Share

Istri Ketiga Sang Juragan
Istri Ketiga Sang Juragan
Penulis: Ranti Kurnia

Dipaksa Menikah

Bruk! 

Satu tas besar berisi baju dilemparkan Ivy tepat di depan mata Ahava. Tangan terulur ke depan, meraih tas berisi pakaian. Dadanya terasa sesak, air mata pun luruh. 

'Haruskah aku pergi meninggalkan rumah beserta seluruh kenangannya di sini, Ma, Pa?' batin Ahava menjerit. 

"Sudah sana pergi!" Bibi Belinda menendang tubuh Ahava, mengusirnya secara kejam.

Menyeka air mata sekaligus mencoba untuk tersenyum meski hatinya terasa sangat sakit. Bangkit berdiri kemudian beranjak pergi. Ahava berusaha setegar mungkin menerima perlakuan Paman dan Bibinya. 

Berselimutkan dinginnya angin malam, Ahava terduduk di sepanjang trotoar. Memeluk tas erat-erat sebagai bantalan untuk kepalanya bersandar. 

Rasa perih mulai menggerogoti perut Ahava. Sedari pagi perutnya memang belum terisi sesuap nasi pun. Paman Frank dan Bibi Belinda memang selalu begitu. Tidak akan mengizinkan Ahava makan bila pekerjaan rumah belum selesai. Ketika pekerjaan rumah selesai dan Ahava hampir menelan sesuap nasi, Martin datang ke dapur meminta dibuatkan secangkir kopi. Setelahnya, semuanya jadi kacau akibat salah paham. Ahava dituduh menggoda Martin-kekasih Ivy, lalu dia diusir dari rumahnya sendiri. 

Di tengah menahan rasa lapar, Ahava mencoba memejamkan mata. Namun, sayup-sayup terdengar suara rintihan seseorang. Terdengar begitu menyayat hati. 

Rasa penasaran dan ketakutakan berbenturan di dalam diri Ahava. Disatu sisi dia begitu penasaran dan ingin memastikan asal sumber suara, tetapi disisi lain dia juga takut. Bagaimana kalau ini semua hanya tipu daya orang jahat? Bukankah sekarang sedang marak-maraknya kasus begal dan pencurian yang berpura-pura terluka agar si korban iba kepadanya? Lalu setelahnya, si korban akan dirampas harta bendanya, bahkan yang lebih parahnya lagi si korban dicelakai bahkan dibunuh. 

Memikirkan itu semua, Ahava jadi merinding sendiri. Ahava mencoba tidak memedulikan suara tersebut. Ahava kembali memejamkan mata. Semakin Ahava mencoba menepisnya, semakin besar pula rasa penasaran di dalam dirinya. 

Besarnya rasa penasaran di dalam diri Ahava mengantarkan langkah kakinya mendekati sumber suara. Kini, Ahava berdiri di depan bangunan kosong. Suasana di dalamnya begitu gelap. Hanya terdapat sedikit cahaya dari sorot lampu di pinggir jalan yang menerangi. Ahava jadi ragu dan hendak berbalik, tetapi lagi-lagi suara kesakitan itu memenuhi gendang telinganya. 

"Tolong..." Teriakan bernada rintihan kembali menggema. 

Ahava membulatkan tekat. Memasuki bangunan kosong dengan hati-hati. Mengedarkan pandang ke sana ke mari mencari asal sumber suara. Semakin masuk ke dalam bangunan kosong tersebut, Ahava mendapati seorang pria dewasa tengah terluka. Terkapar tak berdaya dengan perut berlumuran darah. Darah segar terus mengalir dari perutnya, merembes membasahi kemeja yang digunakan. 

"Tolong..." rintihnya lagi. 

"Biar aku bantu, Tuan. Sebelumnya maaf ya, aku akan melepaskan bajumu agar lebih mudah membebat luka ini."

Berjongkok, Ahava menunduk dan mulai membuka kancing kemeja pria itu. Mengambil selembar kain, lalu membebat luka sayatan itu dengan hati-hati. 

"Nah, sudah, Tuan. Sekarang pakailah kemeja Almarhum Papaku! Tidak mungkin kan kamu akan mengenakan pakaian bersimbah darah itu? Setelah ini aku akan membawamu ke rumah sakit."

