Cekrek!
Sarah membuka jendela kamarnya perlahan. Namun, betapa terkejutnya dia saat melihat seseorang telah berdiri di balik jendela itu menatap Sarah."Mau ke mana kamu?""Se-sedang apa kau disini?" tanya Sarah kebingungan.Alih-alih menjawab, orang itu justru mendorong tubuh Sarah beberapa langkah ke belakang menjauhi jendela. "Kau tidak bisa melarikan diri. Masuklah!"“Apa maksudmu?” Sarah pun kembali mendekati jendela dan memaksa keluar dari kamarnya.Hanya saja, orang itu kembali menahan tubuh Sarah sekuat tenaga.Merasa keponakan Ali itu tak bisa dicegah, ia pun berteriak meminta bantuan yang lain.Hal ini jelas menimbulkan keributan.Layla dan Ali bahkan bergegas menuju sumber suara dan betapa terkejutnya mereka saat melihat Sarah tengah meronta berusaha melarikan diri."Lepaskan aku!" teriak Sarah lagi."Tidak bisa. Besok adalah hari pernikahanmu," sahut Ali tiba-tiba sembari berjalan ke arahnya."Apa?" Sarah menatap sang ibu yang mematung tidak jauh darinya. "Ibu, bagaimana dengan aku dan Arjuna?”Ali tak memberi waktu untuk ibu dan anak itu berkomunikasi.Diseretnya Sarah untuk kembali kedalam rumah melalui pintu belakang agar tak membuat malu bila terlihat oleh calon menantunya.Bugh!Tubuh Sarah dihempaskan ke ranjang oleh sang paman.Ali bahkan meminta orang suruhannya untuk segera memasang penghalang di luar jendela kamar Sarah."Malam ini kami akan menjagamu. Jangan coba-coba melarikan diri lagi!" tegasnya pada sang keponakan."Dengar, Sarah! Kami melakukan ini untuk kebahagiaanmu. Mungkin saat ini kamu belum sadar. Namun suatu saat kamu akan berterima kasih pada kami," tambah Ali seolah paling mengetahui apa yang terbaik untuk keponakannya.Sarah pun menggeleng. "Tidak. Ini bukan untuk kebahagiaanku. Ini untuk keegoisan dan keserakahan kalian semua.""Tutup mulutmu, Sarah." Layla yang biasanya hanya diam, ikut membuka suara.Kalimat sang ibu membuat Sarah sangat terkejut. Selama ini, perempuan itu telah berusaha mengabdi untuk kebahagiaan keluarganya, terutama untuk Layla.Namun, mengapa ibu dan keluarganya justru tega menjual dirinya?Air mata pun luruh di pipi gadis itu.Melihatnya, tangan Layla mengepal. Ia pun pergi meninggalkan Sarah dan meminta sang kakak untuk mengurus sang putri.“Maafkan Ibu, Sarah,” lirihnya perih sembari berjalan menuju kamarnya, “tapi, kamu akan berterima kasih nanti karena tak perlu hidup sulit menghidupi keluarga ini terus-menerus.”Sayangnya, mereka tak menyadari jika Adipati dan Romi berdiri menyaksikan keributan itu dari kejauhan.Adipati bahkan mendengar dengan jelas gadis itu tidak menerima pernikahan ini."Apa wanita itu yang akan menikah denganku?" tanyanya cepat."Benar, Tuan.""Dia terlihat lebih muda daripada gambar di foto.""Benar sekali. Sarah masih berusia 22 tahun. Berbeda 20 tahun dengan, Anda."Adipati terdiam. Sempat, pria itu merasa iba. Namun, teringat akan masalahnya sendiri, pewaris keluarga Dharmawangsa itu segera menepisnya.Dia di sini hanya perlu menikahi perempuan desa itu untuk mendapatkan keturunan keluarga Dharmawangsa. Lagipula, Adipati mengeluarkan biaya cukup besar untuk itu.“Aku tak mau tahu. Pastikan semua berjalan lancar,” perintahnya cepat pada Romi.