Beranda / Rumah Tangga / Istri Pajangan / Seperti disambar Petir

Share

Istri Pajangan
Istri Pajangan
Penulis: Nadaaulia

Seperti disambar Petir

Penulis: Nadaaulia
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-15 13:10:14

"Bu, kamu dandan dong dirumah. Jangan pucet begitu, udah bau, rambut berantakan begitu, pakaiannya lusuh, bikin Ayah gak betah dirumah tahu! Jangankan ingin berhubungan, menyentuh saja Ayah ogah!" celetuk Sandi, berbicara dengan seenak lidahnya, mengungkapkan unek-unek dihatinya.

Seketika wajah Sekar berubah memerah, mendengar perkataan Sandi yang mengiris hatinya. Sebuah perkataan yang tentu saja membuat hati setiap istri merasa disayat. Siapa yang tak mau terlihat cantik, wangi, berdandan dan terlihat segar? Jika keadaan ekonomi saja hanya pas untuk makan.

"Lantas Ibu harus bagaimana pak? Ibu tuh seharian capek ngurus dua anak kita. Jangankan untuk mengurus diri sendiri, sudah bisa mandi saja alhamdulillah," jawab Sekar membela diri. 

"Halaaah...alasan saja kamu ini. Sana ah jangan deket-deket. Males aku liat kamu!" tambah Sandi, menjauhkan kepala Sekar yang semula bersandar di pahanya. Semenjak kelahiran anak kedua, mereka tak lagi romantis seperti dulu. Bahkan berhubungan halal pun bisa dihitung dalam satu bulan hanya beberapa kali saja.

Sekar mengangkat kepalanya dari paha Sandi, dan berpindah tidur dibantal. Rasanya dadanya sesak sekali. Sakit terasa mendengar suami yang menikahinya enam tahun ini, dengan entengnya berbicara demikian.

Seharian Sekar mengurus kedua anak mereka yang masih kecil. Anak sulung mereka Nida, masih berusia empat tahun, sedangkan anak kedua mereka baru berusia enam bulan. Bisa dibayangkan bagaimana mengurus dua bocah balita, sambil mengurus pekerjaan rumah, dengan keadaan ekonomi yang pas-pasan. Jangankan membeli skincare seperti perempuan lain, bisa makan dan kasih anak jajan saja Sekar sudah bersyukur.

 Ditambah Sekar adalah seorang guru honorer, yang harus bisa membagi waktu antara pekerjaan dan urusan rumah tangganya.

Airmata mengalir dengan deras. Rasanya sakit sampai ke ulu hati, mendengar pembicaraan Sandi barusan. Sekar menatap dirinya di cermin. Memperhatikan wajahnya yang terlihat lusuh, dan memang sudah tak menarik lagi dipandang.

"Mungkin benar, aku sudah tak menyenangkan lagi. Pantas saja, suamiku akhir-akhir ini selalu keluar malam. Tak betah dirumah, mungkin seperti apa yang dia katakan barusan, kalau aku memang sudah tak menarik lagi baginya," batin Sekar, menahan rasa sakit yang teramat.

Dia basuh airmata yang mengalir di pipinya. Kemudian ia pandangi kedua anaknya, yang tengah tertidur lelap dikasur. Perlahan ia mendekati kedua buah hatinya, dan tangannya mengusap lembut rambut mereka. Tak terasa, tetesan airmata mengalir di pipi Sekar. 

"Padahal aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk kalian. Tapi bagi Ayah kalian, Ibu sudah tak menyenangkan lagi. Mungkin ia bosan, atau jenuh dengan Ibu," lirihnya, kembali mengusap airmatanya. 

Ia bangkit dari kursi riasnya, dan mencoba membuka ponsel miliknya, yang sedari tadi tak sempat ia buka. Bukan karena apa, melainkan pekerjaannya semenjak shubuh, tak ada hentinya sampai larut malam.

Tangannya masih bergetar, saat terngiang kembali perkataan Sandi padanya.

