Di satu sisi,Nathan dan Jihan sudah berangkat ke kantor. Kini hanya Claudia yang berada di meja makan. Sedangkan Hermawan lebih dulu berangkat ke toko roti.
Selesai membersihkan di dapur, Kirana hendak menuju ke kamarnya tapi langkahnya terhenti ketika mendengar ucapan dari ibu mertuanya. "Kamu harus sadar posisi mu Kirana.Kamu tidak bisa memberikan Nathan keturunan setidaknya jadilah istri yang penurut. Jangan keluyuran tidak jelas. "Ucapan ibu mertuanya jelas menyakiti hati Kirana. Bukan keinginannya untuk tidak memiliki seorang anak.Semua itu sudah di takdirkan oleh sang pencipta. Kirana merasakan hati sakit saat setiap kali ibu mertuanya mengatakan hal seperti itu tapi semua yang dikatakan oleh ibu mertuanya benar adanya. Dia tidak bisa memberikan keturunan kepada Nathan. "Itu bukan keinginan ku bu.Aku juga ingin memiliki seorang anak seperti wanita yang lain.Tapi tampaknya bukan takdir ku menjadi seorang ibu." Mata Kirana tampak berkaca-kaca mengatakan semua hal itu. Melihat mata Kirana tampak berkaca kaca.Claudia tidak mengatakan apa pun lagi.Kini Kirana melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar miliknya. Begitu tiba di dalam kamarnya, Kirana duduk di belakang pintu. Dia kembali merasakan sakit hati,ucapan yang selalu menyakiti hatinya selalu ia dengar dari ibu mertuanya. "Aku juga menginginkan seorang anak bu.Tidak bisa kah ibu memahami ku sebagai seorang wanita. Selama ini aku sudah berusaha untuk membuat ibu senang tapi nyatanya semua itu percuma karena kenyataannya, ibu tidak akan pernah menyukai ku.Bahkan sekarang tidak ada lagi tempat ku di rumah ini. Nathan sudah berpaling dari ku dan dia sekarang lebih menyayangi istri keduanya. Di tambah lagi jika wanita itu sudah memberinya calon buah hati mereka."Lirih Kirana mulai berlinang air mata. Kirana merasakan dadanya semakin perih dan hatinya bagai tertusuk pedang yang menggores hatinya. Selama ini dia mampu bertahan dengan sikap ibu mertuanya karena ada suaminya yang selalu mendukung nya.Tapi sekarang,Kirana merasa tidak memiliki tempat lagi di rumah ini. Kirana terus menangis sambil memeluk lututnya.Wanita itu cukup lama ia tinggal di sana hingga dia beranjak dari tempat duduknya dan menuju ke sofa. Beberapa jam berlalu, tepatnya jam pulang kantor. Jihan dan Nathan kini sudah tiba di rumah. Pandangan mereka berdua langsung teralihkan oleh Kirana yang sedang menyiram tanaman. "Assalamualaikum. "Jihan dan Nathan mengucapkan salam. "Waalaekum salam. "Jawab Kirana meraih tangan suaminya. Meskipun dia begitu terluka dengan sikap suaminya tapi dia tahu jika dia harus tetap taat kepada suaminya. "Sayang,kamu harus beristirahat. Jangan sampai kamu kecapean. Aku tidak ingin terjadi sesuatu kepada bayi kita."Ucap Nathan menggandeng tangan Jihan masuk ke dalam rumah. Kirana jelas menyaksikan semua itu,cemburu jelas ia rasakan ketika melihat mereka. Kirana tetaplah seorang wanita yang memiliki rasa cemburu. Jihan sudah mendapatkan kasih sayang mertuanya dan juga suaminya. Bahkan istri kedua suaminya itu juga sedang mengandung calon buah hati mereka. Hal yang begitu di inginkan oleh Kirana selama ini. Jelas semua itu membuat Kirana cemburu. "Apa kamu juga akan begitu perhatian kepada ku seperti perhatian mu kepada Jihan jika aku mengandung anak mu?Tapi rasanya saat ini,semua igu semakin mustahil bagi ku."Kirana tersenyum miring memandang kepergian mereka berdua yang perlahan lahan mulai menghilang. "Kenapa belum masuk nak?"Kirana menoleh kepada ayah mertuanya yang berdiri tidak jauh darinya.Kirana tersenyum tipis memandangi wajah ayah mertuanya yang terlihat begitu tenang. Bahkan pria paruh baya itu itu tidak pernah menunjukkan kemarahannya di depannya. Kirana mendekati ayah mertuanya dan meraih tangannya. Laki-laki yang sudah di anggap seperti ayahnya sendiri. "Maafkan putraku nak karena sudah menyakiti hatimu.Ayah tahu jika kamu begitu terluka saat ini.Tapi ayah tidak bisa menentang pernikahan mereka ketika ada bayi di dalam perut Jihan." Kirana menatap ayah mertuanya, ternyata dia sudah tahu.Apa mungkin hanya dirinya yang tidak tahu.Kirana semakin merasakan sakit hati ketika mengetahui sebuah fakta. Hermawan memandang wajah menantunya yang terlihat menyimpan sebuah kesedihan yang begitu dalam.Pria paruh baya itu jelas bisa merasakan kesedihan menantunya. Hermawan menepuk bahu Kirana dan tersenyum. "Jika kamu tidak sanggup,ayah tidak bisa memaksa mu nak.Kamu juga berhak bahagia, Nathan s
