Nero sejenak memperhatikan wanita yang sedang berlutut di depannya, wajah polosnya yang cantik tanpa make up, rambutnya yang sedikit berantakan, dan noda darah yang kontras dengan dress putihnya yang indah entah mengapa memberi daya tarik tersendiri di matanya.
"Bawa saja dia, siapa tahu suatu hari nanti dia akan berguna." Setelah mengatakan itu, ia langsung kembali masuk mobil. "Baik, Bos," sahut Draco seraya menutup pintu mobil. Draco memberi instruksi pada bawahannya dengan menggerakkan kepalanya, lalu dua orang pria berbadan besar langsung menarik tangan Eleora. "Aaa ... aku mau dibawa ke mana? Tolong lepaskan!" teriak Eleora seraya berontak. "Diam! Jangan banyak bicara!" sentak salah satu pria tersebut sembari terus menyeret Eleora masuk ke dalam mobil jeep yang ada di belakang mobil yang ditumpangi Nero. Eleora menggigil ketakutan saat dikurung di dalam mobil bersama empat pria lain yang wajahnya juga tampak menyeramkan. Ia ingin kabur, namun bayangan akan dibunuh secara langsung juga bukan pilihan yang tepat. Tidak tahu di mana dirinya berada sekarang, sedari tadi mereka hanya melewati kawasan hutan, namun tidak lama kemudian mobil memasuki area perkebunan anggur, hingga kemudian mobil berbelok ke suatu tempat yang memiliki gerbang berwarna hitam dan berukuran besar. "Cepat turun!" perintah seorang pria yang baru saja turun lebih dulu dari mobil. Eleora hanya menurut saja, ia harus bisa menempatkan dirinya agar hidupnya selamat. Setelah turun, Eleora menengadahkan kepalanya mengikuti bangunan mansion di hadapannya yang tingginya melebihi pohon yang ada di sekitarnya. Sementara di dinding bagian tengah mansion tersebut tertulis huruf A yang sangat besar. Sejenak Eleora mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, banyaknya para pria yang kompak memakai baju hitam membuat Eleora yakin bahwa mereka adalah para pengawal atau bisa disebut juga dengan anggota mafia. "A, mungkinkah mereka kelompok mafia Aleron?" batin Eleora merinding. Eleora memang pernah mendengar bahwa kelompok mafia yang menguasai kotanya adalah Aleron, dan ia tidak menyangka bisa sampai di tempat ini. Saat mengamati sekelilingnya, tanpa sengaja Eleora beradu pandang dengan Nero yang sedang menyeringai padanya. Eleora terkesiap, namun dengan cepat ia segera menundukkan pandangannya. "Selamat datang, Tuan. Makan siang sudah kami siapkan." Eleora menengadahkan kepalanya saat mendengar suara lembut wanita yang menyapa Nero, sejenak ia terpukau ketika melihat sosok wanita cantik, namun berpakaian seperti layaknya para pria yang ada di sini. "Bawa dia ke tempatmu, dan kamu atur saja apa pekerjaannya," ujar Nero yang kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam mansion. Para pengawal yang berada di sekeliling Eleora sontak menyingkir saat wanita tersebut berjalan ke arah Eleora. Sedangkan Eleora langsung tersenyum ramah, ia merasa dirinya akhirnya memiliki teman, dan ke depannya ia tidak perlu takut lagi hidup di sini bersama mereka. Namun, bayangan manis itu langsung buyar saat Eleora mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan wanita tersebut. "Saya Eleora." Wanita itu hanya melirik tangan Eleora, lalu tersenyum sinis dan mengatakan, "Panggil aku Nona Anya." Eleora menarik tangannya kembali. "Baik, Nona Anya." Setelah puas mendengar jawaban Eleora, Anya langsung berbalik seraya mengatakan, "Ikuti aku!" Dengan sigap Eleora langsung mengikuti langkah Anya. Mereka berdua tidak berjalan masuk ke mansion tersebut, namun berjalan lewat samping mansion yang ternyata di belakangnya ada rumah khusus para pelayan mansion. Di dalam rumah kecil itu tidak ada banyak wanita yang tinggal, namun sedikit membuat Eleora merasa nyaman daripada ia harus tinggal di rumahnya yang dulu. Anya kemudian menjelaskan bahwa pekerjaan Eleora adalah membantu memasak dan membersihkan mansion, lalu setelah itu Anya langsung pergi keluar. Setelah kepergian Anya, ada seorang wanita paruh baya mendekat dan bertanya, "Namamu siapa?" "Saya Eleora, Anda?" "Panggil saja Barbara. Sekarang cepat