Share

Bab 6 PR dan Ancaman Halus

Author: Luna Maji
last update Last Updated: 2025-05-13 20:08:39

Sore itu, Meri merasa seperti terjebak di dalam diorama museum era Victoria. Dindingnya dilapisi panel kayu gelap yang mengkilap, memantulkan cahaya temaram dari lampu gantung kristal yang menggantung rendah. Kursi-kursi beludru merah marun terlihat mahal tapi kaku, seolah tak pernah diduduki oleh pantat manusia biasa. Di atas meja mahoni, tumpukan dokumen setebal batu bata, mengkilap dengan segel emas yang mencolok, menanti.

Di hadapannya, seorang wanita berambut kelabu yang disisir rapi, dengan kacamata berbingkai tipis bertengger di hidungnya yang mancung, menyodorkan buku setebal kamus berjudul Protokol Istri Montclair. Matanya, setajam elang yang mengintai kelinci, menyapu Meri dari ujung kepala hingga ujung kaki, seolah sedang menghitung kadar kesopanannya.

"Ini adalah protokol dasar dalam menghadiri acara sosial atas nama keluarga Montclair," katanya. Suaranya tenang, tapi setiap kata dipaku dengan otoritas tak terbantahkan. "Anda tidak diperkenankan mengumpat, tidak boleh menyebabkan ledakan dalam bentuk apa pun, dan jangan—dalam situasi apa pun—menggunakan manifestasi sihir yang berpotensi mempermalukan suami Anda."

Meri mengangkat alis tinggi-tinggi, seringai tipis muncul di bibirnya. "Tapi bagaimana kalau dia memang pantas dipermalukan secara magis?"

Wanita itu tidak bergeming. Tidak ada kerutan, tidak ada kedutan, tidak ada tanda kehidupan di ekspresinya yang sempurna. "Maka Anda akan memperlakukannya secara strategis," jawabnya datar. "Dengan senyuman yang manis. Di balik panggung, tentu saja."

Pintu ruangan terbuka nyaris tanpa suara, dan Adrian muncul. Bukan sekadar masuk, tapi muncul, seolah baru saja turun dari panggung atau keluar dari sampul majalah bisnis. Jasnya pas seperti kulit kedua, memeluk tubuhnya dengan sempurna, dan ekspresinya setenang permukaan danau di pagi hari—seolah kekacauan PR ini adalah pementasan yang telah ia atur sendiri. Ia menyampirkan tubuhnya di kursi beludru di samping Meri, begitu santai seolah ini adalah ruang tamunya sendiri.

"Nona Vale," seorang pria berkemeja abu-abu gelap—pengacara keluarga Montclair—berkata, suaranya datar dan dingin seperti lempengan es. "Sekadar mengingatkan bahwa pelanggaran terhadap klausul dalam kontrak ini dapat mengakibatkan pembatalan perjanjian. Dan tentu saja, akan ada penalti... finansial yang signifikan."

Meri menoleh pada Adrian, seringai tipisnya mengeras. "Jadi, kalau aku ketahuan makan salad dengan garpu dessert di depan umum, aku bisa kena denda?"

"Kalau kau melakukannya di depan pers internasional, ya," jawab Adrian, setenang batu nisan di pemakaman paling mahal.

Meri meringis, rasa logam pahit menjalar di lidahnya. Dunia kaum elit ini jelas bukan tempat yang ramah bagi seorang penyihir yang suka ledakan kecil dan humor sarkastik. Kontrak pernikahan ini, pikirnya, semakin terasa seperti borgol emas—mewah, mahal, dan menyakitkan kalau digerakkan sedikit saja ke arah yang salah.

Malam itu, setelah sesi PR yang bisa diklasifikasikan sebagai penyiksaan psikologis ringan, Meri berniat kabur ke kamarnya dan mengubur diri di bawah selimut. Tapi langkahnya terhenti di lorong panjang dan sunyi. Sepatu pantofel mahal Adrian berdecit pelan di lantai marmer, langkahnya terdengar dari arah berlawanan. Tentu saja.

"Melarikan diri dari pelajaran PR besok pagi?" tanya Adrian, suaranya lembut tapi jelas, seolah ia bisa membaca pikiran Meri. Ia bersandar santai di ambang pintu kamarnya, kemeja putihnya yang lengannya digulung hingga siku dan dasi yang sudah longgar, membuatnya tampak seperti... pria biasa. Itu yang paling berbahaya. Terlalu kasual untuk CEO kelas kakap. Terlalu santai. Terlalu memikat untuk kewarasan Meri.

"Aku sedang mencoba menyelamatkan sisa-sisa harga diriku," sahut Meri, suaranya diwarnai sinisme tebal. "Atau mungkin serpihan terakhir kewarasanku."

Adrian melangkah lebih dekat. Cahaya lampu dinding dari samping menukik di rahangnya yang tajam, menciptakan bayangan misterius yang membuatnya terlihat seperti protagonis utama dalam film noir.

