Share

Kepergian Sekar

Penulis: Nadaaulia
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-02 15:01:33

"Sekar! Kau sudah berani melawanku sekarang ya? Pergi saja sana, pergi kalau kau mau! Aku bisa mencari seribu perempuan yang lebih darimu, sombong kau! Memangnya kau punya apa? Harta? Kecantikan? Semua kau tak punya. Paling yang ada, nanti kau akan menjadi gelandangan, karena sudah berani meninggalkanku!" Teriak Sandi, mencela Sekar dalam amarahnya. Sekar hanya memejamkan matanya, menguatkan langkahnya, tak ingin lagi kembali dengan seseorang yang kali ini benar-benar telah meluluh lantahkan semua rasa cintanya.

"Kau sudah terlalu sering mengeluarkan kata kotor Mas. Bukan hanya kali ini saja kau menghina ku seperti ini, tapi setiap kali kau marah, maka kau akan menghinaku dengan segala sebutan yang kau mau. Aku tak ingin lagi di rendahkan. Aku juga punya harga diri!" Kata Sekar, sembari mengayunkan langkahnya, menyusuri setiap inci jalan yang ia tapaki. Langkah kecil kaki mungil anak sulungnya terhenti, dan itu membuat Sekar ikut juga menghentikan kakinya.

"Ada apa nak? Kenapa berhenti?" Sekar sejenak menatap mata bulat anak sulungnya yang berusia empat tahun itu.

"Bu, kita mau kemana? Kenapa Ayah tadi memanggil ibu, ibu diam saja? Ibu marah sama Ayah?" Pertanyaan polos dari anak pertamanya itu benar-benar membuat hati Sekar kembali teriris. Ia bingung harus menjelaskan apa pada anak yang sama sekali tak mengerti tentang apapun.

"Sayang, kita hanya akan berkunjung ke rumah kakek dan nenekmu saja, hmmm.. nanti juga kita akan kembali ya, kalau kamu rindu pada Ayah, nanti Ayah suruh datang ke tempat kakek, untuk menemui kakak dan adek ya," terang Sekar dengan lembut. Ada rasa perih dan nyeri yang hak bisa digambarkan, saat menatap wajah polos anak yang tak tahu menahu soal keegoisan orang tuanya. Sekar merasa gagal menjadi seorang ibu yang baik bagi anak-anaknya. Ia mungkin egois, karena tak bisa bersabar sedikit saja, menghadapi sikap Sandi, yang selalu kasar dan mudah sekali mencela.

Jika hanya sebatas hinaan saja, mungkin Sekar akan memaafkan kesalahan lelaki itu, tapi kali ini, Sandi begitu keterlaluan, ia memang tak pantas untuk di pertahankan.

"Kita jalan lagi ya, hanya sebentar saja kok. Nanti didepan sana, kita naik mobil ok!" Bujuk Sekar pada anaknya yang sebenarnya tak ingin pergi dari rumah yang biasa ia tempati.

***

Sandi mengacak kasar rambutnya. Ia kesal, benci, marah karena Sekar tak lagi menuruti omongannya. Apalagi sekarang perempuan itu malah memilih pergi dari rumahnya, sudah berani sekarang dia padaku?" Pikir Sandi, yang saat ini sedang kacau tak karuan.

Sekilas ia lihat kunci mobilnya, kalau dengan segera ia mengambil kunci mobil dari atas meja, dan segera keluar rumahnya. Menaiki mobil yang ia punya, berniat mengejar Sekar dan kedua anaknya. Siapa tahu kali ini Sekar mau diajak pulang.

Kepalanya terus berputar mencari sosok perempuan dan dua anak kecil dalam genggamannya. Ia menyusuri setiap jalan yang dilewatinya. Namun lagi, perempuan itu sudah hilang dari pandangan. Tak nampak sedikitpun bayangan atau jejak kakinya. Hal itu membuat Sandi merasa sangat frustasi.

"Aku harus mencari kalian kemana lagi? Bodohnya aku karena tadi tak melarang Sekar pergi, kenapa aku malah diam dan menyaksikan Sekar dan kedua anakku pergi meninggalkanku begitu saja?" Sandi merutuki kebodohannya. Namun tiba-tiba ia teringat pada mertuanya.

