Jiwa – pria itu tak berkata apa-apa, hanya nampak sibuk melepas jasnya lalu melempar ke sembarang arah. Ayuda pun menelan saliva, dia beringsut naik ke atas ranjang untuk menjauh, sedangkan Jiwa mulai melepas kancing kemeja, pria itu menunjukkan dada bidang dan lengannya yang kekar.
“Siapa kamu? Aku sama sekali tidak mengenalmu.” Ayuda memejamkan mata, dia menggigit bibir bawahnya merasakan sensasi aneh yang kini menggerayangi tubuh. “A-a-pa yang kamu berikan ke aku tadi?” tanyanya. Ayuda mulai menggesekkan pahanya dan menggeliat.“Aku sudah membayar mahal, jadi kamu tidak bisa lari sampai kamu bisa memberi apa yang kami mau,” kata Jiwa dengan wajah memerah menahan birahi. Ia terus melucuti pakaiannya sampai tak tersisa sehelai pun yang melekat di badan.“Mem-memberi? Ka-kami?” Ayuda terbata-bata. “A-a-apa maksudmu?” tanyanya.Ayuda tak bisa meneruskan kalimatnya, Jiwa sudah naik ke atas ranjang bahkan membuka kemeja yang dikenakannya dengan kasar. Ayuda merasa aneh, dia tidak bisa menolak perlakuan Jiwa saat pria yang bahkan dia tidak tahu namanya itu melumat bibir. Ayuda memberontak, dia memukul dada Jiwa agar mau melepaskan, tapi entah kenapa ada dorongan yang tidak bisa Ayuda kendalikan dari dalam diri. Hingga pria itu tanpa aba-aba menarik penutup bagian bawah tubuhnya sampai ke betis.Ayuda menjerit tertahan, dia bahkan menggigit bibir Jiwa. Pria itu menjauhkan wajah mereka lalu meremas kembali rahang Ayuda.“Bajingan, apa yang kamu lakukan?” tanya Ayuda dengan wajah sendu, dadanya naik turun menahan rasa sakit bercampur nafsu. Cairan dalam botol yang Jiwa berikan padanya ternyata obat perangsang.Jiwa tak menjawab, dia malah mendorong pingang hingga Ayuda kembali tercekat. Gadis itu mencengkeram lengannya kuat-kuat.
--
Ayuda merintih di bawah kendali Jiwa, dia tidak lagi memberontak karena efek obat perangsang itu membuatnya juga ingin dipuaskan. Begitu juga dengan Jiwa yang terus saja menumbuk Ayuda hingga peluh nampak membasahi keningnya.
“Brengsek! Apa yang kamu lakukan, ha?” Ayuda ingin marah, tapi tubuhnya serasa ingin terus dipuaskan. Obat perangsang itu mengambil alih kesadarannya.
Jiwa tak peduli. Ia terus menekan, hingga Ayuda lagi-lagi harus meremas sprei ranjang. Jiwa baru berhenti saat ke tiga kalinya berhasil menyirami Ayuda. Pria itu berguling ke samping, sedangkan Ayuda hanya diam tak bergerak karena kehabisan tenaga, hingga kakinya yang masih tertekuk perlahan lemas dan menyentuh ranjang.
“Jangan berani-berani kabur! Aku sudah bilang, semuanya akan selesai dengan cepat jika kamu hamil. Kamu bisa pergi dan mendapat kebebasanmu lagi,” ucap jiwa.
