Tiba-tiba saja Nero membuka kancing bajunya, terlihat dada bidang dan perut kotaknya yang keras. Otot-ototnya tegas, kulitnya mulus dengan satu bekas luka kecil di sisi kiri. Eleora buru-buru menundukkan pandangannya.
"Cuci pakaian ini sampai bersih! Lalu setelah itu datanglah ke ruang penyiksaan." Nero melemparkan bajunya ke atas kepala Eleora, lalu kemudian ia langsung pergi ke kamarnya. Anya yang mendengar Eleora disuruh pergi ke ruang penyiksaan, ia lantas tertawa senang. "Baru juga hari pertama jadi budak, sudah masuk ke ruang penyiksaan." Eleora mendongakkan kepalanya sedih, namun sorot matanya menatap tajam langkah Anya yang meninggalkannya, dan itu tidak luput dari pandangan Nero yang sedang mengawasinya dari rekaman CCTV. Nero mengambil ponselnya, ia menghubungi tangan kanannya. "Nanti kamu bawa gadis itu ke ruang penyiksaan. Aku ingin memastikan sesuatu." "Baik, Bos," sahut Draco tanpa banyak tanya. Nero beralih dari rekaman CCTV beberapa menit lalu ke detik sekarang, ia masih memperhatikan gerak-gerik Eleora, dari yang awalnya masih membantu Barbara, hingga mencuci pakaian Nero tadi. Semua kegiatannya tidak luput dari rekaman CCTV. "Entah mengapa aku merasa gadis ini bukan seperti gadis biasa." Nero beranjak dari kursi kerjanya, ia melangkah keluar menuju ruang penyiksaan. Namun, Nero tidak akan menyaksikan kegiatan yang ada di ruangan tersebut secara langsung, akan tetapi memilih ruangan tersembunyi untuk mengawasi kegiatan yang ada di lantai bawah. Tidak berselang lama, Eleora datang bersama Draco. Tubuh Eleora tampak tegang saat memasuki ruangan tersebut, ia juga langsung memalingkan wajahnya saat melihat ada seorang pria yang sedang dicambuk oleh para pengawal. Jeritan orang itu memecah udara, tubuhnya terhuyung ke depan saat sabetan rotan mendarat di punggungnya. Napasnya terengah, tangan gemetar menahan sakit yang menjalar hingga tulang. Kulitnya memerah, beberapa bagian bahkan mulai mengelupas, tapi ia hanya bisa menggigit bibir, berusaha tetap berdiri. "Ini adalah hukuman untuk para pekerja yang tidak becus dalam pekerjaannya. Untungnya hari ini adalah hari pertamamu bekerja, jadi Tuan hanya ingin kamu mengenal ruangan ini," papar Draco yang membuat Eleora jadi merinding. Eleora terus memalingkan wajahnya, ia memejamkan kedua matanya, sedangkan kedua tangannya menutupi telinganya. "Tuan menyuruhmu ke sini untuk melihat proses penyiksaan dengan jelas. Cepat lihat ke depan!" Perintah Draco tegas. Dengan gemetar Eleora menurunkan kedua tangannya, lalu dengan perlahan ia mulai menoleh dan membuka matanya. Ekspresi Eleora tampak menahan rasa takut, namun Nero tidak melihat itu dari sorot mata Eleora. Mata gadis itu terlihat tenang walau tubuhnya gemetar ketakutan. Apakah ini hanya perasaannya saja? Nero yang masih ingin memastikan sesuatu, lalu ia mengirim pesan pada Draco. [Biarkan gadis itu yang melanjutkan sisanya.] Draco segera mengangkat sebelah tangannya. "Berhenti! Serahkan rotan itu padanya." Kedua pengawal yang memegang cambuk terlihat bingung, hingga kemudian Draco mendorong pundak Eleora sampai membuat Eleora hampir tersungkur. "Tu-Tuan ...." "Cepat ambil atau kamu yang dicambuk!" Tanpa berpikir panjang lagi, Eleora segera mengambil cambuk tersebut dari tangan pengawal, ia mengangkat cambuk itu dengan tangan gemetar, namun sekilas Nero dapat melihat wajah tenang Eleora saat mencambuk lelaki tersebut. Tidak puas hanya melihat dari rekaman CCTV, Nero akhirnya memilih turun