Tong... Tong... Tong

Bunyi kayu dipukul mengalun seirama derap langkah kaki yang kian mendekati bangunan kosong. Beberapa warga yang tengah melakukan kegiatan ronda malam memang selalu mengecek bangunan kosong tersebut. Takutnya digunakan sebagai tempat mesum. 

"Heh, sedang apa kalian berdua?" teriak salah seorang peronda. 

Posisi Ahava yang sedang menunduk hendak membantu pria itu duduk, ternyata disalah artikan oleh para peronda. Mereka semua mengira Ahava berbuat mesum. 

"Sudah, bawa saja mereka berdua ke balai desa. Pezina seperti mereka harus diadili. Aku akan memanggil Pak Kades dan sesepuh untuk menikahkan mereka berdua," ucap Pak Darko.

"Ayo, ikut kami!" paksa beberapa peronda lainnya. Mencekal kedua pergelangan tangan Ahava dan pria dewasa itu. 

Belum sempat Ahava mengatakan satu kalimat pun untuk meminta bantuan, Ahava dan seorang pria yang tidak dia ketahui namanya diarak menuju balai desa. Diseret dengan paksa tanpa belas kasih sedikitpun. 

Seharusnya para peronda menolong pria yang tengah terluka itu. Paling tidak membawanya ke rumah sakit agar segera mendapatkan pertolongan. Bukan malah menyeretnya dengan paksa dan menuduh berbuat asusila. 

Dada kembang kempis, hati dilanda gelisah, Ahava benar-benar merutuki nasib buruk yang sedang menimpanya. Niat baiknya justru mengantarkan dia pada takdir yang tidak diinginkan. 

"Lepaskan! Aku tidak berzina," pinta Ahava seraya meronta agar cekalan di kedua pergelangan tangannya terlepas. 

"Sudahlah, tidak usah mengelak. Kami melihat kalian berdua sedang berbuat mesum di bangunan kosong itu."

"Jangan fitnah. Kami berdua tidak berzina. Tadi dia terluka dan aku menolongnya," ucap Ahava. 

"Halah, alasan! Kamu pikir kami percaya, hah?"

"Sudah, tidak usah mengelak lagi. Ayo, ikut kami!"

Beberapa warga yang mendengar keributan, sontak keluar dari rumah dan melihatnya. Para lambe-lambean tersenyum semringah mendapatkan bahan gosip terbaru. 

Bagai hembusan angin yang cepat menyebar, sama seperti gosip. Berita tentang perbuatan asusila keduanya sudah tersebar di seluruh penjuru desa. Semua warga memenuhi aula balai desa. Menyoroti Ahava dan pria di sampingnya dengan tatapan jijik, merendahkan, serta menghakimi. 

"Cih, dasar pezina!" umpat salah seorang warga. 

"Nikahkan saja mereka berdua, Pak Kades! Kami tidak ingin desa ini terkutuk karena dijadikan sarang maksiat."

"Setuju..." sahut warga desa lainnya. 

"Tenang... Tenang... Semuanya silakan duduk!" ucap Pak Kades menengahi. 

"Apa yang mereka katakan benar?" tanya Pak Kades menginterogasi dua anak manusia yang dijadikan tersangka. 

Menggelengkan kepala, Ahava menampik tuduhan para warga. "Tidak, Pak Kades. Aku menolong pria ini. Dia sedang terluka."

"Bohong! Kami melihatnya sendiri, Pak Kades. Mereka berdua memang sedang berbuat mesum. Tidak mungkin lelaki dan perempuan berduaan di bangunan kosong kalau bukan untuk berbuat maksiat," ucap salah satu peronda. 

"Betul, Pak Kades. Saya juga sempat melihat ada noda darah di tanah bangunan kosong itu. Pasti itu darah perawannya pezina ini," ucap Pak Darko. Bagai api yang menyulut bara, membuat suasana panas bertambah panas. 

"Noda itu asalnya dari perut pria ini, Pak Kades. Dia terluka. Perutnya disayat," ucap Ahava. 

"Omong kosong! Tidak usah banyak alasan kamu, Ava. Kamu pikir kami percaya, hah?" kesal Pak Darko. 

"Sudahlah, tinggal nikahkan mereka berdua saja apa susahnya sih, Pak Kades?" geram salah seorang warga. 

"Betul, Pak Kades. Cepat nikahkan mereka berdua! Aku sudah sangat muak melihat kelakuan menjijikkannya setiap hari," ucap Paman Frank yang baru tiba. 

