersenyum tipis kepadanya."Tentu saja Opa menyayangi dia. Hanya dia yang menyayangi, Opa," jawab Tuan Del Piero sambil menyunggingkan senyum tulus pada Emily. Hingga membuat Axel yang melihat senyuman Tuan Del Piero tertegun, karena sudah lama sekali dia tidak pernah melihat senyum itu."Emily! Kemari, Sayang," ucap Tuan Del Piero memerintahkan Emily untuk lebih mendekat.Emily yang sedang mengusap lengannya yang sakit akibat dia cubit segera mendongak menatap Tuan Del Piero. Setelah itu, dia berjalan mendekat ke arahnya. Dia berdiri di depan meja Tuan Del Piero sambil menatap Tuan Del Piero. "Iya, Opa."Axel menatap Emily tidak suka. "CK!" Axel berdecak kesal karena secara lancang Emily berani menatap Tuan Del Piero. Padahal selama ini tidak ada yang berani menatap Tuan Del Piero secara langsung. Semua orang yang diajak bicara oleh Tuan Del Piero pasti menundukkan kepalanya kecuali dirinya yang tidak lain adalah cucu Tuan Del Piero sendiri.Axel beralih menatap ke arah Tuan Del Piero. "Lalu aku apa, Opa? Kalau aku tidak menyayangi Opa, aku tidak akan kembali ke sini ketika mendapat kabar jika Opa sedang sakit."Axel tidak terima dengan apa yang baru saja Opa-nya katakan. Dia juga menyayangi Tuan Del Piero, jika tidak, mungkin dia tidak akan menuruti permintaan Tuan Del Piero untuk segera menikah.Tuan Del Piero tersenyum sinis. "Kalau kamu memang sayang sama, Opa. Seharusnya sesudah menikah, kamu itu langsung tinggal di sini bersama Emily dan membuatkan cucu buyut untuk Opa," ucap Tuan Del Piero yang berhasil membuat Emily melebarkan kedua manik matanya.Axel mendengkus. "Aku 'kan sudah menuruti permintaan Opa untuk segera menikah, jadi tolong Opa jangan menuntut hal lain," jawab Axel."Opa hanya ingin melihat kamu memiliki seorang putra, Axel. Apa Opa salah? Opa takut sebelum Opa melihat putramu, Opa sudah meninggal dunia lebih dulu. Apa kamu tidak kasihan sama Opa, hah?" Tuan Del Piero berucap sambil menatap Axel.Axel memutar bola matanya malas ketika Tuan Del Piero memulai dramanya lagi. Ujung-ujungnya dia tidak bisa menolak permintaan Tuan Del Piero."Kenapa Opa selalu mengatakan akan meninggal sih!" ucap Axel sambil menatap Tuan Del Piero tidak suka. Dia paling tidak suka jika Tuan Del Piero sudah membahas kematian."Ya, pada kenyataannya memang begitu. Opa sedang sakit dan tidak lama lagi Opa akan meninggal," ucap Tuan Del Piero sambil menundukkan kepalanya.Emily terkejut mendengar penuturan Tuan Del Piero. Memang selama dia tinggal di mansion ini. Setelah waktu makan, akan ada seorang maid yang datang dan memberi Tuan Del Piero beberapa butir obat. Namun, Emily mengira jika itu hanya vitamin untuk menambah daya tahan tubuh, bukanlah obat.Walaupun Emily ingin sekali segera bertanya pada Tuan Del Piero tentang kebenaran jika Tuan Del Piero memang sakit, tetapi dia hanya diam di tempatnya saja. Dia tidak berani menyela pembicaran antara Tuan Del Piero dengan Axel."Sudahlah!" Tuan Del Piero mendongakkan wajahnya dan menatap Axel. "Lebih baik, jika kamu memang sayang dengan Opa dan bisnis keluarga kita. Mulai hari ini! Detik ini! Kamu tinggal di sini bersama Opa dan istrimu itu. Dan segera beri Opa cucu!"Axel menatap Tuan Del Piero dengan tatapan tidak percaya. Apa