"Ternyata dia hanya gadis biasa," gumam Draco saat melihat Eleora menangis.
Draco yang tadinya mengintip dari balik pohon besar yang ada di depan paviliun, ia memundurkan langkahnya lalu kemudian langsung berbalik pergi dari tempat itu. Mendengar rasa penasaran Nero terhadap Eleora, membuat Draco ikut juga memiliki rasa penasaran yang sama. Nero mengatakan bahwa Eleora hanya pura-pura lemah, namun apa yang baru saja terjadi tidak seperti apa yang dikatakan Nero. Eleora tetap hanyalah seorang gadis lemah. "Apa mungkin ini hanya sekedar alasan untuk menutupi bahwa Bos ternyata menyukai gadis itu dari pandangan pertama." Draco tidak pernah melihat Nero jatuh cinta, sebab bagi Nero, wanita itu sangat merepotkan, dan mereka bisa jadi penghambat buat mereka menjadi raja bisnis nomor satu di dunia, oleh sebab itu Nero seperti anti pada wanita. "Ah, sudahlah ... kenapa aku harus ikut memikirkan hal ini? Asalkan gadis itu bukan ancaman, maka aku akan membiarkannya hidup dengan aman." Draco memasuki rumah utama, lalu ia menaiki lift menuju lantai tiga untuk menemui Nero. Setelah keluar dari lift, Draco melihat Nero sedang duduk santai di tepi kolam renang, dengan ditemani whisky berusia enam puluh tahun. "Bos," sapa Draco sembari menundukkan kepalanya. "Duduklah!" Draco segera duduk di samping Nero, lalu ia menuangkan whisky di gelas yang sudah kosong itu. "Silakan, Bos." Nero menerima gelas itu, menggoyangnya perlahan hingga cairan keemasan berputar tenang di dalamnya. Ia mendekatkannya ke hidung, mencium aromanya dalam diam, lalu meneguknya pelan, tanpa ekspresi. "Bagaimana dengan NCA Group, apakah semuanya berjalan lancar?" "Iya, Bos. Tapi, tadi siang Tuan Fenric datang ke perusahaan untuk menawarkan sebuah kesepakatan." Nero meletakkan gelasnya, lalu ia menoleh ke arah Draco. "Kesepakatan?" "Ya. Tuan Fenric menawarkan putrinya untuk Anda nikahi, dan setelah kalian berdua menikah, dia akan menyerahkan pulau Valmora." Nero tersenyum sinis. "Memangnya dia pikir putrinya layak menikah denganku?" Draco sontak tertawa kecil. "Lalu apa yang harus kita lakukan? Para bandar dan pengedar sudah mendesak kita untuk memproduksi obat-obatan terlarang secara besar-besaran, jadi kita perlu pulau itu secepatnya." Nero sudah lama mengincar Pulau Valmora sebagai ladang utama untuk bisnis tanaman terlarang mereka, sebuah langkah penting dalam tekad gilanya untuk menjadi raja yang menguasai pasar narkotika dunia. "Karena dia sudah menawarkan putrinya, maka kita harus ambil hadiah itu. Sedangkan untuk penerima hadiah, kita tentukan bawahanmu yang mana yang berhak menerima hadiah itu." Draco tampak bingung dengan jawaban Nero, itu berarti apa mungkin Nero akan menikahi putrinya Fenric? Walaupun itu hanya sekedar di atas kertas, sedangkan untuk nasib gadis itu, semua orang pasti tahu dia akan berakhir seperti apa "Jangan berpikir berlebihan, cukup ajak dia datang ke sini hingga beberapa kali, lalu adakan pesta pertunangan sebagai pemanis. Tapi, aku ingin Fenric menyerahkan pulau itu di hari pertunangan itu juga." "Baik, Bos," sahut Draco seraya menghela napas. Ia kira bosnya mau menikah dengan putrinya Fenric, namun untungnya tidak. Setelah membicarakan hal itu, Draco pamit pergi, sedangkan Nero yang tetap berada di tempatnya, kini