***Sarah terdiam.Sejak semalam, ia tidak bisa tidur dan merutuki takdirnya.Tak ia pedulikan penampilannya meski tahu siang ini adalah hari pernikahannya."Kamu cantik sekali, anakku."Ucapan Layla menyadarkan Sarah dari lamunannya.Dia menangkap kehadiran sang ibu yang berdiri di belakangnya dari cermin.Hanya saja, Sarah mengalihkan pandangan dari Layla karena begitu kecewa pada wanita itu."Hari ini adalah hari bahagiamu, Sarah. Ibu selalu berdoa untuk kebahagiaanmu," tambah Layla.Sarah menahan tangis. Apakah menurut sang ibu ia akan bahagia?Seolah menyadari perasaanya, Layla mendekati Sarah. Dengan wajah penuh penyesalan, wanita itu mendekati sang putri. "Maafkan Ibu, Sarah.”Lagi, Sarah hanya diam.Melihat itu, Layla merasa sedih. Dia bahkan mulai merasa bimbang.Sungguh, ia tidak siap menerima kekecewaan dan amarah Sarah padanya.Layla juga takut, jika Sarah akan membencinya selama sisa hidupnya.Menghela napas dan tangan bergetar, ia pun akhirnya memutuskan sesuatu. “Maafkan Ibu, Sarah. Ibu akan meminta pamanmu untuk membatalkan pernikahan ini."Sarah terbelalak mendengar pernyataan itu.“Bu?”Ia begitu bahagia. Segera, ia peluk sang ibu sampai Ali tiba-tiba muncul di hadapan keduanya. "Apa-apaan kamu, Layla? Pernikahan ini tidak akan bisa dibatalkan."Tatapannya begitu tajam, hingga membuat siapapun yang melihatnya merinding.“Dan Sarah, paman akan membuatmu menyesal jika kamu sampai berani mengacaukan acara ini,” ancamnya.***Layla hanya bisa mematung saat Ali melewatinya dan menarik tangan Sarah begitu saja. “Pengantin pria dan petugas pernikahan sudah siap dan menunggu,” tambahnya, “jangan buat malu.”Mendengar itu, dada Sarah terasa sesak. Pamannya benar-benar tidak peduli pada perasaannya, sedangkan ibunya tidak punya kekuatan dan keberanian untuk menyelamatkannya.Tidak ada sorot kebahagian sama sekali yang tampak pada wajahnya. Sarah memindai ruangan sekejap saat keluar dari kamarnya. Tampak beberapa tamu undangan yang merupakan tetangga terdekat rumahnya.Pandangan Sarah menetap pada sosok wanita seusia ibunya. Dia adalah ibunya Arjuna, kekasihnya. Rasanya, ia ingin berlari ke arah wanita itu dan menjelaskan kejadian sebenarnya.Sayang, Ali begitu kuat menahannya."Wah, cantik sekali pengantin wanitanya," celetuk pegawai kantor pernikahan untuk menghidupkan suasana bahagia."Benar, ternyata dia sangat cantik. Selama ini, kita tidak pernah melihat Sarah berdandan secantik ini," timpal salah satu
"Tu-tunggu! Jangan macam-macam denganku. Dengarkan aku, Paman. Aku tidak akan melakukan apapun denganmu,” ucap Sarah panik, “bahkan, Anda lebih pantas menjadi Ayah atau pamanku daripada suamiku."Adipati menatap tajam perempuan muda di hadapannya yang tampak sulit diatur.Hanya saja, ia tidak ingin berdebat dengan Sarah. Jadi, Adipati memilih tidak menjawab dan kembali fokus dengan pekerjaannya."Paman, kenapa Anda tidak menjawabku? Katakanlah sesuatu,” pinta Sarah, “Apakah kita bisa untuk tidak melakukannya?"Adipati melirik Sarah sekilas, lalu kembali mengabaikan pertanyaan tak masuk akal itu.Di sisi lain, Sarah merasa kesal karena tak mendapatkan jawaban sama sekali dari Adipati.Ia pun menyadari gaun yang ia pakai begitu tak nyaman. Oleh sebab itu, Sarah mengambil sebuah dress simpel berwarna hitam yang sudah disiapkan.Sarah segera menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Di sana dia berpikir keras bagaimana cara agar bisa kabur dari pria itu. Tidak sia-sia dia berdiam d