"Ibu, Sekar akan pergi kerumah ibunya bukan? Aku dahului saja mereka, sehingga nanti ketika mereka sampai, aku sudah lebih dulu sampai disana," batin Sandi dan langsung mengarahkan mobilnya menuju rumah mertuanya itu. Jarak tempuh untuk menuju rumah mertuanya hanya butuh beberapa menit saja. Apalagi ia jalankan mobilnya dengan begitu cepat, sehingga sangat tak terasa, kalau saat ini ia sudah sampai.

Dengan gagahnya, Sandi turun dari mobil dan lekas menuju rumah sederhana Bu Warti dan Pak Aryo. Kedua mertuanya itu memang sudah sepuha, tapi mereka masih sehat.

"Assalamualaikum Buu, pak!" Kata Sandi saat ia menginjakkan kakinya di teras rumah mertuanya itu.

"Aah nak Sandi? Kemari nak. Ada apa datang kemari? Ayo sini duduk! Kok sendiri? Mana Sekar dan anak-anak?" Tanya Bu Warti, sambil melihat ke sekeliling Sandi, dan tak ia temui anak dan kedua cucunya.

"Aah, anu Bu. Mereka tadi sebenarnya berangkat lebih dulu, sedangkan aku dari kantor itu langsung menuju kemari, jadi kami tidak bareng, begitu," jelas Sandi, berbohong.

"Oh begitu ya. Kalian mau menginap?" Tanya Bu Warti lagi, merasa senang karena kedatangan mantunya itu.

"Aah bagaimana Sekar dan anak-anak saja Bu,"

"Ooh baiklah, kamu mau minum apa? Sebentar ibu buatkan dulu ya," Bu Warti bangun dari duduknya, dan pergi menuju ke dapur untuk membuatkan minum Sandi. Mereka sama sekali tak punya rasa curiga dengan kedatangan mantunya itu. Waktu terus berjalan, sudah satu jam lebih Sandi berada disana. Ia sudah menghabiskan secangkir kopi yang Bu Warti suguhkan, tetapi Sekar tak muncul juga. Hal itu membuat Bu Warti dan Pak Aryo merasa khawatir.

"Duh nak Sandi, kenapa mereka belum sampai juga ya?" Tanya Bu Warti dengan gelisah.

"Mungkin terjebak macet Bu. Sebentar lagi juga pasti sampai," kata Sandi, mencoba menenangkan hati mertua perempuannya.

"Coba hubungi saja Sekar, tanya saja masih dimana mereka? Ibu jadi khawatir begini," tukas ibu tua itu kembali. Begitulah perasaan seorang ibu, ia selalu tak bisa berbaik sangka pada keadaan, jika sedang khawatir pada anaknya.

"Sebentar saya hubungi Sekar ya Bu," Sandi mencoba mengeluarkan ponselnya, dan menghubungi Sekar. Namun lagi, nomor Sekar tak lagi bisa dihubunginya. Mungkin Sandi sudah di blokir olehnya.

"Kenapa nak Sandi?" Tanya Bu Warti bertambah gelisah.

"Sepertinya ponselnya lobet Bu,aah ibu tenang saja, sebentar lagi juga mereka pasti akan sampai," imbuh Sandi lagi, mencoba menenangkan kembali hati perempuan tua itu. Sedangkan dirinya sendiri pun merasa bingung dan was-was.

"Jangan-jangan Sekar tak pulang kesini lagi? Aduh! Bisa kacau kalau memang dia tak pulang kerumah ibunya. Apa alasan yang akan ku buat Jika Sekar tak datang kemari?" Batin Sandi mulai bergejolak, memikirkan alasan, agar ia bisa lepas dan pergi dari rumah mertuanya itu, karena sepertinya Sekar memang tak datang ke rumah mertuanya.

Akal liciknya memang banyak. Ia segera mengeluarkan ponselnya lagi, dan berpura-pura menghubungi orang dikantor.

"Ooh iya, apa? Harus meeting sekarang? Baik bos! Saya akan berangkat sekarang juga!" Kata Sandi, berbicara sendiri. Bu Warti dan Pak Aryo yang tak tahu kalau Sandi sedang berbohong, hanya melihat dan memperhatikan anak mantunya itu berbicara lewat telepon.

"Aduh pak, Bu, maafkan saya. Sepertinya saya harus pulang. Bilang saja sama Sekar, kalau aku pulang dulu. Nanti setelah selesai dari kantor, aku akan kemari lagi. Tolong hubungi aku jika Sekar sampai kemari ya Bu," pesan Sandi pada mertuanya, dan lekas pergi meninggalkan rumah sederhana itu.