kamu ganti bajumu, setelah ini kita harus mencuci piring bekas makan siang Tuan Nero." Eleora mengangguk, lalu ia berjalan menuju kamarnya yang ditunjukkan oleh Anya tadi. Eleora membuka lemari pakaian yang ada di dalam kamar itu, di sana sudah terdapat beberapa kemeja pendek dan celana panjang berwarna hitam. "Apakah semua orang di sini wajib memakai pakaian seperti ini?" gumam Eleora seraya mengingat pakaian yang dikenakan Anya dan para pengawal tadi, dan hanya Barbara saja yang berbeda, meskipun sama-sama berwarna hitam, namun Barbara memakai pakaian layaknya pelayan wanita. "Apakah sudah selesai?" teriak Barbara di depan pintu kamar Eleora. "Iya, Bi. Sebentar." Buru-buru mengganti pakaiannya dan mengikat rapi rambutnya, lalu kemudian ia langsung keluar kamar. "Aku tahu kamu bukan wanita dari kalangan biasa, tapi jika tinggal di sini kamu harus bisa serba cepat, karena Nero benci wanita manja yang lelet, dan malas-malasan." "Baik, Bi," sahut Eleora patuh. Eleora tidak perlu heran mengapa Barbara bisa berkata seperti itu, sebab Barbara memang bisa menilai dari pakaiannya saat ia datang ke sini, ia seorang puteri rumahan, yang kemudian harus berperan sebagai pelayan, dan ada poin tambahan yang artinya semua wanita di sini juga dianggap sebagai laki-laki oleh bos mereka. Barbara langsung mengajak Eleora menelusuri mansion lewat pintu belakang, mereka berdua langsung menuju dapur sebelum akhirnya ke ruang makan. Ada banyak hidangan di atas meja, namun hanya ada satu piring bekas makan siang di atas meja, itu artinya Nero hanya makan sendirian. "Kita ke mana kan sisa-sisa makanan ini?" tanya Eleora. "Kamu ganti piringnya dengan nampan besar yang ada di dapur, lalu berikan ke para penjaga yang ada di belakang." "Baik." Dengan cekatan Eleora langsung mengambil nampan besar yang ada di dapur, lalu menaruh semua lauk pauk yang ada di piring ke nampan tersebut. Setelah penuh, Eleora langsung membawa nampan itu ke belakang, namun karena sedikit berat, Eleora tidak bisa fokus dengan jalan di depannya, sehingga tanpa sengaja Eleora menabrak Nero yang sedang berjalan kembali ke ruang makan. "Aduh!" pekik Eleora terkejut, namun ia segera memundurkan langkahnya saat mengetahui siapa orang yang ia tabrak. "Sial!" umpat Nero seraya melihat pakaiannya yang kotor terkena ayam pedas. "Tu-Tuan, maafkan saya," ujar Eleora gugup. "Astaga! Apa yang sudah kamu lakukan?!" teriak Anya yang kebetulan lewat dan melihat insiden tersebut. Barbara yang mendengar keributan di depan ruang makan, ia langsung keluar. "Ada apa ini? Astaga! Kenapa kamu bisa ceroboh sekali ...." Eleora segera menaruh nampan tersebut, lalu ia segera berlutut di depan Nero. "Tuan, maafkan saya. Saya tidak sengaja, saya kurang hati-hati, tolong maafkan saya," pinta Eleora memelas. Nero mendongak dari baju kotornya, ia memandang wajah melas Eleora dengan kesal. Jika biasanya ia langsung memukul pegawainya yang berbuat salah, namun saat ia menatap mata Eleora, entah mengapa rasa kesal itu tidak meledak seperti biasanya. "Sial! Kenapa aku selalu tertarik saat melihat matanya?" batin Nero yang merasa aneh."Ternyata dia hanya gadis biasa," gumam Draco saat melihat Eleora menangis. Draco yang tadinya mengintip dari balik pohon besar yang ada di depan paviliun, ia memundurkan langkahnya lalu kemudian langsung berbalik pergi dari tempat itu.Mendengar rasa penasaran Nero terhadap Eleora, membuat Draco ikut juga memiliki rasa penasaran yang sama. Nero mengatakan bahwa Eleora hanya pura-pura lemah, namun apa yang baru saja terjadi tidak seperti apa yang dikatakan Nero. Eleora tetap hanyalah seorang gadis lemah."Apa mungkin ini hanya sekedar alasan untuk menutupi bahwa Bos ternyata menyukai gadis itu dari pandangan pertama."Draco tidak pernah melihat Nero jatuh cinta, sebab bagi Nero, wanita itu sangat merepotkan, dan mereka bisa jadi penghambat buat mereka menjadi raja bisnis nomor satu di dunia, oleh sebab itu Nero seperti anti pada wanita."Ah, sudahlah ... kenapa aku harus ikut memikirkan hal ini? Asalkan gadis itu bukan ancaman, maka aku akan membiarkannya hidup dengan aman."Draco me