Setelah pergumulan panas itu, Sarah langsung menepi dan menuju kamar mandi.Adipati jelas tahu bahwa perempuan itu menangis di sana. “Hah…” Pria itu menyugar rambutnya kasar. Mereka belum sampai klimaks.Sebenarnya, Adipati tidak tega melanjutkannya. Ia justru ingin segera pulang menemui istrinya. Namun, jika ia tidak bisa menjamah Sarah secepatnya, keduanya harus menghabiskan malam lebih lama.“Tidak. Aku harus segera pulang dan menemui Anna,” lirih Adipati mengabaikan perasaan iba pada istri mudanya itu.Tok tok tok!Adipati mengetuk pintu kamar mandi, meminta Sarah keluar. Dia juga berjanji tidak akan melanjutkan permainan kecuali Sarah yang memintanya.Setelah beberapa saat, Sarah yang mempercayai perkataan Adipati pun keluar dari kamar mandi. Namun, perempuan itu tidak mengatakan apapun. Sarah tampaknya benar-benar takut untuk berada di dekat pria itu. Meskipun mereka tidak melakukannya hingga klimaks, namun kesuciannya telah direnggut.Adipati mengetahui apa yang sedang pe
“Hei, kenapa kau justru menangis?" "Semua ini gara-gara kamu, Kak. Kini aku tidak pantas disebut seorang Ibu. Aku telah menjual anakku sendiri. Semua tetangga mencelaku sekarang," marah Layla."Jadi gara-gara itu kamu menangis? Sudahlah Layla, abaikan mereka. Kita tidak makan dari tetangga, bukan?""Bukan tentang mereka. Tapi ini tentang menjadi seorang Ibu. Aku gagal Kak. Aku gagal menjadi Ibu yang baik."Layla merutuki penyesalannya. Namun, Ali mengabaikannya. Bagi pria itu, yang terpenting kini adik dan keponakannya telah naik derajatnya. Tentu saja, Ali meminta sedikit bagian sebagai upah menjodohkan mereka.Sarah menutup kedua telinganya, tidak ingin mendengar perdebatan Ibu dan pamannya.Drrt!Sarah meraih sebuah ponsel baru yang sengaja ditinggalkan suaminya untuk memudahkan komunikasi. Sejujurnya, ia sempat bimbang untuk mengangkatnya. Namun, Sarah penasaran apa yang akan dikatakan suaminya itu padanya."Maaf, aku pergi tanpa berpamitan.""Anda tidak perlu melakukannya, P
"Sudahlah, Nak. Mungkin kalian memang tidak berjodoh," ujar ibu Arjuna menenangkan."Aku sangat mencintai Sarah, Bu. Tapi bagaimana bisa dia meninggalkanku begitu saja demi menikahi pria kaya itu?"Sang ibu terdiam sejenak. Ia mengetahui rahasia yang sebenarnya atas pernikahan itu. Namun ia ragu mengatakan pada putranya.Ia tak ingin putranya menimbulkan masalah dalam rumah tangga orang lain. Selain itu, mungkin saja Sarah sudah menerima takdir seperti nasehatnya saat itu. Sehingga ia mengatakan hal keji, yang membuatnya seolah menjadi pelaku utama dalam ketidakadilan kisah cinta mereka."Sarah menikah bukan karena keinginannya."Kejujuran sang ibu lolos juga. Ternyata hati kecilnya menolak untuk memendam kebenaran itu sendiri.Arjuna sontak menatap sang ibu. Kedua netra mereka saling menatap. Sang ibu mengangguk, lanjut menjelaskan."Keluarganya telah menjualnya pada pria kaya itu. Pria itu hanya menginginkan Sarah untuk melahirkan anak untuknya, karena istri pertamanya mandul. Jadi