Barusaja Sandi menjalankan mobilnya, Sekar datang dengan kedua anaknya ke rumah Bu Warti. Dengan wajah penuh bahagia, Bu Warti menyambut anak perempuannya itu, dan cucu kesayangan mereka.

"Aah akhirnya kalian sampai juga, ibu sudah menunggu kalian daritadi lho?" Kata Bu Warti sembari menggendong cucu bayi mereka. Sekar hanya mengerutkan keningnya, karena heran Ibu sudah tahu kalau mereka akan datang.

"Ibu sudah tahu kalau kami akan datang kemari?" Tanya Sekar heran.

"Lho, kan tadi suamimu datang kemari lebih dulu. Dia nunggu kalian lho, tapi enggak datang juga. Terus tadi ada telepon dari kantornya, makanya dia berangkat lagi, terus tadi ia pesan, kalau kalian sampai, Ibu suruh menghubungi Sandi," terang Bu Warti kembali. Hal itu membuat Sekar menggelengkan kepala, tak habis pikir dengan akal yang Sandi buat.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Pajangan   Tegas

    Sekar sedikit mendorong tubuh Sandi dengan lengannya saat ia berlalu meninggalkan Sandi yang mematung. Sandi hanya menelan saliva, kala ia mendapat perlakuan yang tak menyenangkan hatinya dari Sekar.ia kepalkan tangannya, menahan emosi yang hampir mencuat dalam dadanya. Kemudian ia acak rambutnya dengan kasar, lalu kembali merapikannya. ia ingat kalau ada Nida yang sedang menunggunya.langkahnya ia perlambat saat ia mulai memasuki ruangan tamu. Ia tak berani menatap Andre dan Sekar serta anak sulungnya yang kali ini tengah tertawa melihat Nida yang mencoba menaiki mainan motor pemberian Andre."Ibu, aku kayak ibu ya, bisa naik motor sendiri," kata Nida dengan senangnya. Sekar hanya mengulas senyumnya, mendengar perkataan anak perempuannya itu."Kamu suka sayang?" tanya Sekar kembali. Nida tak membalas, ia hanya senyum. Senyum yang seharusnya menjadi sebuah kebahagiaan bagi seorang Ayah, kini hanya membawa luka bagi Sandi. Ia kini tengah berdiri diambang pintu, ingin berpamitan pada p

  • Istri Pajangan   Cemburu

    "Ayah, kenapa diam, ayo kita main lagi!" ajak Nida sambil menarik narik celana Sandi."Oh iya sayang. Ayo kita main lagi. Maaf ya, tadi Ayah istirahat sebentar. Ayah capek," Sandi berbohong. Mata teduh Nida kini menatap Ayahnya. "Ayah mau minum? Ayah haus ya, dari tadi pegangin sepeda Nida?" tanya Nida, dengan nada khas kekanakan nya. Sandi mengusap lembut rambut anaknya."Ayah enggak haus nak, Ayah cuma panas aja,""Panas Ayah?" tanya Nida kembali. Maksud Sandi adalah panas hatinya, bukan panas cuacanya. Nida mana tahu kalau Ayahnya sekarang sedang cemburu melihat Andre yang datang ke rumah dengan disambut baik oleh Ibunya."Ya sudah kalau Ayah panas, kita masuk saja yu yah. Nanti Ayah sakit kalau kepanasan," ajak anak sulungnya kembali. Sandi hanya mengangguk. Ia memang ingin masuk ke rumah itu, ingin bertegur sapa dengan Andre, yang saat ini tengah bersama Sekar."Assalamualaikum," sapa Sandi saat ia masuk ke ruangan tamu, sambil menggendong Nida. Andre yang tadinya tengah melamu

