Share

2. Pak guru tampan

Bu Meri membuka pintu kelas, sontak anak-anak yang tadinya ramai itu, kini menjadi sunyi. Semua mata tertuju pada Laura. Bisik-bisik tidak terelakkan.

Laura gugup, mulai sekarang, tempat itu akan menjadi sekolahnya. 

Sekolah yang dulu ia impikan. 

Dibilang menyenangkan, tentu saja menyenangkan, dibilang sulit ... ya, sulit juga.

Ada banyak orang yang ingin berkenalan dengan Laura, mulai dari perempuan hingga laki-laki.

“Hai Laura! Aku Ruby, salam kenal! hehe, seneng deh akhirnya punya teman sebangku!”

“Hai aku Dave, ketua kelas, jika kamu membutuhkan sesuatu katakan saja padaku, ya?”

“Kamu cantik banget, merek skin carenya apa ya?”

Akan tetapi, ada saja yang tidak menyukai Laura.

Seperti Selyn dan teman-temannya, Laura juga tidak mengerti kenapa. Namun, mereka sepertinya terganggu dengan keberadaan Laura.

Sebenarnya Laura tidak peduli juga dengan mereka mau membencinya atau apa, yang penting kan Laura tidak melakukan hal buruk pada mereka.

Akan tetapi, bagaimana Laura tidak peduli sekarang? 

Selyn dengan sengaja menukar kaos olah raganya dengan ukuran yang jauh lebih kecil dari ukuran asli kaos olah raga milik Laura.

Baju olah raga di hari seterik ini adalah kaos lengan pendek warna putih dengan celana pendek diatas lutut warna hitam.

Kaos atasnya tidak masalah, yang paling bermasalah adalah celana olah raga, kini menjadi pendek sekali. Hampir diatas setengah pahanya, membuat paha Laura terekspos bebas.

“Ku rasa aku akan membeli baju yang baru saja,” ucap Laura.

Namun, Ruby menggelengkan kepalanya, “jangan! Kamu gak tahu aja guru olah raga kita itu kayak gimana!”

Gadis lain mengangguk, “bener tuh, bisa-bisa kalo kamu telat bakal dihukum lari keliling lapangan, gila aja!”

“Memangnya kenapa? Hukuman seperti itu sudah biasa” sahut Laura.

Ruby menggeleng lagi, “Laura, kamu gak tahu ya gimana luasnya lapangan di VHS ini?”

“Dua kali lipat stadion kayaknya!” shurt gadis lain.

Karena itu, Laura menjadi takut, jadi dia memilih diam saja dan mengikuti teman-temannya ke gymnasium.

Sampai di tempat, banyak anak laki-laki bersiul melihatnya, membuat Laura tidak nyaman.

Laura malu.

Guru olah raga datang, gadis-gadis menjerit senang. Karena penasaran, jadi Laura menoleh pada guru olah raga mereka.

Laura tercekat, guru itu sangat tampan, memiliki tubuh tinggi dan berotot, tubuh indah bak model majalah.

Namun, kenapa familiar sekali ya?

“Ganteng banget!”

“Gila sih, mau jadi pacarnya!”

“Jadi selingkuhannya pun aku rela!”

“Pak Vano udah punya istri katanya!”

“Bodo amat, aku mau jadi selingkuhannya!”

Bisik-bisik ribut tak terelakkan, membuat Laura jadi lupa jika dirinya masih memakai pakaian olah raga ketat.

“Hey, kamu yang disana!”

Pak guru tampan nan seksi yang anak-anak sebut Pak Vano itu menunjuk Laura.

Membuat Laura menjadi berdebar-debar takut.

“I-iya, Pak?” sahut Laura terbata, karena dia sangat gugup.

“Kemari kamu!”

Sorakan kembali datang, rata-rata dari anak laki-laki.

“Jangan dihukum Pak, pemandangan indah itu!!”

“Udah cantik, kalem, seksi pula, idaman banget.”

Laura ingin menangis saja, dia yakin pak guru akan menghukumnya saat itu, bisa-bisa kaki Laura copot karena lari keliling lapangan sepuluh kali.

“Aku tidak akan menghukummu karena – eum, kenapa pakaianmu seksi begini? Salah ukuran?” tanya Pak Vano.

Selyn  dan teman-temannya tertawa senang, mungkin mereka bahagia karena Pak Vano mempertontonkannya di depan anak-anak. 

Laura mengangkat wajahnya, lalu mulai tersenyum sedikit menghilangkan wajah ketakutan dan malu, dia ganti dengan wajah penuh percaya diri saja.