"Kau tahu, kau tidak seburuk itu," katanya, suaranya rendah dan tak terduga.

Meri menyipitkan mata, mengamati ekspresinya. "Itu kalimat pujian dari pria yang membuatku menandatangani kontrak pernikahan yang gila?"

"Aku realistis, bukan romantis."

Tentu saja. Meri sudah tahu itu sejak awal. Tapi tetap saja, jarak di antara mereka kini hanya tinggal beberapa inci, terlalu dekat. Udara di antara mereka menegang, dipenuhi listrik yang tak terlihat. Untuk alasan yang tidak ingin ia akui, jantungnya mulai berdetak kencang, memukul-mukul rusuknya seperti genderang perang.

"Ada hal lain yang ingin kau katakan, Tuan Montclair?" Nada suaranya ringan, hampir mengejek, tapi ada tantangan yang mengundang di baliknya.

Tatapan Adrian menembus Meri, begitu tajam hingga terasa seperti hantaman tak kasat mata. "Ya. Ingat peranmu, Marigold. Kita sedang memainkan sandiwara yang rumit. Jangan sampai kau terlalu larut di dalamnya."

Meri mengangkat dagu dengan sedikit angkuh, menyembunyikan getaran halus yang baru saja melintas di dadanya. "Jangan khawatir. Aku tidak sedang jatuh cinta padamu, kalau itu yang kau takutkan."

Adrian menyunggingkan senyum kecil, samar, nyaris licik, dan kali ini, senyum itu mencapai matanya. "Bagus."

Dan dengan dramatis yang entah disengaja atau alami, ia berbalik dan berjalan pergi, bayangannya menyatu dengan kegelapan lorong. Meri ditinggalkan sendirian dalam keheningan yang dingin—dengan denyut nadi yang masih belum stabil dan pikiran yang, sayangnya, mulai terisi pertanyaan-pertanyaan yang tidak ingin ia jawab.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kontrak Sang Miliarder Terkutuk   Bab 10 Pernikahan yang Tak Perlu Dirayakan, Tapi Harus Dibayar

    Kantor Catatan Sipil Vileria berdiri angkuh di antara bangunan-bangunan birokrasi lainnya, eksterior kelabunya memancarkan aura dingin dan formalitas—seolah dibangun dari beton dan sisa-sisa harapan pernikahan yang kandas. Tidak ada bunga, tidak ada dekorasi romantis. Hanya udara pengap, tumpukan dokumen, dan janji-janji yang terlalu mudah diucapkan dan dilupakan. Meri masuk seperti badai glitter—gaun emasnya memantulkan sinar matahari yang masuk melalui jendela kotor, sengaja membuat semua orang mengerutkan mata. Sebuah pernyataan, 'Aku mungkin terperangkap dalam pernikahan kontrak, tapi aku tidak akan memudar.' Di belakangnya, Adrian Montclair mengikuti dengan langkah tenang dan terukur. Jas kelabu gelapnya, dasi tipis yang elegan, rambut tersisir rapi—penampilannya lebih cocok untuk rapat dewan direksi daripada upacara pernikahan. Ekspresinya datar, seperti sedang menuju pertemuan bisnis yang membosankan. Petugas catatan sipil—seorang wanita paruh baya dengan tatapan mata yang s

  • Istri Kontrak Sang Miliarder Terkutuk   Bab 9 Klausul Merah, Jubah Tidur Biru, dan Daster Dendam

    Pukul 06.42 pagi. Langit Vileria masih kelabu, tapi kemarahan Marigold Vale sudah mencapai level matahari. Ia berdiri tegak di depan pintu kamar Adrian Montclair—sang calon suami yang lebih pantas jadi pemeran utama di drama "Playboy dan Kontrak Iblis". Di tangannya tergenggam erat map kontrak yang kini bertabur klausul tambahan, lengkap dengan penjelasan detail dan konsekuensi pedas yang ditulis dengan tinta merah menyala. Meri mengetuk pintu dua kali. Bukan ketukan ragu atau sopan, melainkan ketukan tegas untuk menunjukkan kalau ini bukan kunjungan cinta. Ini negosiasi yang tidak bisa ditunda. Sunyi. Tak ada sahutan dari balik pintu. Dengan geram tertahan, ia mengangkat tangannya lagi dan mengetuk lebih keras, kali ini dengan sedikit sentuhan magis yang membuat ketukan itu bergaung lebih dalam. "Aku tahu kau sudah bangun, Montclair," serunya dengan nada datar yang berbahaya. "Pria sepertimu tidak mungkin tidur nyenyak setelah sesi pelukan gratis tengah malam." Beberapa detik

  • Istri Kontrak Sang Miliarder Terkutuk   Bab 8 Wanita Sah, Wanita Simpanan, dan Wanita yang Memantrai