“Glek."Sarah sebenarnya tidak terlalu terkejut saat melihat suaminya sudah berada di kamarnya. Ia telah melihat mobil mewah milik sang suami terparkir di halaman rumahnya.Hanya saja, ia tiba-tiba merasa kahwatir melihat tatapan menyelidik pria itu di kamarnya.Perlahan, Sarah masuk dan mengunci pintu kamar itu. Lalu, ia mendekat ke arah Adipati yang sedang duduk di tepi ranjang menunggunya. "Apa yang Paman lakukan dengan barang-barang itu di kamarku?""Itu semua oleh-oleh untukmu.""Paman tidak perlu membawanya. Aku tidak butuh apapun dari Paman!""Kamu tahu 'kan, aku tidak menerima penolakan? Bukalah!"Sarah mendengus kesal. Terpaksa ia membuka satu per satu tas belanja yang suaminya bawa."Lingerie?" ujarnya melongo.Sarah menatap suaminya, yang tengah sibuk menata laptop di meja riasnya. Adipati ke mana saja selalu sibuk bekerja. Sikapnya benar-benar seperti orang tua yang gila kerja."Apa dia ingin aku memakai baju yang seperti sarang nyamuk ini?" protes Sarah lirih."Tidak, ak
"Lepaskan! Aku tak mau mandi denganmu!""Jangan bicara lagi."Adipati langsung melumat bibir Sarah. Awalnya Sarah memberontak sekuat tenaga. Namun ciuman hebat dari sang suami membuatnya kalah.Milik Adipati kini semakin mengeras. Sarah dapat merasakannya.Dengan tidak sabar, Adipati membuka semua kain yang melekat di tubuh Sarah dengan kasar.Mereka melakukannya penuh dengan hasrat yang menggelora pada setiap sentuhan dan gerakan ….****"Sarah, ambilkanlah makanan untuk suamimu lebih dulu."'Bukankah dia punya tangan? Mengapa harus aku yang mengambilkannya?'"Terima kasih." ucap Adipati seraya menyodorkan piringnya untuk diisi.Sarah mengambil sesendok nasi dan beberapa lauk pauk untuk sang suami.Mereka makan malam dengan tenang, tidak ada yang berbicara, karena mereka segan jika bukan Adipati yang memulainya.Sedangkan Sarah tampak biasa saja meskipun mereka tahu, Sarah masih tidak menyukai sang suami.Sial bagi Adipati. Hasratnya yang menggelora masih tersisa, ia begitu menikmati
"Aku tidak mau, ranjangku masih bagus."Adipati mengernyitkan dahi. Apa wanita itu tidak merasa sakit setiap bangun tidur? Sedangkan dirinya selalu merasa sakit dan tidak nyenyak karena kasur yang keras.Adipati tidak menghiraukan Sarah yang menolak permintaannya.Pria itu berkeliling mencari barang yang dia inginkan. Ia terlihat sedang melihat dan mempertimbangan mana ranjanh yang akan dia ambil."Aku beli yang ini," Adipati menunjuk kasur dengan ukuran king untuk mengganti kasur keras di kamar Sarah.Adipati ingin merasa nyaman saat ia menginap dirumah Sarah. Selain itu, ia memutuskan untuk membeli sofa, lemari es, lemari pakaian dan banyak perabotan rumah lainnya."Paman, kau tidak perlu membeli semua itu.""Aku membeli dengan uangku, mengapa kau melarangku?"Sarah meneguk salivanya, memang benar perkataan pria itu. Namun, untuk apa membeli semua itu, jika dia saja tidak tinggal di rumahnya.Akhirnya Sarah membiarkan suaminya melakukan semaunya. Lagi pula ia tak dirugikan apapun."