Tuan Del Piero mengira membuat anak semudah membuat kue yang diadon, dipanggang dan terus jadi. "Opa kalau bicara jangan bercanda!""Opa tidak bercanda! Jika kamu tidak mau memberikan apa yang Opa minta, siap-siap saja bisnis keluarga kita akan jatuh ke tangan Alfa."Axel mengepalkan kedua telapak tangannya hingga membuat buku-buku jarinya memutih ketika mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Tuan Del Piero. Ingin rasanya Axel segera meluapkan rasa kesal di hatinya karena selalu dipojokan oleh Tuan Del Piero terus menerus. Sungguh Tuan Del Piero sangat menyebalkan, jika Axel tidak menyayangi Tuan Del Piero mungkin dia akan membiarkan Tuan Del Piero mati dan setelahnya dia bisa hidup dengan bebas.Akan tetapi, Axel terlalu menyayangi Tuan Del Piero. Hingga terkadang Tuan Del Piero berbuat seenaknya kepada Axel. Axel kemudian segera berjalan pergi dari ruang kerja Oppa-nya dan ...BRAK!Axel membanting pintu ruang kerja Tuan Del Piero, hingga membuat Emily terlonjak kaget dan Tuan Del Piero geleng-geleng kepala."Emily," panggil Tuan Del Piero beberapa saat setelah Axel pergi."I-iya Opa?" Emily menatap Tuan Del Piero.Wajah Tuan Del Piero berubah sedih. Dia kemudian menundukkan wajahnya hingga membuat Emily khawatir.Emily berjalan agar posisinya lebih dekat dengan Tuan Del Piero. Dia berjongkok di sebelah kursi kerja Tuan Del Piero sambil menggenggam tangan orang yang selama satu bulan ini menyayanginya. "Ada apa, Opa? Apa Opa selama ini sedang sakit?"Tuan Del Piero menatap wajah Emily. "Tolong bantu, Opa."Emily menautkan alisnya. "Bantu apa, Opa?""Bantu Opa agar Axel segera menyentuh kamu dan memberikan Opa penerus."Axel keluar dari ruang kerja Tuan Del Piero dengan wajah merah padam. Dia sungguh tidak habis pikir dengan Opa-nya itu. Waktu itu, Opa-nya meminta dia untuk segera menikah. Setelah dia menikah, sekarang Opa-nya meminta dia untuk segera memberi Opa-nya cucu. Sungguh ... Axel menyesal sudah kembali ke Indonesia jika seperti ini. Seharusnya, dia tinggal di Meksiko saja. Mengurus semua bisnis yang ada di sana, tanpa ada orang yang mengganggu dirinya. "Ada apa, Tuan Muda?" tanya Maxime ketika masuk ke dalam ruang kerja milik Axel dan melihat raut wajah Axel yang sudah merah padam. "Opa mulai berulah lagi!" jawab Axel sambil menyandarkan kepalanya di sandaran kursi kerjanya dengan mata tertutup. Maxime menautkan alisnya. "Maksud, Tuan Muda?" Axel menghela napas kasar. "Opa meminta cucu." "Ukhuk! Ukhuk! Ukhuk!" Maxime terbatuk ketika mendengar apa yang diucapkan bosnya. Axel langsung membuka matanya dan menatap Maxime kesal. "Ukhuk! M-maaf, Tuan Muda," ucap Maxime sambil menunduk. Ax
Beberapa jam yang lalu ketika di ruang kerja Tuan Del Piero. "Bantu Opa agar Axel segera menyentuh kamu dan memberikan Opa penerus." Emily melebarkan kedua matanya. "I-itu tidak mungkin Opa," ucap Emily sambil menundukkan wajahnya. "Tidak mungkin kenapa? Opa yakin kamu bisa, Emily. Opa mohon sama kamu tolong penuhi permintaan Opa. Dan Opa mohon tolong buat Axel jatuh cinta sama kamu juga." Emily menatap Tuan Del Piero sejenak. Setelah itu, dia menundukkan kepalanya. "Aku tidak yakin apa aku bisa melakukan itu, Opa. Bahkan sepertinya Om Axel tidak menyukai aku." Tuan Del Piero tersenyum tipis mendengar panggilan Emily ke cucunya. Namun, tidak lama wajahnya kembali biasa. Dia mengenggam tangan Emily dengan erat. "Opa yakin kamu bisa, Sayang. Sekeras-kerasnya batu, pasti bisa hancur juga dengan tetesan air yang terus menerus jatuh di atas batu itu." Emily mengembuskan napasnya dengan berat ketika mengingat permintaan Tuan Del Piero. Apalagi saat ini di tangannya ada sebuah kertas, k