Setelah puas bergulat di atas ranjang, Jiwa dan Ayuda jatuh ke alam mimpi. Paginya Ayuda terjaga dengan kepala yang terasa berputar, dia melihat pria yang baru saja merenggut kehormatannya masih terbaring di sampingnya. Ayuda masih mencoba berpikir apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa pria ini menyebut kata bayaran, kabur dan juga hamil. Ayuda tak menyangka dia akan mengalami hal semacam ini di hidupnya, padahal dia datang ke Indonesia untuk melakukan pekerjaan di perusahaan papanya yang sedang mengalami krisis.Beberapa menit kemudian Jiwa nampak bangun, pria itu menatap dingin Ayuda yang duduk menekuk kaki di atas sofa.“Aku akan datang lagi untuk membawamu ke dokter, jadi jangan melakukan hal-hal yang akan merugikan dirimu sendiri,” ancam Jiwa. Dia bangkit dan memunguti pakaiannya yang berceceran. Pria itu mengenakannya kembali tanpa peduli dengan perasaan gadis yang dia renggut kehormatannya dengan paksa itu .Ayuda hanya diam dan masih mencerna semuanya, dia bahkan harus rela mera
Aldi memilih untuk menunggu di lobi. Namun, sudah hampir satu jam di sana nyatanya Ayuda tidak kembali juga ke hotel. Aldi mulai gelisah, dia pun menghubungi sekretaris Affandi untuk membantu berbicara ke pria itu, siapa tahu Ayuda bisa dihubungi oleh papanya.“Apa?”Aldi terperanjat saat sekretaris Affandi yang bernama Hari memberitahunya bahwa saat ini Affandi juga panik, setelah menelepon putrinya tapi tidak ada jawaban.“Apa mungkin dia diculik?” tanya Hari. “Bagaimana kalau lapor polisi?”“Diculik? Lapor polisi, ini belum ada satu kali dua puluh empat jam, tentu polisi belum mau menerima laporan, sebaiknya aku minta saja pihak hotel membukakan pintu kamarnya,” kata Aldi. Pria itu bergegas menuju meja front office lagi dan mengatakan bahwa ada kejanggalan yang terjadi.Awalnya pihak hotel menolak, Aldi bahkan harus berdebat dengan manager hotel. Hingga dia mengancam jika ternyata Ayuda pingsan atau mengalami keadaan darurat di dalam kamar, maka pihak hotel harus beranggungjawab.M
BRAKSatu suara disusul dengan bunyi keras membuat Ayuda yang baru saja memejamkan mata terbangun. Ia mendengar suara ribut lantas bangkit dari atas kasur. Ayuda mendekat, tapi tanpa sengaja kakinya menginjak sisa pecahan vas bunga, dia pun meringis dan kakinya nampak mengeluarkan darah.“Brengsek! berani-beraninya kalian menyekap putriku!”Mendengar suara itu, wajah kuyu Ayuda berubah. Ada binar harapan di matanya mendengar suara garang pria yang sangat memanjakannya. Dengan sisa tenaga, Ayuda menggedor pintu sambil berteriak.“Papa, apa itu Papa? Papa tolong!”Tak lama setelah dia berteriak, suara ribut-ribut itu terdengar semakin dekat, hingga Ayuda mundur ke belakang karena melihat bayangan beberapa orang dari celah bawah pintu. Air mata gadis itu berlinang membasahi pipi, tapi seketika dia hapus karena tidak ingin terlihat lemah di depan orang lain. Ya, begitulah Ayuda, tidak ingin menunjukkan sisi rapuhnya sebagai seorang wanita.“Ayuda!” teriak Affandi setelah pintu didobrak p
Ayuda diam di kamar hotelnya. Ia termenung mencoba mencerna apa yang terjadi. Gadis itu benar-benar syok saat Affandi berkata dia memang memiliki saudara kembar. Papanya itu belum menjelaskan alasan memisahkan dia dan saudari kembarnya, yang jelas Ayuda merasa sangat kecewa dan marah ke Affandi. “Harusnya semua ini tidak terjadi kepadaku,” sesal Ayuda. Ia menekuk kedua kaki lalu menggunakan lututnya sebagai bantalan kepala. “Tapi jika bukan aku pasti dia yang akan mengalami semua hal buruk ini.” Ayuda diambang bimbang. “Bagaimana dia menjalani hidup sampai bisa dijual ke pria sakit jiwa itu?” gumam Ayuda lagi. Dia terus memikirkan nasib saudarinya, berharap bisa bertemu segera. “Di mana dia sekarang? Apa dia sengaja melarikan diri?” Ayuda kembali bertanya-tanya ke dirinya sendiri, hingga dia lelah dan memilih untuk merebahkan tubuhnya ke ranjang. _ _ “Kalian benar-benar tidak becus,” bentak Affandi. “Andai saja kalian mencari orang yang bisa membersihkan rumah dengan baik, pasti