“Sepertinya begitu Pak, saya murid baru, jadi belum mencoba kaos olah raga, ternyata salah ukuran, padahal harusnya saya memilih ukuran yang diatas ini” ucap Laura.

"Saya maafkan kali ini, tapi ingat untuk selanjutnya kamu tidak boleh salah lagi, saya akan menandaimu, namamu siapa?"

“Laura, pak!”

“Baiklah, Laura, kamu boleh kembali.”

Laura menghembuskan nafas lega, untung dia tidak dihukum Pak Vano.

Akan tetapi, dia merasa Pak Vano itu tidak asing baginya.

Posturnya, suaranya, auranya, semuanya seperti sangat familier.

Akan tetapi, wajah setampan itu mungkin hanya bisa Laura lihat di TV, internet, atau majalah.

Pelajaran olah raga kembali di mulai, Laura mulai kesal karena anak laki-laki terus menggodanya, jadi dia tidak nyaman selama berolah raga.

Setelah pelajaran selesai, anak-anak perempuan mulai mendekati Pak Vano, mencoba bicara dengannya dan sebagian terang-terangan menggodanya.

Selyn dan teman-temannya juga ikutan, malah Selyn yang paling depan menggoda pak Vano.

Laura hanya duduk di bangku tepi lapangan, meminum air mineral botolan yang dibagikan ketua dan wakil ketua kelas.

“Laura, kamu sudah punya pacar belum?”

“Makanan favorit kamu apa?”

“Mau aku anterin pulang gak?”

Anak laki-laki mulai banyak yang mendekati Laura, sementara Ruby yang menemaninya hanya terkekeh saja dan tidak membantu.

Laura hanya tersenyum dan menjawab seadanya, lalu berusaha kabur dari sana bersama Ruby.

Namun, Pak Vano tiba-tiba memanggilnya saat Laura mau pergi untuk ke ruang ganti.

“Laura, kamu ikut ke ruangan saya” ucap Pak Vano.

Mau tidak mau, Laura mengikutinya. Anehnya Selyn bukannya senang dia dipanggil guru, dia malah kesal sekali.

Laura mengikuti Pak Vano dari belakang, sambil melihat punggungnya.

“Masuklah!”

Laura kagum sekali melihat ruangan Pak Vano. Sepertinya setiap guru memiliki ruangan sendiri-sendiri. Ruangannya luas, ada toilet dan juga ranjangnya, ada pula lemari pendingin dan mesin kopi.

Pak Vano membuka lemari pendinginnya, kemudian mengambil satu minuman, lalu dia berikan pada Laura.

“Ambil ini” ucap Pak Vano.

Laura hanya menerimanya lalu duduk di depan meja Pak Vano.

Sepanjang perjalanan bahkan ketika sampai di ruangan, Pak Vano sama sekali tidak menatap padanya.

Mungkin Pak Vano tidak menyukai Laura.

“Karena kamu melanggar hari ini, jadi saya akan memasukkan poin pelanggaranmu di bukuku” ucap Pak Vano.

“Ta-tapi, Pak –”

“Tidak ada tapi-tapian, ingat untuk tidak berpakaian seperti ini lagi di pelajaran hari depan. Saya terganggu melihatnya, sangat terganggu, apa kamu sengaja untuk menarik perhatian laki-laki?”

“Tidak, Pak!”

“Bagus, kalau begitu, jangan diulangi, kamu boleh pergi sekarang.”

Dengan perasaan sedih, Laura pergi meninggalkan ruangan Pak Vano, dia tidak menyangka Pak Vano akan menuduhnya sekejam itu.

Laura tidak berencana menggoda siapa pun, dia sudah memiliki suami. Noa sudah lebih dari cukup, meski Laura tidak tahu bagaimana rupanya.

Sepeninggal Laura, guru olah raga itu mengambil remote dari atas mejanya, lalu mengunci pintu otomatisnya dengan remote itu. Dia juga menutup tirai jendelanya agar tidak ada yang masuk.

“Laura, kenapa kamu sangat menggoda, sayangku? Dari mana kamu mendapatkan seragam seksi begitu, istri kecilku?” gumam Vano.

Laura tidak tahu, jika Vano adalah sosok suaminya, yang Laura tidak tahu bagaimana rupanya.

Vano adalah Noa.

"Laura, kamu membuatku gila, aku tidak tahan lagi, kamu harus menjadi milikku malam ini, sayangku!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status