Axel menyeringai. Dia berdiri dan berjalan mendekat ke arah Emily. Setelah itu, dia menatap Emily yang ada di hadapannya dan mendekatkan wajahnya pada wajah Emily. Dengan reflek Emily menutup matanya, dia juga menahan napasnya ketika wajah Axel semakin dekat dan hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya. Dapat Emily rasakan deru napas Axel menerpa kulit wajahnya. Gluk ... Emily menelan salivanya dengan susah. Seringaian kembali muncul di bibir Axel ketika melihat Emily menutup matanya. Dia mengelus lengan bagian atas Emily hingga bawah dengan jari telunjuknya. "Aku tahu, kamu pasti akan menyetujui perjanjian itu. Karena perjanjian itu sangat menguntungkan untuk kamu," ucap Axel dengan suara sensual. "Tapi maaf, aku tidak bernapsu dengan kamu," ucap Axel yang kemudian langsung menjauhkan dirinya dari Emily. Mendengar kalimat Axel membuat Emily langsung membuka matanya lebar-lebar. Dia menatap Axel yang berjalan masuk ke dalam kamar mandi dengan tatapan kesal. "Hih, nyebelin ban
Ceklek ... Axel yang sedang bingung kenapa dirinya bisa baru bangun tidur langsung mengalihkan pandangannya ke arah suara pintu kamar mandi yang terbuka. Dia bisa melihat Emily yang keluar dari dalam kamar mandi dengan pakaian yang sudah rapi. Axel penasaran ke mana Emily akan pergi tetapi dia tidak menanyakannya pada Emily dan memilih untuk diam dan langsung masuk ke dalam kamar mandi. BLAM! Emily menoleh ke arah pintu kamar mandi yang sudah tertutup. Namun, dia langsung mengedikkan bahunya tidak peduli dan memilih melanjutkan menyisir rambutnya dan segera bersiap-siap karena sebentar lagi waktunya Tuan Del Piero sarapan. Axel yang sudah selesai keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk di pinggangnya. Dia menatap Emily yang sudah siap dengan tatapan yang sulit diartikan. Setelah itu, dia berjalan ke arah tempat tidur, dia menggeram kesal ketika tidak melihat baju di atas tempat tidur. "Di mana bajuku?" tanya Axel dengan nada kesal. Emily yang sedang merapikan berkas-berkasnya
Emily berjalan cukup cepat ke ruang tengah bersama Chrisa. Saat ini dia sudah hampir telat untuk pergi ke kampus. Ini semua gara-gara Chrisa yang terus saja bertanya ini itu kepada dirinya tadi. Seharusnya Emily tidak susah bercerita pada Chrisa, tetapi jika bukan pada dia lalu pada siapa Emily bercerita? Karena saat ini Emily tidak memiliki siapa-siapa. "Wah ... wah ... wah ... lihat Nona Muda kita, semakin hari semakin cantik saja."Emily yang sedang berjalan terkejut dengan kehadiran seorang pria cukup tampan, tinggi, dan bersetelan kantor sedang berdiri menghadang langkahnya dan menatap Emily dengan tatapan mesumnya. Dengan refleks Emily langsung mundur beberapa langkah menghindari pria itu. "Maaf, Tuan Muda Alfa. Sebaiknya Anda menyingkir, Nona Muda harus segera pergi ke kampus karena dia sudah telat," ucap Chrisa pada pria itu yang tidak lain adalah Alfa. "Siapa kamu, berani-bedaninya mengatur saya? Ingat! Kamu itu cuma pembantu di sini! Jadi jangan syok!" ucap Alfa sambil me