ia meneguk whisky lagi sembari melihat ponselnya. Nero memutar rekaman CCTV beberapa menit yang lalu, dan tentu saja ia ingin mengamati kegiatan Eleora tadi. Bola mata Nero bergerak lincah mengikuti langkah Eleora di dalam layar, hingga kemudian terlintas adegan Anya saat menampar Eleora, sehingga membuat Nero memperbesar layar ponselnya. "Gadis itu sudah bukan anak kecil lagi." Komentar Nero pada Anya. Ada rasa risih saat ia menerka alasan Anya menampar Eleora, hingga membuat Nero mencengkram erat ponselnya. Lalu jemari Nero bergerak lincah di layar ponselnya, ia mengirimkan pesan untuk Draco. [Awasi Anya. Jika dia mempunyai sesuatu yang tidak seharusnya, maka bunuh saja dia!] Setelah itu Nero meletakkan ponselnya, dan kemudian ia langsung melompat ke kolam renang. Ia harus mendinginkan otaknya sebelum bertemu dengan Eleora. Setengah jam kemudian ... Eleora sontak berlari menuju rumah utama saat ia melihat ada sepuluh panggilan tidak terjawab dari Nero. Ia sudah menghubungi Nero kembali dan mengirimkan pesan permintaan maaf karena tidak mendengar panggilan telepon tersebut. Namun, tidak ada jawaban apapun dari Nero. Dengan napas terengah-engah, Eleora mengetuk pintu kamar Nero. "Masuklah!" Terdengar nada dingin dari dalam, hingga membuat kaki Eleora gemetar. Ini baru pertama kalinya ia benar-benar merasa takut di rumah ini. "Apakah kamu tuli? Haruskah Draco membawamu ke dokter THT?" Eleora buru-buru berlutut. "Ampun, Tuan. Maaf saya tadi tidak mendengar telepon Anda, karena saya sedang mencuci baju." Nero menaikkan sebelah alisnya, seperti mengerti bahwa Nero sedang meminta penjelasan, maka Eleora kemudian mengatakan apa yang terjadi. "Tadi Anya menyuruh saya mencuci bajunya, dan karena di paviliun tidak ada mesin cuci, maka saya meninggalkan HP-nya di kamar." Amarah yang berkumpul di dada Nero perlahan mulai mereda saat mendengar jawaban jujur Eleora, dan sorot mata Nero kini beralih ke pipi Eleora yang terlihat memerah dengan bekas telapak tangan. Nero yang awalnya duduk di tepi ranjang, kini ia berdiri dan berjalan menuju Eleora yang masih bersimpuh di lantai. Sedangkan Eleora semakin gugup saat Nero menjulurkan tangannya dan memegang dagunya untuk mengarahkan wajahnya ke kiri. "Kenapa dengan pipimu?" Eleora ingin menepis tangan Nero, namun ia tidak mempunyai keberanian itu, sehingga ia hanya menjawab, "Ditampar Anya." Nero tersenyum tipis saat mendengar jawaban Eleora, itu berarti gadis ini tidak berniat menutupi kesalahan Anya, dan dia tidak takut dengan Anya. "Cukup menarik," batin Nero, sebab biasanya semua bawahan akan takut melaporkan tindakan Anya yang semena-mena, namun Eleora berbeda. Nero melepas dagu Eleora, lalu ia melemparkan handuk kecil yang ada di bahunya ke atas kepala Eleora, dan kemudian ia duduk di meja rias. "Memangnya apa yang sudah kamu lakukan hingga Anya menamparmu?" Eleora bergegas berdiri untuk segera mengeringkan rambut Nero, sembari menjawab, "Saya tidak tahu, Tuan. Dia tiba-tiba saja marah setelah mendengar kalau saya mempunyai tugas dari Anda untuk mengeringkan rambut Anda." Nada suara Eleora terdengar polos, namun tidak dengan sorot matanya yang terlihat berbinar, persis seperti seorang anak yang sedang bercerita pada ayahnya bahwa dia seorang juara kelas. Akan