  • Istri Pajangan   Menyesal

    Mengapa jawaban yang Sekar berikan sangat menusuk tajam di hatinya. Bukankah kata-kata itu yang dulu sangat ia harapkan dari Sekar, agar ia bisa segera menikahi kekasihnya? Tapi pada saatnya, Allah maha mudah membalikkan hati hamba-nya. Sandi merasa tersiksa dengan kata-kata yang Sekar ucapkan."Saya permisi dulu Mas. Silahkan kalau Mas mau main lagi sama anak-anak," pamit Sekar, meninggalkan Sandi. Ia bergegas membersihkan diri, karena siang ini ia ada keperluan. Ya, uang dari sisa membeli motor akan ia belikan untuk membeli sebidang tanah yang kebetulan dijual di pinggir jalan. Daripada uangnya dipakai untuk hal yang tak jelas, ia pakai untuk membeli tanah, dan nantinya akan ia bangun rumah disana.Saat Sekar baru saja selesai mandi, tiba-tiba ponselnya kembali berdering. Nama Andre tertera disana. Sekar hanya mengernyitkan keningnya."untuk apa dia menghubungiku lagi? Ada perlu apa ya?" batin Sekar, dan segera mengangkat panggilan temannya itu."Iya, Wa'alaikumsalam Andre. Ada apa?

  • Istri Pajangan   Aku Hanya Ingin Sendirian

    "Ia masih menarik seperti dulu. Aku masih menyimpan perasaan ini padanya. aku kira setelah semua ini aku tak akan lagi jatuh cinta padanya. Namun nyatanya, ia masih menjadi primadona di hatiku," batin Andre, memuji Sekar. Ia terus tersenyum mengingat pertemuan singkat barusan."Kamu kenapa Ndre? kelihatannya seneng banget?" Tanya Tio, temannya bekerja."Enggak ah. Aku lagi seneng aja. Mau tahu aja sih kamu?""Cie elah, Kamu ketemu perempuan cantik ya? Mana dong? sini aku mau tahu,""Iih apaan sih? Mau tahu urusan orang aja sih lu?""Nih, gua kasih tahu ya, jangan biarin perempuan yang lu cintai diambil orang buat kedua kalinya lagi, lu kejar! entar nangis lagi baru tahu rasa lu!" sumpah Tio, pada Andre."Bener juga kata lu. Entar deh, gua kasih jurus biar dia mau sama gue, hahaha!" canda Andre pada temannya. ***Sekar sangat menikmati perjalanan ini. Ia ingin kalau urusan keluarganya bisa segera selesai. sangat lelah rasanya batinnya, jika mengingat masalah ini semua.Teringat kemba

  • Istri Pajangan   Takdir Tuhan Siapa Tahu?

    Sekar lantas menolehkan tubuhnya. Ia mencari keberadaan seseorang yang sudah memanggil namanya tadi. "Siapa yang sudah manggil aku ya, kok nggak ada orangnya?" batin Sekar sambil terus matanya menjelajah ke sana kemari. "Hhei aku di sini," suara seorang laki-laki mengagetkannya. Sekar hanya mengerutkan keningnya, ketika melihat laki-laki itu berjalan mendekatinya. Seorang laki-laki bertubuh tegap dengan pakaian seragam batik yang melekat di tubuh atletisnya."Hai apa kabarmu?" tanya laki-laki tersebut sambil menyodorkan tangannya. Bau wangi parfum tercium begitu sangat wangi karena jarak mereka tak terlalu jauh. "Sebentar, ini siapa ya?" tanya Sekar tak lantas menerima sodoran tangan dari laki-laki tersebut. Lupa-lupa ingat dengan sosok didepannya."Masa kamu sudah lupa sih, aku Andre teman kuliah kamu. Inget nggak?" Laki-laki itu mencoba mengingatkan Sekar pada masa kuliahnya beberapa tahun silam. Tiba-tiba Sekar tersenyum karena dia mulai mengingat kejadian apa saja yang terjadi

  • Istri Pajangan   Semua Karena Sekar

    "Kamu masuk yuk! Jangan tidur diluar, nanti sakit. Udara diluar sangat dingin sekali," ajak Ibunya Aura, sembari memberikan sebuah selimut tebal pada mantunya itu."terimakasih banyak bu. Tapi Sandi disini saja. Ayah juga tak mengijinkan Sandi masuk,""Tak usah dengarkan apa kata Aura dan Ayah. Kamu masuk saja, ayo!" Ibu masih berusaha untuk membujuk Sandi agar mau masuk kerumah. Sangat tak tega rasanya melihat anak mantunya diperlakukan seperti itu.Usaha Ibu sama sekali tak membuahkan hasil. Sandi lebih memilih tidur diluar saja dari pada harus tidur didalam kamar bersama Aura."Aku lebih baik diam disini saja. Daripada aku harus tidur bersama perempuan yang tak aku cintai," ucap Sandi pelan. Ia kemudian tutupkan selimut itu pada seluruh tubuhnya.***Keesokan harinya, Sekar sudah bersiap untuk pergi. Tapi kali ini, bukan untuk pergi ke sekolah atau menjalankan bisnis yang lainnya, melainkan ia akan pergi ke pengadilan Agama. Baginya tak adalagi yang perlu dipertahankan dari Sandi.

