Share

Hari Pertama Bekerja

Penulis: Hernn Khrnsa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-05 21:45:31

Keesokan harinya, Sara sudah siap dengan pakaian kerjanya. Ia menatap pantulan dirinya di cermin sekali lagi, untuk memastikan bahwa penampilannya sudah sempurna.

Kemudian, ia turun ke bawah. Di dapur, sudah ada pelayan yang membuatkan sarapan untuknya. Namun, seperti biasa, Matthew sudah tidak ada di rumah.

"Pagi," sapa Sara seraya tersenyum lembut. Ia mengambil duduk di sana dan menerima layanan seperti biasanya.

"Pagi, Nyonya. Hari ini sudah siap mengawali hari yang baru?" kata pelayan itu ramah.

Sara mengangguk singkat kemudian menghabiskan sarapan paginya. Semalam, Matthew sudah memberitahunya untuk datang tepat waktu.

"Syarat utama adalah, kau harus bekerja di perusahaanku dan mengikuti semua aturanku."

Sara mengingat kembali obrolannya dengan Matthew semalam. Pria itu mengizinkannya untuk bekerja, tetapi sebagai jaminannya, Sara harus mengikuti semua aturannya.

Sara yang sangat ingin bekerja langsung menyetujuinya tanpa bertanya lebih jauh lagi.

"Supir Anda sudah menunggu di depan, Nyonya." Pelayan itu mengingatkan.

Mendengar hal itu, Sara langsung menghabiskan sarapannya dan bergegas keluar. Hari ini ia tidak boleh terlambat, ia harus membuktikan kepada Matthew bahwa dirinya bisa diandalkan.

"Aku berangkat dulu Margaretha!"

Kepala pelayan yang dipanggil Margareta itu tersenyum sambil melambaikan tangannya.

•••

Gedung Stanley Group menjulang kokoh, nyaris angkuh, di tengah hiruk-pikuk pusat kota. Di lobi, semua karyawan berpakaian rapi, langkah cepat, dan wajah serius.

Sara berdiri di antara mereka. Ia ragu, canggung, tapi berusaha tenang. Ini hari pertamanya bekerja di perusahaan suaminya sendiri.

Ia melangkah ke resepsionis dan menyebut namanya. Petugas itu langsung tersentak, lalu buru-buru menunduk sopan dan menyerahkan sebuah ID card.

Di sana tertulis namanya, Sara Stanley sebagai Asisten Pribadi Direktur Utama.

Sara meringis. Nama belakangnya kini bukan lagi Clementine, melainkan Stanley. Sara Stanley.

"Pria itu memang tidak pernah setengah-setengah dalam menyiapkan sesuatu." Sara langsung mengalungkan tanda pengenalnya dan berjalan ke lift.

Untuk sampai di ruangan direktur utama, Sara harus menaiki lift hingga ke lantai dua puluh delapan. Lift berdentang, ia masuk dan mematut dirinya sekali lagi.

Sesampainya di sana, sang sekretaris langsung memberitahunya untuk langsung masuk ke dalam ruangan sang direktur.

Sara menarik nafas dalam-dalam sebelum mengetuk pintu. "Ayo Sara, kamu pasti bisa!" monolognya menyemangati diri sendiri.

Ketika suara Matthew terdengar, Sara langsung melangkah masuk ke ruang yang sama mewahnya seperti rumah mereka—gelap, modern, dan terlalu sunyi.

Matthew sedang berdiri di depan dinding kaca, memandangi kota. “Kau datang tepat waktu,” katanya tanpa menoleh.

“Seperti yang Anda perintahkan, Sir.” Sara menjawab dengan datar. Tatapannya tertuju ke bawah, menatap lantai ruangan yang dingin. Sedingin pria yang menempati ruangan itu.

Matthew berbalik. “Hari ini kau akan belajar mengenali sistem kerja. Lusa, kau akan ikut ke rapat-rapat penting. Tapi ingat, di kantor ini, kau bukan istriku. Kau hanya karyawan.”

Sara mengangkat pandangannya. “Baik. Karena aku lebih nyaman diperlakukan sebagai seseorang yang bekerja … daripada sebagai boneka pamer," katanya merendahkan suara di akhir kalimat.

Tatapan Matthew menajam, tapi ia tidak menjawab. Ia lantas menekan tombol interkom.

“Suruh David masuk.”

Tak lama kemudian, seorang pria sekitar awal 30-an masuk. Berpakaian formal, dengan senyum tenang dan sorot mata penuh pengamatan.

Sara langsung menangkap aura berbeda darinya. Tidak terlalu kaku, tapi pria itu jelas tidak bisa disepelekan.

“David Morrison,” kata Matthew singkat. “Wakil Direktur. Kau akan bekerja di bawah pengawasannya.”

David mengulurkan tangan. “Selamat datang di zona perang, Sara.”

Pria itu tersenyum hangat. Namun, ada sesuatu dalam diri pria itu yang membuat Sara merasa tak aman. Mungkin tatapan mengintimidasi atau senyum hangat pria itu. Sara tak tahu pasti.