"Jangan lupa, setelah ini usir dia dari desa ini!" imbuhnya. 

"Paman, tolong jangan menyebarkan fitnah. Aku sama sekali tidak pernah melakukan hal sehina itu," kesal Ahava. 

"Halah, omong kosong. Dasar ratu drama kamu ya!" sentak Bibi Belinda. 

"Ayo tunggu apalagi, Pak Kades. Cepat nikahkan mereka berdua atau desa ini akan terkena kutukan dari para leluhur!" ucap sesepuh desa. 

"Tidak, Pak Kades. Tidak... Jangan nikahkan aku dengan pria ini. Kami berdua tidak saling mengenal. Aku berani bersumpah atas nama Tuhanku kalau kami tidak melakukan hal sehina itu," ucap Ahava. 

"Jangan membawa nama Tuhan. Mulut kotormu tak pantas menyebut nama Agung itu," ucap Pak Darko. 

Suara ricuh berdesakan memekakan gendang telinga. Permintaan dari warga tidak mungkin diacuhkan begitu saja. Semua warga meminta kedua manusia itu dinikahkan agar desa tercinta terhindar dari kutukan leluhur. 

"Ava, maafkan saya ya. Saya tahu kamu gadis baik. Saya percaya kamu tidak mungkin melakukan hal sehina ini, tetapi pernikahan ini jalan terbaik untuk masalahmu saat ini," ucap Pak Kades. 

"Halah, nggak usah banyak basa basi, Pak Kades. Cepat nikahkan mereka!" desak warga. 

Menghela napas berat, Pak Kades menundukkan kepala dalam. Lalu, memandang wajah sendu Ahava. Pak Kades berharap keputusannya akan berdampak baik untuk hidup Ahava ke depannya. 

"Baiklah, saya akan menikahkan mereka berdua," lirih Pak Kades. 

Napas tersengal-sengal, rasa sesak menghimpit rongga dada. Pernikahan impian bersama pria yang dicinta hanya akan jadi mimpi belaka. 

"Aku tidak mau menikah dengannya, Pak Kades. Kami tidak berzina. Tuan, tolong bicaralah! Katakan yang sebenarnya terjadi. Kumohon!" pinta Ahava memelas. 

Berulang kali Ahava mengguncang lengan pria di sampingnya. Berharap pria itu mau membuka suara. Mengatakan apa yang sebenarnya terjadi, bahwa ini semua hanyalah salah paham semata. Mereka berdua sama sekali tidak berzina. Namun sayang sekali, yang didapati Ahava hanya lirikan sekilas dari pria itu. Mulut terkatup sempurna. Nampaknya dia benar-benar enggan berbicara. 

"Tuan, tolong bicaralah! Katakan yang sebenarnya, Tuan!" rengek Ahava. 

"Diamlah, Ava! Terima saja nasibmu. Sudah syukur jalang sepertimu dinikahi. Dasar tidak tahu diri!" sarkas Bibi Belinda. 

Air mata mulai berdesakan, menerobos benteng pertahanan. Malam ini hidup Ahava benar-benar nelangsa. Diusir dari rumahnya sendiri, lalu difitnah berzina dengan seorang pria yang sama sekali tidak dia kenal. 

Semua terlalu menyesakkan bagi Ahava. Niat baiknya justru mengantarkan pada sebuah takdir yang tidak pernah dia sangka. Menikah dengan pria asing. Dengan sebuah keterpaksaan pula. Bagaimana dia akan membina bahtera rumah tangga, kalau semua berawal dari sebuah keterpaksaan? 

Sesepuh desa menjadi penghulu yang akan menikahkan keduanya. Berbekal sebuah nama yang ditulis pada selembar kertas dan jam tangan milik pria itu yang dijadikan mahar, pria dewasa itu mengucapkan janji suci pernikahan dengan suara lirih seperti menahan rasa sakit. 

"Bagaimana para saksi? Sah?"

"Sah!"

Ahava menunduk dalam. Sesekali ekor matanya melirik pria di sampingnya sekilas. Pandangan pria itu lurus ke depan. Bahkan, usai mengucapkan ijab kabul pun pria tersebut enggan memandang Ahava-gadis yang statusnya berubah menjadi istrinya. 

'Ya, Tuhan... Bagaimana aku harus menjalani biduk rumah tangga dengan pria asing ini? Sanggupkah aku menjalani pernikahan yang tidak berlandaskan cinta ini?'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status