tetapi, tersirat dingin di balik senyumannya. "Lalu kenapa kamu tidak melawannya?" Eleora sontak mendongak melihat bayangan wajah Nero di cermin, terlihat senyum tipis Nero yang seolah sedang memprovokasinya. "Saya tidak berani, Tuan. Bagaimanapun dia sudah lama ikut dengan Anda, sedangkan saya ...." "Baiklah. Kalau begitu aku mengizinkanmu membalasnya, karena bagaimanapun juga aku tidak suka ada anak buah yang bertindak semena-mena tanpa perintah dariku." Mendengar itu, Eleora reflek berhenti sejenak menggosok rambut Nero. Ia juga merasa aneh dengan tatapan Nero, seperti ....Cessia terbangun dengan tubuh polos yang hanya ditutupi selimut, kepalanya terasa pusing, namun jejak-jejak yang ditinggalkan di atas tubuhnya akibat pergulatan panas semalam membuatnya tersenyum senang."Nggak kusangka, meski dia begitu dingin, tapi permainannya sangat hebat," gumam Cessia seraya beranjak dari tempat tidur.Setelah membersihkan diri, Cessia keluar dari kamar tersebut, namun ia terkejut saat keluar dan melihat Anya yang sudah berdiri di depan pintu."Kamu ....""Selamat pagi, Nona Cessia. Saya ditugaskan Tuan Nero untuk membersihkan kamar ini," ujar Anya lembut."Terus di mana Nero?""Tuan sudah pergi ke kantor, tadi pagi-pagi sekali."Cessia tampak kecewa, kenapa dirinya jadi seperti pelacur yang langsung diabaikan setelah dipakai?Sementara Anya yang mengerti perasaan Cessia, ia mencoba menghibur. "Mungkin ada hal yang mendesak di kantor sehingga Tuan tidak sempat berpamitan dengan Anda.""Ya, itu pasti," sahut Cessia ketus seraya berjalan menuruni tangga. Ia akan s
"Nona Cessia akan datang, kalian semua bantuin aku masak," ujar Barbara pada para pelayan wanita yang hendak pulang ke paviliun.Elly menghela napas berat, namun ia langsung pergi ke dapur. Sedangkan Eleora dan Anya tampak masih bersemangat, namun dalam hati masing-masing mereka mengeluh karena jam kerja mereka jadi bertambah.Eleora hendak membantu memotong sayuran, namun terdengar notifikasi pesan masuk ke dalam ponselnya."Tuan memintaku melayaninya," ujar Eleora setelah membaca pesan bahwa Nero memintanya mengeringkan rambut."Baiklah, cepat pergi. Kamu harus membantu Tuan bersiap. Bagaimanapun juga yang datang adalah calon istrinya," sahut Elly riang.Sedangkan Barbara dan Anya hanya menatap kepergian Eleora dengan spekulasi masing-masing.Sesampainya di kamar Nero. Eleora hanya bisa menahan geram saat melihat wajah tengil Nero yang sedang tersenyum tampak dari kaca."Selamat sore, Tuan," sapa Eleora yang kemudian langsung pergi ke kamar mandi untuk mengambil handuk kecil.Nero t
Merasa ada yang mencuri ciuman pertamanya, Eleora terkejut hingga membuka mata, lalu kemudian ia dengan cepat mendorong dada Nero.Nero sontak terhuyung hingga akhirnya ia terjerembab di sandaran kursi. Namun, jangankan marah, Nero malah memejamkan mata seolah tidak sadarkan diri."Kurang ajar! Bisa-bisanya dia mencuri ciuman pertamaku!" gerutu Eleora yang langsung pergi tanpa mempedulikan kondisi Nero lagi.Sementara itu, Nero yang mendengar suara bantingan pintu di kamarnya, Ia tersenyum senang."Sekarang kita sudah impas," gumam Nero seraya membenarkan posisi tidurnya. Ia harus tidur sebentar untuk menghilangkan pusing karena mabuknya ini.Hati Eleora terus menggerutu hingga ia masuk ke dalam ruang laundry. Eleora memasukkan baju-baju kotor Nero dengan kasar ke dalam mesin cuci."Dasar bos mafia gila! Bisa-bisanya dia menciumku saat mabuk! Sekarang aku benar-benar ingin membunuhmu mafia mesum," gerutu hati Eleora."Eleora, bagaimana?" tanya Barbara yang tiba-tiba saja sudah berada