Sara mengangkat alis dengan senyum singkat. “Kudengar ini perusahaan. Bukan medan tempur.”

David tertawa kecil. “Di bawah kepemimpinan Matthew Stanley? Percayalah, Sara, pekerjaanmu bisa lebih buruk dari perang urat syaraf.”

Sara memalingkan pandangan, menatap Matthew yang terlihat tak peduli. Padahal, pria bernama David itu tengah menyinggungnya.

'Ataukah dia memang terbiasa seperti itu?' pikir Sara tak paham.

•••

Sejak siang itu, Sara mulai belajar. Tentang ritme kerja di Stanley Group, tentang dinamika tim, dan tentang banyaknya tekanan dibalik nama besar perusahaan itu.

Ia menyadari betapa kejam dan efisiennya sistem yang dibangun Matthew. Semua telah diatur. Hingga tak ada celah untuk kesalahan.

Tapi ia juga mulai melihat hal lain.

Bisik-bisik. Tatapan diam dari karyawan lain yang menatapnya rendah. Kalimat-kalimat hinaan yang tak sengaja Sara dengar.

“Katanya, Pak Matthew menikahinya karena utang ayahnya menumpuk.”

"Maksudmu, dia dibeli?"

“Apa dia disiapkan untuk mengamankan posisi Pak Matthew ya?”

“Bisa jadi cuma pengalihan isu.”

Tetapi, Sara menahan diri. Ia tidak punya waktu untuk meluruskan semuanya. Yang ia punya hanyalah tekad dan membuktikan dirinya bukan seperti yang mereka sangka.

"Sepertinya mereka memang tidak punya topik lain untuk dibahas disini," gumam Sara jengah.

Sore harinya, saat semua sudah hampir pulang, David menghampirinya di pantry.

“Kerjamu sangat bagus hari ini,” pujinya santai sambil menyeruput kopi.

“Tapi … ada satu hal yang harus kau ketahui dengan baik, Sara."

Sara menatapnya penuh ingin tahu. “Apa?”

“Banyak orang yang ingin menjatuhkan Matthew. Dan sekarang, kau jadi celah paling empuk untuk itu.”

Sara menatapnya bingung. “Apa maksudmu?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Kontrak Sang Ahli Waris   Meminta Maaf

    Matthew tak bisa fokus bekerja hari itu lantaran memikirkan perubahan sikap Sara yang menurutnya jadi lebih dingin, padahal kemarin, hubungan mereka sudah jauh lebih baik. Di saat yang bersamaan, David datang di waktu yang tepat saat Matthew membutuhkan bantuannya. “Kau terlihat tidak bersemangat, Matt. Ada apa? Jangan bilang ini karena Sara,” tebak David yang justru langsung diangguki oleh Matthew tanpa ragu. “Lagi?” tanya David lagi tak percaya. “Kau sepertinya sangat tidak beruntung dalam hal percintaan,” ledeknya sambil terkekeh pelan. Matthew berdecak sebal, “Diamlah, David. Sebaiknya kau membantuku sekarang, aku benar-benar tidak bisa mengerti apa pun yang diinginkan perempuan!” David tertawa makin keras, membuat Matthew melemparkan tatapan tajam kepadanya. “Oke, oke, kemarilah. Dan ceritakan kepadaku apa sebenarnya masalahmu? Bukankah sebelumnya kau bilang kalau dia suka dengan bunga yang kau beri?” Matthew duduk di sebelah David sambil menghela nafas berat, “Itulah yang

  • Istri Kontrak Sang Ahli Waris   Sikapnya Berubah

    Pagi harinya, Matthew kembali mencoba mengetuk kamar Sara, untuk memastikan perempuan itu baik-baik saja. Namun, belum sempat Matthew mengetuk, perempuan itu muncul dari dalam dengan wajah yang segar sehabis mandi. "Kau belum berangkat?" tanya Sara, berusaha menyembunyikan keterkejutannya. Ia memalingkan wajah begitu melihat Matthew menatapnya. Terlebih lagi, ia ingin menyembunyikan matanya yang sembab sehabis menangis. "Belum." Matthew menjawab singkat, tetapi tatapannya tertuju kepada wajah Sara intens. "Kau habis menangis?" tanyanya menyadari kedua mata Sara yang sembab. Sara menggeleng pelan, "Tidak." "Lalu?" tanya Matthew lagi, kali ini meraih dagu Sara agar perempuan itu menatapnya balik. "Kau bisa jelaskan kenapa matamu sembab, bukan? Kau habis menangis?" "Tidak, tadi mataku terkena sabun cair saat mandi," alibinya sambil menepis tangan Matthew dari dagunya. Matthew tak percaya, ia justru curiga. "Apa terjadi sesuatu?" tanyanya lagi, tak membiarkan Sara pergi. "Tidak ad