Axel menatap Maxime dengan tatapan datar. Setelah itu, dia tersenyum miring. "Apa kamu menyukai dia?" Mendengar pertanyaan dari Axel, membuat Maxime terkejut. Dia langsung mengangkat wajahnya dan menatap tuan mudanya itu. "Saya tidak mungkin menyukai Nona Muda, Tuan Muda. Saya melakukan itu karena Nona Muda memang pantas mendapatkannya. Bagaimanapun juga, Nona Muda adalah istri Anda. Jadi, sudah sepantasnya saya melayani istri Anda itu."Axel menatap Maxime dengan seksama, melihat apa asistennya itu mengatakan hal sebenarnya atau sedang berbohong. Namun, setelah dilihat-lihat sepertinya Maxime mengatakan hal sejujurnya."Jadi ... apa para klien dari Singapura sudah datang?" tanya Axel tidak mau membahas hal yang menurut dia tidak penting. "Belum, Tuan Muda. Tapi, tadi mereka memberi kabar jika saat ini mereka sedang dalam perjalanan kemari."Axel mengangguk. "Kalau begitu kamu boleh kembali ke ruanganmu."Maxime hanya diam. "Apa kamu tidak mendengarku, Maxime?" tanya Axel dengan sua
Emily menatap pria yang berdiri di sebelah mejanya. "Aku nggak apa-apa," jawab Emily sambil menundukkan kepalanya kembali. Pria itu tersenyum, dia kemudian langsung duduk di kursi yang tadi diduduki oleh Angel dan Sherly. "Kamu kenapa sih, Emily? Perasaan, satu bulan ini kamu menghindar dari aku terus?" tanya pria itu sambil terus menatap Emily. Emily hanya diam tidak menghiraukan pria di depannya. Hal itu, membuat pria itu mengepalkan telapak tangannya. Setelah itu, dia menarik buku yang sedang dibaca oleh Emily. "Kamu apa-apaan sih, Raihan?" Emily menatap pria di depannya dengan tatapan kesal. "Kamu yang apa-apaan! Kenapa setiap aku ajak bicara selalu seperti itu? Apa kamu tahu sikap kamu itu membuat hati aku sakit, Mily!"Emily menghela napasnya. "Aku udah bilang, Rai. Tolong jauhi aku, aku ini sudah bersuami, jadi tolong jangan ganggu aku lagi."Raihan menatap Emily dengan tatapan sedih. "Kenapa, Mily? Kenapa kamu malah menikah dengan pria yang bahkan memiliki skandal jika pr
Maxime baru saja akan membuka berkas yang baru saja diberikan oleh manager personalia. Dia ingin mengecek data-data para calon karyawan yang mendaftarkan diri untuk bekerja di sana. Akan tetapi, tidak jadi karena telepon yang ada di sebelah kanannya berbunyi. Dengan segera, Maxime mengambil telepon itu untuk mengangkat telepon yang tidak lain dari Axel. "Saya, Tuan Muda.""Siapkan mobil sekarang!""Un—""Tut ... Tut ... Tut ..."Maxime mendengkus. "Tuan Muda Axel mah kebiasaan," ucap Maxime sambil menaruh telepon ke tempat semula."Tapi ngomong-ngomong mobil untuk apa ya? Bukannya tidak ada jadwal keluar? Atau jangan-jangan ada hal darurat?" ucap Maxime bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Tidak ingin membuat Axel menunggu lebih lama, dengan segera Maxime menghubungi salah satu security untuk menyiapkan mobil untuk Axel. Setelah itu, dia baru beranjak dari tempat duduknya untuk menuju ruangan Axel. ***Sementara di ruangan Axel. Saat ini Axel tengah mengepalkan telapak tangannya d