    Meri tidak membanting pintu. Itu terlalu murahan untuk drama picisan yang baru saja ia saksikan. Dan ia enggan memberikan Cassie kepuasan sekecil itu. Yang ia lakukan hanyalah berbalik dan melangkah menjauh, ritme langkahnya tenang, teratur, seolah baru saja membaca daftar belanja alih-alih melihat calon suaminya bermesraan dengan wanita lain di ruang kerjanya. Seolah ia tidak baru saja melihat Adrian—si arsitek dingin berjas yang katanya alergi sentuhan—membalas ciuman panas dengan mata terpejam dan tangan yang bergerak terlalu intim. Bahkan napasnya pun ia tahan, takut kalau embusan marahnya akan mengubah ruangan itu menjadi danau lava dalam hitungan detik. Dan ironisnya, setelah dua hari "pelatihan" menjadi calon Nyonya Montclair, tidak ada satu pun bab dalam buku etiket mahal itu yang mengajarkan, bagaimana bersikap saat mendengar suara kecupan basah dari balik pintu calon suamimu yang jelas-jelas sedang tidak sendiri. Meri membeku di tengah lorong. Lalu, seperti karakter uta

  • Istri Kontrak Sang Miliarder Terkutuk   Bab 7 Malam Sebelum Pernikahan

    Adrian menatap dokumen di mejanya tanpa benar-benar membaca. Pikirannya terbagi—kontrak bisnis yang harus ditandatangani, reputasi perusahaan yang harus dijaga, dan tentu saja, pernikahan konyol yang tinggal menghitung jam. Di seberang meja, Meri asyik membolak-balik buku panduan etiket dengan ekspresi skeptis. Adrian mengakui, ada sesuatu yang menarik dari ketajaman gadis itu—dalam konteks profesional, tentu saja. Bukan karena matanya yang selalu menyala seperti akan melempar kutukan atau bagaimana cahaya lampu menerpa rambut orennya yang terlalu terang untuk ruangan serba monokrom ini. "Besok pukul sepuluh," ucapnya dengan suara datar. Meri membanting buku itu hingga menimbulkan bunyi gedebuk kecil. "Oke. Kutukan dulu, baru ijab kabul." "Usahakan tepat waktu. Notarisnya punya jadwal yang lebih padat dari jadwal kerajaanku." "Aku juga sibuk, tahu? Harus menyiapkan wajah bahagia palsu, kan?" Dengan mata berputar malas, Meri bangkit. "Kalau tidak ada titah lain, Yang Mulia, saya

  • Istri Kontrak Sang Miliarder Terkutuk   Bab 6 PR dan Ancaman Halus

    Sore itu, Meri merasa seperti terjebak di dalam diorama museum era Victoria. Dindingnya dilapisi panel kayu gelap yang mengkilap, memantulkan cahaya temaram dari lampu gantung kristal yang menggantung rendah. Kursi-kursi beludru merah marun terlihat mahal tapi kaku, seolah tak pernah diduduki oleh pantat manusia biasa. Di atas meja mahoni, tumpukan dokumen setebal batu bata, mengkilap dengan segel emas yang mencolok, menanti. Di hadapannya, seorang wanita berambut kelabu yang disisir rapi, dengan kacamata berbingkai tipis bertengger di hidungnya yang mancung, menyodorkan buku setebal kamus berjudul Protokol Istri Montclair. Matanya, setajam elang yang mengintai kelinci, menyapu Meri dari ujung kepala hingga ujung kaki, seolah sedang menghitung kadar kesopanannya. "Ini adalah protokol dasar dalam menghadiri acara sosial atas nama keluarga Montclair," katanya. Suaranya tenang, tapi setiap kata dipaku dengan otoritas tak terbantahkan. "Anda tidak diperkenankan mengumpat, tidak boleh me

  • Istri Kontrak Sang Miliarder Terkutuk   Bab 5 Latihan Intensif Calon Istri CEO

    Meri duduk di ruang pertemuan keluarga Montclair yang entah bagaimana telah disulap menjadi markas pelatihan intensif calon istri CEO. Di hadapannya, tiga sosok sempurna yang seolah baru keluar dari sampul majalah "Panduan Profesional Elite". Seorang wanita paruh baya dengan garis rahang tegas dan ekspresi wajah yang tak bergerak, mengenakan setelan biru dongker yang tampak mahal dan tanpa cela. Seorang pria muda berkacamata bulat yang duduk tegak dengan pena siap di atas buku catatan, mencatat setiap kata seolah nyawanya bergantung pada tinta yang tertulis. Dan seorang pengacara senior dengan senyum palsu yang licin, tatapannya sesekali menyiratkan keinginan untuk menggugat Meri hanya karena postur duduknya yang terlalu santai. Adrian, tentu saja, berdiri bersandar di dinding dengan gaya kasual yang mahal, kedua tangannya bersilang di dada, mengamati Meri dengan tatapan seorang bos mafia yang sedang menilai potensi rekrutan barunya—dingin, analitis, dan sedikit meremehkan. "Mari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status