untuk melihat secara langsung ekspresi Eleora saat menyiksa orang tersebut. "Hah? Sejak tadi dia di sini?" batin Eleora saat melihat Nero menuruni tangga lewat sudut matanya. Sejenak Eleora merasa panik, namun ia segera mencambuk lelaki tersebut dengan tangan yang gemetar. "Aahh ... maaf, aku tidak sanggup lagi!" teriak Eleora seraya berlutut. Tubuhnya menggigil ketakutan, lalu tidak lama kemudian ia pingsan. Melihat Eleora pingsan, Draco dan anak buahnya tidak ada inisiatif menolong Eleora sebab tidak ada perintah dari Nero. Sedangkan Nero sendiri saat ini berjalan mendekati Eleora, ia hendak berjongkok untuk mengamati lebih dekat wajah Eleora. Namun, sejenak ia melihat bulu mata Eleora yang bergerak pelan. "Dia pura-pura pingsan. Dasar rubah kecil, berani-beraninya kamu ingin bermain-main denganku!" batin Nero seraya menyeringai. "Bawa dia ke kamarnya." "Baik, Bos," sahut Draco yang langsung sigap menggendong Eleora. Samar-samar Eleora mendengar langkah kaki di depannya menjauh, itu berarti Nero kembali ke rumah utama. Setelah Draco membaringkan Eleora di tempat tidur, Anya dan Barbara kemudian menghampiri Eleora. "Dia dihukum seperti apa hingga pingsan begini?" Anya mengamati tubuh Eleora mulai dari kepala hingga ujung kaki. Namun, tidak ada tanda-tanda luka sedikit pun. "Apa mungkin punggungnya dicambuk sampai pingsan?" Anya hendak memiringkan tubuh Eleora untuk memeriksanya, namun Barbara langsung mencegahnya. "Sudah, biarkan dia istirahat. Nanti kamu bisa tanya langsung saat dia sadar." Anya mendengus. "Aku cuma penasaran saja." Lalu kemudian ia langsung pergi. Sedangkan Barbara sendiri memilih duduk di samping Eleora seraya membenarkan poni yang menutupi mata Eleora. "Malang sekali nasibmu, Nak. Kamu dijual oleh Ibu tirimu ke Bos mafia lain, dan sekarang kamu malah berakhir di tempat ini." Barbara sangat tahu seperti apa sifat dan sikap Tuannya, jadi ia merasa kasihan dengan nasib gadis polos yang ada di hadapannya ini. Setelah itu Barbara langsung keluar, ia juga tidak ingin mengganggu Eleora. Setelah mendengar pintu kamarnya ditutup, Eleora langsung membuka matanya. Ia menghela napas panjang. "Untungnya mereka percaya kalau aku pingsan. Kalau tidak, aku tidak tahu bagaimana lagi aku harus menyembunyikan ekspresi wajahku di hadapan Bos mafia itu. Berpura-pura menjadi gadis lemah setiap hari itu memang melelahkan," keluh Eleora. Eleora merenggangkan otot wajahnya di depan cermin, ia benar-benar merasa lelah, sudah sepuluh tahun ia terus mengontrol ekspresi wajahnya agar terus terlihat seperti wanita lemah. Tepat setelah ia selesai, tiba-tiba saja pintu terbuka, dan kemudian Barbara muncul dengan segelas air putih di tangannya. "Kamu sudah sadar?" tanya Barbara terlihat senang, namun dalam hati ia merasa aneh dengan perintah Nero di telepon tadi. "Apa mungkin semua kamar di sini juga dilengkapi kamera CCTV? Kalau tidak, bagaimana Tuan Nero bisa tahu kalau Eleora sudah sadar?" batin Barbara seraya mendongak ke atas langit-langit kamar Eleora, namun tidak ada kamera CCTV di atas sana. "Iya, Bi. Terima kasih atas perhatian Bibi," sahut Eleora seraya menerima segelas air tersebut dari tangan Barbara. Eleora meminum sedikit, lalu ia meletakkan gelas tersebut di atas nakas. "Bagaimana keadaanmu? Mereka menghukummu seperti apa hingga membuatmu bisa pingsan seperti tadi?" Eleora menceritakan kejadian di ruang penyiksaan tadi, ia mengaku bahwa ia memiliki trauma di siksa saat tinggal bersama ibu dan