"Apakah Tuan Nero ada di kamarnya?" tanya Eleora pada seorang pelayan laki-laki yang baru saja membersihkan area lantai tiga."Aku tidak tahu," sahut lelaki itu yang langsung menuruni anak tangga. Eleora jadi gugup, perasaannya juga semakin tidak enak. Bagaimanapun juga ia mengetahui orang seperti apa Nero ini.Eleora mengetuk pintu kamar Nero pelan, namun tidak ada jawaban dari dalam hingga membuat Eleora terpaksa membuka sendiri pintu kamar tersebut."Tuan, permisi ... saya ingin menaruh baju Anda di lemari," ujar Eleora sedikit berteriak.Namun, tetap tidak ada jawaban, bahkan kamar tersebut terasa sunyi.Eleora mengedarkan pandangannya meneliti kamar Nero, ruangan luas, dengan cahaya temaram, dan beraroma maskulin. Dindingnya dilapisi panel kayu gelap yang mengilap, dengan rak berisi botol-botol wine mahal dan senjata berlapis kaca. Sebuah chandelier kristal menggantung rendah, memantulkan cahaya samar ke lukisan-lukisan klasik yang membingkai ruangan. Di tengahnya, ranjang king
Tiba-tiba saja Nero membuka kancing bajunya, terlihat dada bidang dan perut kotaknya yang keras. Otot-ototnya tegas, kulitnya mulus dengan satu bekas luka kecil di sisi kiri. Eleora buru-buru menundukkan pandangannya."Cuci pakaian ini sampai bersih! Lalu setelah itu datanglah ke ruang penyiksaan." Nero melemparkan bajunya ke atas kepala Eleora, lalu kemudian ia langsung pergi ke kamarnya.Anya yang mendengar Eleora disuruh pergi ke ruang penyiksaan, ia lantas tertawa senang. "Baru juga hari pertama jadi budak, sudah masuk ke ruang penyiksaan."Eleora mendongakkan kepalanya sedih, namun sorot matanya menatap tajam langkah Anya yang meninggalkannya, dan itu tidak luput dari pandangan Nero yang sedang mengawasinya dari rekaman CCTV.Nero mengambil ponselnya, ia menghubungi tangan kanannya. "Nanti kamu bawa gadis itu ke ruang penyiksaan. Aku ingin memastikan sesuatu.""Baik, Bos," sahut Draco tanpa banyak tanya.Nero beralih dari rekaman CCTV beberapa menit lalu ke detik sekarang, ia mas
Nero sejenak memperhatikan wanita yang sedang berlutut di depannya, wajah polosnya yang cantik tanpa make up, rambutnya yang sedikit berantakan, dan noda darah yang kontras dengan dress putihnya yang indah entah mengapa memberi daya tarik tersendiri di matanya."Bawa saja dia, siapa tahu suatu hari nanti dia akan berguna." Setelah mengatakan itu, ia langsung kembali masuk mobil."Baik, Bos," sahut Draco seraya menutup pintu mobil.Draco memberi instruksi pada bawahannya dengan menggerakkan kepalanya, lalu dua orang pria berbadan besar langsung menarik tangan Eleora."Aaa ... aku mau dibawa ke mana? Tolong lepaskan!" teriak Eleora seraya berontak."Diam! Jangan banyak bicara!" sentak salah satu pria tersebut sembari terus menyeret Eleora masuk ke dalam mobil jeep yang ada di belakang mobil yang ditumpangi Nero.Eleora menggigil ketakutan saat dikurung di dalam mobil bersama empat pria lain yang wajahnya juga tampak menyeramkan. Ia ingin kabur, namun bayangan akan dibunuh secara langsun
"Pakai baju ini! Sebentar lagi Tuan Theodore akan menjemputmu." Melemparkan dress berwarna putih yang jatuh tepat di wajah Eleora.Eleora menatap dress yang kini jatuh ke pangkuannya. Perlahan, ia mendongak menatap Emma, ibu tirinya."Kenapa harus aku?" Suaranya terdengar parau. Mata sembabnya menggambarkan ketidakberdayaannya selama ini.Belum sempat Emma menjawab, terdengar suara pintu dari ruangan samping terbuka, lalu disusul derap langkah heels yang mendekat, nyaring beradu dengan lantai."Terus kamu pikir, harus aku yang menikah dengan bos mafia tua dan jelek itu?" sahut Anne sinis. Wanita berambut pirang dengan gaun merah terang itu bergelayut manja di pundak ibunya, sementara Emma mengusap pipi anaknya dengan lembut.Melihat pemandangan itu, tanpa sadar Eleora meremas gaun di pangkuannya dengan erat. Ia benci, namun tidak berdaya untuk melawan mereka berdua."Ini semua gara-gara Ayahmu yang mati hanya meninggalkan utang, jadi terima saja konsekuensinya." Emma melingkarkan tan