Sore itu seorang pria berkaos hitam lusuh nampak duduk di depan Jiwa dan Wangi di sebuah restoran mewah. Pria yang merupakan ayah tiri gadis bernama Arra itu bernama Bowo. Pria yang sudah menjual anak tirinya sendiri demi uang itu gemetaran, saat Wangi berkata bahwa putri tirinya berani memukul kepala Jiwa menggunakan vas bunga sampai terluka.Wangi ingat, awal perkenalan mereka sekitar tiga bulan yang lalu, di mana saat itu dirinya dibantu sang manager mencari gadis yang bisa dijadikan alat untuk mengandung dan melahirkan anaknya dan Jiwa, tapi ternyata rencana yang sudah Wangi susun tidak berjalan mulus. Banyaknya prosedur yang dilalui, hingga dokter yang enggan melakukan tindakan medis melawan hukum karena mereka ingin memakai ibu pengganti. Alhasil, Wangi harus memaksa Jiwa menyetubuhi Arra. Dan jika ada satu wanita gila di dunia ini yang rela membiarkan perbuatan itu terjadi, dia adalah Wangi – si ambisius.“Kamu tahu, setelah membuat suamiku terluka anakmu kabur dari villa. Oran
Terang saja Jiwa heran dengan tingkah gadis yang dirasanya sangat berani ini. Ia hampir menepis tangan Ayuda tapi gadis itu lebih dulu menjauhkan tangannya.“Kamu tidak akan bisa menyentuhku lagi kecuali aku yang menginginkannya,” ucap Ayuda. Ia kini menatap Wangi yang kebingungan. Dengan senyuman miring, dia menjinjitkan kaki lalu berbisik ke telinga Jiwa, matanya masih menatap ke arah wangi. Alih-alih berbicara lirih, dia malah sengaja mengeraskan suara.“Aku datang ke sini untuk meminta pertanggungjawaban.” Ayuda tersenyum, dia membuat Wangi geram dan mendorong pundaknya menjauh.“Berani-beraninya kamu!” Wangi mengangkat tangan ingin menampar Ayuda tapi gadis itu lebih dulu mencekal dan bahkan mencengekeram erat tangannya.“Apa kalian tahu siapa aku? aku bukan gadis yang … ““Sudah jangan bertengkar!” Jiwa memotong ucapan Ayuda karena tahu sang mama sedang menguping pembicaraan itu. Ia memberi kode ke Wangi dan istrinya itu pun paham, sedangkan Ayuda lagi-lagi tersenyum sinis.“Kit
Ayuda menatap keluar jendela mobil, senyum seringai terbit di bibirnya yang berpulas lipstick berwarna merah menyala . Ia sudah bertekad mengacaukan hidup Jiwa. Bukan hanya karena perbuatan pria itu yang salah sasaran dan merenggut paksa kehormatannya, tapi juga karena Ramahadi yang merupakan saingan bisnis papanya. Sejak awal Affandi sudah memintanya untuk mengambil alih perusahaan yang ada di Indonesia, tapi Ayuda masih gila belajar dan bahkan berniat mengambil S3 di Inggris.Kepulangannya ke Indonesia sejatinya untuk membantu sang papa menangani masalah. Affa Company yang didirikan oleh Affandi berpuluh-puluh tahun lalu sedang dilanda krisis, karena gejolak ekonomi yang tidak menentu belakangan ini. Namun, nahas Ayuda malah harus mengalami kejadian yang tak pernah dia sangka di hidupnya.Ayuda masih terus menatap jendela, dia mengingat ucapan Affandi kemarin saat dirinya mencecar pria itu dengan banyak pertanyaan, terutama kenyataan bahwa dia terlahir kembar.“Kamu memang memiliki
PLAKSatu tamparan mendarat di pipi Jiwa. Pria itu keluar saat mendengar suara berisik di depan kamarnya tadi, dia tak menyangka papanya sudah berdiri di depan pintu dan langsung melayangkan tangan. Jiwa menoleh sambil memegangi pipinya yang terasa panas.“Bagaimana bisa kamu memperkosa anak Affandi, apa kamu sudah gila? sudah Papa bilang jangan minum-minum dan pergi ke club! Kalau kamu ingin bebas dan tidak mau Papa atur pergi seperti yang adikmu lakukan!” amuk Ramahadi. Ia pikir sang putra sulung berada di bawah pengaruh minuman keras saat melakukan perbuatan itu.Jiwa tak bisa membantah, dia seolah tak berdaya jika berhadapan dengan sang papa. Bahkan selama ini dia selalu mengikuti aturan dan perintah Ramahadi bagai kerbau yang dicocok hidungnya.“Semua ini salah paham, Pa!” Wangi mencoba membela sang suami, tapi Ramahadi terlanjur tak percaya dengan bukti-bukti yang sudah ditunjukkan Affandi padanya.“Puluhan tahun Affandi menjadi musuhku di dunia bisnis, dan kini dia berani datan