adik tirinya, sehingga ia tadi pingsan karena mengingat masa lalu yang kelam itu. "Syukurlah kalau kamu tidak terluka, makanya lain kali kalau bekerja di sini harus hati-hati. Jangan sampai kesalahanmu seperti tadi terulang lagi, sebab Tuan Nero tidak mentolerir kesalahan sekecil apapun." "Baik, Bi. Terima kasih atas nasihatnya." "Ya sudah, sekarang kamu harus mengangkat jemuran pakaian Tuan Nero tadi, kamu setrika sampai rapi terus taruh di lemarinya. Kamar Tuan Nero ada di lantai tiga paling ujung sendiri." "Hah? Memangnya aku boleh masuk ke kamar Tuan Nero?" "Justru Tuan Nero sendiri yang memberi perintah, sudah sana cepat dikerjakan!" Perintah Barbara seraya keluar dari kamar Eleora. Eleora masih mematung di tempatnya, ia terlihat syok dengan perintah tadi. "Kenapa Nero memperbolehkan aku masuk ke kamarnya? Bukankah selama ini hanya Barbara dan Draco saja yang boleh masuk kamarnya?" batin Eleora yang merasa aneh. Apakah mungkin ia salah menerima informasi?Cessia terbangun dengan tubuh polos yang hanya ditutupi selimut, kepalanya terasa pusing, namun jejak-jejak yang ditinggalkan di atas tubuhnya akibat pergulatan panas semalam membuatnya tersenyum senang."Nggak kusangka, meski dia begitu dingin, tapi permainannya sangat hebat," gumam Cessia seraya beranjak dari tempat tidur.Setelah membersihkan diri, Cessia keluar dari kamar tersebut, namun ia terkejut saat keluar dan melihat Anya yang sudah berdiri di depan pintu."Kamu ....""Selamat pagi, Nona Cessia. Saya ditugaskan Tuan Nero untuk membersihkan kamar ini," ujar Anya lembut."Terus di mana Nero?""Tuan sudah pergi ke kantor, tadi pagi-pagi sekali."Cessia tampak kecewa, kenapa dirinya jadi seperti pelacur yang langsung diabaikan setelah dipakai?Sementara Anya yang mengerti perasaan Cessia, ia mencoba menghibur. "Mungkin ada hal yang mendesak di kantor sehingga Tuan tidak sempat berpamitan dengan Anda.""Ya, itu pasti," sahut Cessia ketus seraya berjalan menuruni tangga. Ia akan s
"Nona Cessia akan datang, kalian semua bantuin aku masak," ujar Barbara pada para pelayan wanita yang hendak pulang ke paviliun.Elly menghela napas berat, namun ia langsung pergi ke dapur. Sedangkan Eleora dan Anya tampak masih bersemangat, namun dalam hati masing-masing mereka mengeluh karena jam kerja mereka jadi bertambah.Eleora hendak membantu memotong sayuran, namun terdengar notifikasi pesan masuk ke dalam ponselnya."Tuan memintaku melayaninya," ujar Eleora setelah membaca pesan bahwa Nero memintanya mengeringkan rambut."Baiklah, cepat pergi. Kamu harus membantu Tuan bersiap. Bagaimanapun juga yang datang adalah calon istrinya," sahut Elly riang.Sedangkan Barbara dan Anya hanya menatap kepergian Eleora dengan spekulasi masing-masing.Sesampainya di kamar Nero. Eleora hanya bisa menahan geram saat melihat wajah tengil Nero yang sedang tersenyum tampak dari kaca."Selamat sore, Tuan," sapa Eleora yang kemudian langsung pergi ke kamar mandi untuk mengambil handuk kecil.Nero t
Merasa ada yang mencuri ciuman pertamanya, Eleora terkejut hingga membuka mata, lalu kemudian ia dengan cepat mendorong dada Nero.Nero sontak terhuyung hingga akhirnya ia terjerembab di sandaran kursi. Namun, jangankan marah, Nero malah memejamkan mata seolah tidak sadarkan diri."Kurang ajar! Bisa-bisanya dia mencuri ciuman pertamaku!" gerutu Eleora yang langsung pergi tanpa mempedulikan kondisi Nero lagi.Sementara itu, Nero yang mendengar suara bantingan pintu di kamarnya, Ia tersenyum senang."Sekarang kita sudah impas," gumam Nero seraya membenarkan posisi tidurnya. Ia harus tidur sebentar untuk menghilangkan pusing karena mabuknya ini.Hati Eleora terus menggerutu hingga ia masuk ke dalam ruang laundry. Eleora memasukkan baju-baju kotor Nero dengan kasar ke dalam mesin cuci."Dasar bos mafia gila! Bisa-bisanya dia menciumku saat mabuk! Sekarang aku benar-benar ingin membunuhmu mafia mesum," gerutu hati Eleora."Eleora, bagaimana?" tanya Barbara yang tiba-tiba saja sudah berada