  • Istri Pajangan   Diusir

    "Lalu? Kamu tak sanggup membelikannya untuk Aura?" tanya Ayahnya Aura dengan sengit."Pak, bapak sendiri kan tahu, kalau saya sekarang tidak bekerja. Saya hanya pengangguran. Bagaimana saya bisa membelikan apa yang Aura mau?" keluh Sandi mengusap keringat di keningnya."Seharusnya kamu bekerja! Cari uang yang banyak!" timpal Ayahnya lagi. Sandi seperti seekor sapi yang diperah tenaganya. Baru sehari jadi suami Aura, dia diperlakukan dengan tidak baik oleh mereka. Sangat jauh dengan apa yang selalu ia dapatkan dari keluarga Sekar dulu. Dia selalu dihormati, diperlakukan dengan sangat baik. Tapi sekarang itu semua hanya tinggal kenangan. Semua berakhir karena kesalahannya sendiri. Sandi hanya bisa menyesali semuanya.Sandi berjalan masuk ke rumahnya. Namun tangan kekar mertuanya menghalalkan Sandi di gawang pintu."Siapa suruh masuk? Saya tak mengijinkan kamu masuk sebelum keinginan anakku kamu kabulkan!" ucapnya dengan datar."Apa? Yang benar saja ? Ayah kira mudah cari uang jutaan unt

  • Istri Pajangan   Tak Mau Berpisah

    Semua kerjasama sudah selesai.Sekar sudah mendapatkan bayaran untuk novelnya, dan Tuan Antoni akan segera memulai membuat film tersebut. Mereka kini pulang masing-masing ke tempat tujuan mereka sendiri.Serly hanya membuang mukanya, merasa tak suka jika Antoni bekerja sama dengan Sekar.Antoni yang tak paham akan hal itu, malah terus menerus menceritakan guru baik itu didepan istrinya."Mas. Apa kau tak ada lagi cerita lain selain cerita tentang Sekar?" tanya Serly yang merasa kupingnya panas mendengar cerita membosankan tentang Sekar."Lo, memangnya kenapa? Ada yang salah kalau Mas cerita tentang Sekar? Dia itu perempuan yang hebat. Mas acungkan jempol untuk perempuan mandiri seperti dia," puji Antoni lagi, untuk Sekar.Serly memutar bola matanya dengan malas. Sungguh rasa cemburu itu membuatnya merasa sangat tersiksa.***Sekar langsung pulang ke rumahnya. Ia rebahkan tubuhnya diatas ranjang keras yang terbuat dari kayu jati, milik ibunya.Rasanya hari ini begitu sangat melelahkan b

  • Istri Pajangan   Cembung Buta

    Antoni meninggalkan Serly bersama rasa kepenasarannya. Ia berlari mengikuti Antoni yang terus berjalan dengan cepat. Dunia seolah berubah bagi Serly. Dulu, dirinya lah yang selalu sibuk dengan semua urusannya. Seringkali Antoni meminta waktu untuk berdua, atau bertiga bersama anaknya, tapi Serly selalu menyibukkan dirinya. Dan saat ini, semu berbanding terbalik. Antoni kini sedang fokus pada bisnisnya. Ia sudah lupa bagaimana rasanya punya seorang istri."Mas. Tunggu aku. Jangan cepet-cepet Begitu dong jalannya!" teriak Serly dengan terengah.Tapi Antoni masih tetap berjalan meninggalkan istrinya yang kesusahan berjalan. Ia memasuki sebuah ruangan, dimana tak ada orang lain yang bisa masuk selain hanya yang berkepentingan saja."Stop bu. Jangan ikut masuk. Di dalam sedang ada rapat besar, jadi mohon ibu tak ikut masuk,""Apa? Kau berani melarang ku masuk? Kau satpam baru disini, jadi tak tahu siapa saya hah?""Tak penting bagi saya anda itu siapa. Tugas saya hanya mengamankan Bos saya

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status