Di satu sisi,Nathan dan Jihan sudah berangkat ke kantor. Kini hanya Claudia yang berada di meja makan. Sedangkan Hermawan lebih dulu berangkat ke toko roti. Selesai membersihkan di dapur, Kirana hendak menuju ke kamarnya tapi langkahnya terhenti ketika mendengar ucapan dari ibu mertuanya. "Kamu harus sadar posisi mu Kirana.Kamu tidak bisa memberikan Nathan keturunan setidaknya jadilah istri yang penurut. Jangan keluyuran tidak jelas. "Ucapan ibu mertuanya jelas menyakiti hati Kirana. Bukan keinginannya untuk tidak memiliki seorang anak.Semua itu sudah di takdirkan oleh sang pencipta. Kirana merasakan hati sakit saat setiap kali ibu mertuanya mengatakan hal seperti itu tapi semua yang dikatakan oleh ibu mertuanya benar adanya. Dia tidak bisa memberikan keturunan kepada Nathan. "Itu bukan keinginan ku bu.Aku juga ingin memiliki seorang anak seperti wanita yang lain.Tapi tampaknya bukan takdir ku menjadi seorang ibu." Mata Kirana tampak berkaca-kaca mengatakan semua hal itu. Me
"Sudah terlambat untuk memberi mereka selamat.Mereka Sudah menikah beberapa hari dan kamu baru memberi mereka selamat."Timpal Claudia terus menyantap makanannya. "Selamat juga untuk ibu karena akan segera menggendong cucu."Kini pandangan Kirana beralih kepada ibu mertuanya. Dari pandangan Kirana,tampaknya ibu mertuanya tidak tahu apa apa tentang kehamilan Jihan.Kini pandangan Kirana beralih kepada. Kekecewaan terpancar jelas di mata wanita itu. Kirana menyelesaikan makan siangnya dan meninggalkan meja makan.Baru beberapa langkah, dia mendengar ibu mertuanya yang terlihat begitu senang dengan kehamilan Jihan. Bahkan wanita paruh baya itu kembali membandingkan dirinya dengan Jihan. Mendengar semua itu,Kirana hanya bisa menahan diri untuk tidak menangis. Entah kesalahan besar apa yang pernah ia lakukan hingga mendapatkan cobaan seberat ini.Kirana terus melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamarnya. Sementara itu di satu sisi, Claudia tidak hentinya memuji Jihan. Wanita paru
Tatapan Kirana begitu terluka memandang ke arah pria yang begitu ia percayai.Tapi ternyata pria itu berkhianat kepadanya. "Jangan bercanda Kirana,karena ini sama sekali tidak lucu." Nathan tentu saja terkejut mendengar ucapan itu keluar dari mulut Kirana.Nathan sama sekali tidak memikirkan hal itu meskipun dia sudah memiliki istri kedua tapi Nathan sama sekali tidak ingin bercerai dengan Kirana. "Apa aku terlihat bercanda?Aku tidak pernah main main dengan ucapan ku Nathan. Dengan kita bercerai, kamu bisa bebas bersama dengan Jihan.Aku berharap jika istri mu itu akan memberikan apa yang tidak bisa aku berikan." Kirana berjalan masuk ke dalam kamarnya dan beberapa menit kemudian, dia kembali dengan sebuah amplop cokelat di tangannya. Sementara Jihan yang mendengar jika Kirana ingin bercerai tampak begitu bahagia tapi dia tidak mungkin menunjukkan semua itu. Dia tidak mengatakan apa pun. "Tanda tangani ini dan mari kita akhiri pernikahan kita."Ucap Kirana kembali yang semaki
Melihat kepergian Kirana, Nathan bergegas mengunci pintu. Bahkan Kirana mendengar suara pintu yang di kunci.Melihat sikap suaminya,Kirana semakin merasakan sakit hati. Kini Kirana tiba di dalam kamar yang akan dia tempati mulai sekarang. Wanita itu melihat kamar yang tampak sederhana dan hanya ada satu lemari dan tempat tidur yang hanya bisa di tempati oleh satu orang saja. Mata Kirana kembali berkaca-kaca. Dia sama sekali tidak pernah menyangka jika hal ini akan terjadi.Bahkan dia tidak pernah memikirkan jika suaminya akan mengkhianati dirinya. Memikirkan semua itu, membuat Kirana meneteskan air matanya kembali.Dadanya kembali terasa sesak,air matanya tidak hentinya bercucuran. Sementara itu di kamar utama, suaminya sedang bersenang senang dengan istri keduanya. Tidak ada rasa bersalah yang di tunjukkan oleh Nathan. Bahkan dia tidak memikirkan sedikit pun perasaan Kirana saat ini. Ke esokan paginya.... Kirana sengaja tidak keluar dari kamar, ,selesai shalat subuh.Kirana
Kirana kembali menangis tersedu sedu sambil memukul mukul dadanya yang terasa begitu sesak. Dia semakin yakin jika tidak ada lagi cinta suaminya untuk dirinya. "Kenapa sesakit ini ya Allah?Aku tidak pernah menyangka jika suami yang begitu aku hormati dan pernah berjanji seumur hidup dengan ku,nyatanya sekarang ingin menikah dengan wanita lain."Lirih Kirana dengan bercucuran air mata. Sementara itu di ruang tamu, tidak ada kesedihan yang di tunjukkan oleh Nathan. Pria itu terlihat begitu santai bersama dengan wanita yang akan dia nikahi. "Tante,sebaiknya aku kembali."Jihan pamit kepada calon mertuanya. "Iya nak,abaikan saja sikap Kirana.Dia memang terkadang seperti itu." "Iya tante."Jihan tersenyum kecil dan meninggalkan rumah Nathan. Tentu saja Nathan akan mengantarkannya.Kini keduanya sudah berada di dalam mobil.Nathan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju ke apartemen milik Jihan. Di sisi lain,Ibu Claudia berjalan menuju ke kamar putranya. Wanita paruh bay