Eleora terbangun saat waktu menunjukkan pukul empat pagi. Ia terkejut saat melihat kamar yang ia tempati saat ini."Astaga! Di mana aku?" gumam Eleora seraya beranjak dari tidurnya. Eleora menoleh ke sekelilingnya. Ia baru menyadari kalau dirinya tertidur di dalam kamar bosnya.Hembusan lembut dari pendingin ruangan menyentuh tengkuk Eleora, membuatnya merinding saat menatap sosok yang tertidur pulas di ranjang."Sial! Apa yang sudah aku lakukan? Bagaimana bisa aku tertidur di kamarnya?" gumam Eleora yang kemudian langsung beranjak pergi dengan hati-hati.Eleora segera kembali ke paviliun dan masuk ke dalam kamarnya sendiri sebelum penghuni paviliun yang lain mengetahui bahwa dirinya semalam tidak tidur di kamarnya.Tepat pukul lima pagi Eleora keluar dari kamarnya lagi, begitu juga dengan pelayan lainnya yang sudah siap untuk melakukan pekerjaan mereka masing-masing."Aduh ... gara-gara Nona Cessia kemarin, aku jadi kurang tidur, sekarang badanku rasanya sakit semua," keluh Elly ser
Beberapa jam sebelumnya ....Setelah sarapan, Nero keluar dari ruang makan dengan wajah masam, sementara itu di ruang tengah Draco sedang menikmati sarapannya."Ayo, keluar," ajak Nero tanpa mempedulikan makanan draco masih sisa setengah di piringnya.Draco yang sedang mengunyah makanan, ia buru-buru menelan, bahkan ia sampai batuk karena tersedak.Nero mendengus melihat Draco yang sedang minum air putih untuk melegakan tenggorokannya."Aku beri waktu dua menit untuk menghabiskan makananmu. Aku tunggu di mobil.""Baik, Bos." Draco buru-buru menghabiskan makanannya agar Nero tidak menunggunya terlalu lama.Sesampainya di luar, Draco tidak melihat sopir pribadi mereka di kursi kemudi, itu berarti Nero ingin pergi bukan karena urusan internal perusahaan ataupun dunia gelap mereka."Kita pergi ke mana, Bos?" tanya Draco setelah duduk di kursi kemudi."Vila." "Baik."Mobil kemudian melaju dengan santai menuju vila pribadi milik Nero yang ada di area Gunung Montelith.Saat sampai di vila,
Setelah selesai membantu urusan dapur, Eleora langsung mencuci baju milik Nero, sementara itu Cessia dan Anya berjalan-jalan mengelilingi area mansion."Luas banget tempat ini, meskipun terlihat menyeramkan karena lokasinya di tengah hutan. Tapi, itu bukan masalah. Mansion ini bahkan lebih mewah dari rumahku," batin Cessia."Apakah Nona ingin melihat bagian belakang?" tanya Anya sopan.Mereka sudah melihat-lihat area taman depan dan samping, hanya area belakang yang belum."Memangnya ada apa di sana? Apakah lebih indah dari bagian ini?""Di sana ada--""Nggak perlu, lagian cuacanya panas. Aku nggak mau kulitku rusak karena terlalu lama di bawah sinar matahari," potong Cessia seraya melangkahkan kaki dengan angkuh memasuki mansion.Anya sempat mencibir melihat gaya manja Cessia, namun ia buru-buru tersenyum saat Cessia menoleh ke arahnya."Ambilkan aku minum.""Baik, Nona."Mereka berdua masuk ke dalam mansion. Cessia langsung duduk di ruang tengah, sedangkan Anya langsung pergi ke dap