Eleora terbangun saat waktu menunjukkan pukul empat pagi. Ia terkejut saat melihat kamar yang ia tempati saat ini."Astaga! Di mana aku?" gumam Eleora seraya beranjak dari tidurnya. Eleora menoleh ke sekelilingnya. Ia baru menyadari kalau dirinya tertidur di dalam kamar bosnya.Hembusan lembut dari pendingin ruangan menyentuh tengkuk Eleora, membuatnya merinding saat menatap sosok yang tertidur pulas di ranjang."Sial! Apa yang sudah aku lakukan? Bagaimana bisa aku tertidur di kamarnya?" gumam Eleora yang kemudian langsung beranjak pergi dengan hati-hati.Eleora segera kembali ke paviliun dan masuk ke dalam kamarnya sendiri sebelum penghuni paviliun yang lain mengetahui bahwa dirinya semalam tidak tidur di kamarnya.Tepat pukul lima pagi Eleora keluar dari kamarnya lagi, begitu juga dengan pelayan lainnya yang sudah siap untuk melakukan pekerjaan mereka masing-masing."Aduh ... gara-gara Nona Cessia kemarin, aku jadi kurang tidur, sekarang badanku rasanya sakit semua," keluh Elly ser
Beberapa jam sebelumnya ....Setelah sarapan, Nero keluar dari ruang makan dengan wajah masam, sementara itu di ruang tengah Draco sedang menikmati sarapannya."Ayo, keluar," ajak Nero tanpa mempedulikan makanan draco masih sisa setengah di piringnya.Draco yang sedang mengunyah makanan, ia buru-buru menelan, bahkan ia sampai batuk karena tersedak.Nero mendengus melihat Draco yang sedang minum air putih untuk melegakan tenggorokannya."Aku beri waktu dua menit untuk menghabiskan makananmu. Aku tunggu di mobil.""Baik, Bos." Draco buru-buru menghabiskan makanannya agar Nero tidak menunggunya terlalu lama.Sesampainya di luar, Draco tidak melihat sopir pribadi mereka di kursi kemudi, itu berarti Nero ingin pergi bukan karena urusan internal perusahaan ataupun dunia gelap mereka."Kita pergi ke mana, Bos?" tanya Draco setelah duduk di kursi kemudi."Vila." "Baik."Mobil kemudian melaju dengan santai menuju vila pribadi milik Nero yang ada di area Gunung Montelith.Saat sampai di vila,
Setelah selesai membantu urusan dapur, Eleora langsung mencuci baju milik Nero, sementara itu Cessia dan Anya berjalan-jalan mengelilingi area mansion."Luas banget tempat ini, meskipun terlihat menyeramkan karena lokasinya di tengah hutan. Tapi, itu bukan masalah. Mansion ini bahkan lebih mewah dari rumahku," batin Cessia."Apakah Nona ingin melihat bagian belakang?" tanya Anya sopan.Mereka sudah melihat-lihat area taman depan dan samping, hanya area belakang yang belum."Memangnya ada apa di sana? Apakah lebih indah dari bagian ini?""Di sana ada--""Nggak perlu, lagian cuacanya panas. Aku nggak mau kulitku rusak karena terlalu lama di bawah sinar matahari," potong Cessia seraya melangkahkan kaki dengan angkuh memasuki mansion.Anya sempat mencibir melihat gaya manja Cessia, namun ia buru-buru tersenyum saat Cessia menoleh ke arahnya."Ambilkan aku minum.""Baik, Nona."Mereka berdua masuk ke dalam mansion. Cessia langsung duduk di ruang tengah, sedangkan Anya langsung pergi ke dap