  • Istri Kontrak Sang Ahli Waris   Rencana Celine

    Teriknya matahari siang memantul di atas helm putih yang dikenakan Matthew. Ia berdiri tegap di sisi pagar pembatas proyek pembangunan gedung tinggi yang kini memasuki tahap struktur lantai lima. Debu dan suara denting logam bercampur aduk dengan teriakan para pekerja yang sibuk menjalankan tugas masing-masing.Matthew melipat kedua tangannya di dada. Matanya menelaah setiap detail, mulai dari crane yang sedang mengangkat balok beton hingga pemasangan bekisting di sisi barat bangunan. Di tengah panas yang menyengat, pria itu tetap tenang dan serius. Ia selalu memastikan proyeknya berjalan presisi, tanpa celah. Namun, ketenangan itu terganggu ketika suara langkah kaki terdengar mendekat.“Kak Matthew!” Suara ceria itu terdengar begitu kontras dengan suasana proyek.Matthew menoleh. Ia melihat Celine yang berjalan ke arahnya, perempuan itu mengenakan kemeja putih longgar yang digulung di bagian lengan dan celana panjang khaki, dengan sepasang kacamata hitam menggantung di kerah bajun

  • Istri Kontrak Sang Ahli Waris   Yang Berbeda

    Sara menatap foto itu untuk kesekian kalinya. Tak ada kata yang mampu mewakili perasaannya saat ini. Hatinya terasa remuk, kecewa, dan juga bingung. Tangan Sara sedikit gemetar saat ia akhirnya meletakkan ponsel itu di meja kecil di samping tempat tidurnya. “Apa aku cuma lelucon baginya?” gumamnya lirih, hampir seperti sebuah bisikan untuk dirinya sendiri. . Ia pikir, perhatian Matthew selama beberapa hari terakhir, seperti bunga yang ia bawa, cara pria itu merawat lukanya, bahkan saat Matthew membantunya berjalan ke kamar mandi adalah perhatian yang tulus. Tetapi sekarang, semua itu terasa semu. Hanya seperti sebuah formalitas yang dijalankan karena belas kasihan, atau lebih buruk lagi, karena rasa bersalah pria itu. "Betapa bodohnya aku menganggap pria itu mungkin mulai memperhatikan aku," monolog Sara pelan. Ia ingin sekali menangis, atau mungkin bercerita kepada seseorang agar hatinya yang berat bisa lebih lega. Tetapi ia sadar, ia hanya sendirian di rumah ini. Ak

  • Istri Kontrak Sang Ahli Waris   Panggilan Tiba-tiba

    Pagi itu terasa berbeda. Cahaya matahari menyelinap lembut lewat celah tirai dapur, memantul di meja makan yang sudah tertata rapi. Di atasnya, dua cangkir teh hangat mengepulkan aroma menenangkan, ditemani sepiring roti panggang dan telur dadar yang masih hangat.Sara duduk di ujung meja, mengenakan sweater abu-abu lembut dan celana longgar. Wajahnya tampak lebih cerah dari biasanya. Matthew menyusul masuk ke dapur dengan kemeja santai berwarna krem yang lengannya digulung sampai siku. Wajahnya tampak lebih rileks dibanding biasanya.“Selamat pagi,” ucapnya sambil tersenyum.Sara menoleh dan mengangguk. “Pagi. Kau bangun lebih dulu rupanya. Sarapan ini, kau yang buat?”Matthew duduk di kursi seberangnya dan menyodorkan sendok. “Kalau rasanya aneh, maafkan aku. Aku cuma mengikuti video tutorial.”Sara tersenyum kecil. “Tenang saja. Aku tidak berekspektasi tinggi dari CEO yang mendadak jadi chef.”Matthew tertawa pelan. “Tapi setidaknya aku sudah berusaha.”Mereka mulai makan dalam ke

  • Istri Kontrak Sang Ahli Waris   Membantu Sara

    Mentari pagi menyapa lewat celah-celah kecil jendela kamarnya. Sara menggeliat bangun saat sinar matahari tepat mengenai wajahnya. "Ugh! Sudah jam berapa ini?" gumamnya seraya merentangkan tangan sebelum membuka matanya perlahan. Sara terbeliak begitu melihat sosok tinggi tegap berdiri di tepi tempat tidurnya, memperhatikan dirinya yang baru saja bangun dari tidur. "Kau?! Sedang apa kau di kamarku?" Matthew tersenyum tipis, "Kau masih saja terlihat cantik walau baru bangun tidur," pujinya membuat Sara malu dan langsung menutup wajahnya dengan selimut. "Kau mau apa pagi-pagi di kamarku? Keluarlah!" pinta Sara, mengusir Matthew secara halus. Tetapi, pria itu bergeming di tempatnya. "Memangnya kenapa? Ini rumahku, aku bebas mau pergi ke mana saja," katanya bersikeras tak mau pergi. Sara pasrah. "Terserah kau saja, memangnya kau tidak pergi bekerja? Biasanya, kau sudah pergi pagi-pagi buta." Sara menyibak selimutnya dan mengayunkan kakinya turun. Tapi, kakinya masih terasa sakit hi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status