"Aku ingin curhat, tapi sama siapa? Tak ada sahabat yang bisa kupercaya. Aku takut kalau urusan rumah tanggaku bisa bocor kalau sampai aku cerita pada temanku," batin Sekar, sambil sesekali mengusap airmatanya yang semenjak tadi tak pernah mau berhenti.

Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya, untuk menuliskan cerita pribadinya dalam sebuah novel. Ia guratkan semua kesedihannya. Seperti seorang yang sedang meluapkan kekecewaannya, Sekar menuliskan serta mengeluhkan segalanya dalam coretan itu. Ia tak perlu memikirkan alur, karena memang menceritakan dirinya sendiri disana.

"Aku tak berharap bisa mendapatkan uang dari hobby ku ini. Aku hanya meluapkan semua rasa sedih dan sakitku melalui tulisan ini," pikir Sekar dalam hatinya. Setelah ia berkutat beberapa jam lamanya dengan ponselnya, sambil sesekali ia simpan dan menyusui anaknya yang ingin meminta susu, akhirnya ia bisa menulis beberapa bab malam ini. Lantas kembali ia simpan ponselnya, dan mencoba memejamkan matanya. 

"Sudah jam setengah satu malam, tapi Mas Sandi belum pulang juga," lirihnya. Seperti itulah kebiasaan suaminya akhir -akhir ini. Keluar malam, entah dimana i habiskan waktunya, yang jelas, sudah tak ada lagi kehangatan dan keharmonisan seperti dulu, semenjak Sekar melahirkan anak kedua mereka.

Rasanya enggan sekali matanya terpejam. Ia masih memikirkan perkataan Sandi, yang ternyata sudah berhasil membuatnya terluka.

"Aku harus bisa menabung, agar aku bisa memperbaiki penampilan. Aku tak mau selalu dihina seperti itu oleh suamiku sendiri," batin Sekar kembali. Tiba-tiba terdengar suara derit pintu terbuka. Akhirnya Sandi pulang juga.

Ia lihat dia begitu sibuk dengan ponselnya, setelah barusaja ia pulang dari urusan malamnya. Sekar hanya berpura-pura tidur, sementara matanya masih menyaksikan Sandi yang begitu asik dengan ponselnya. Sampai ia terlelap, tak sedikitpun ia menyapa Sekar. Sekar lalu memberanikan diri untuk mengambil ponsel Sandi, hanya ingin tahu saja, sebenarnya apa yang sedang ia lihat disana, kenapa dia sampai tak punya waktu sebentar pun untuk menoleh istrinya.

Dengan segera, Sekar membuka ponsel suaminya, dan...

Terlihat semua chat berjejer disana. Sandi ternyata sedang asik bermain W******p dengan seorang perempuan bernama Aura. Siapa Aura? Lantas Sekar memberanikan diri untuk membacanya lebih jauh lagi.

"Besok kita ketemu lagi ya ditempat biasa,"

"Apa istri kamu engga pernah marah, kamu keluar malam hampir setiap malam lho?"

"Alah biarin aja. Kalau bukan karena anak, aku sudah menceraikannya dari dulu. Aku tuh bosen lihat dia, apalagi penampilannya yang bikin enek. Ditambah lagi, baunya itu, sangat bikin aku gak nyaman,"

"Mending aku dong ya? Aku kan selalu wangi. Oh ya, makasih ya buat baju baru sama skincare nya, besok aku kasih jatah lebih deh buat kamu, mmuach!"  

Sekar lantas menyimpan ponsel Sandi. Ia tak mampu lagi untuk meneruskan membaca chat suaminya itu dengan perempuan bernama Aura itu. Rasanya ingin sekali ia melihat seperti apa perempuan yang sudah membuat suaminya tega menghina istrinya sendiri didepan perempuan lain.

"Apa aku seburuk itu didepan mu Mas?" Lirih Sekar kembali. Air mata yang semula sudah berhenti menetes, kini kembali mengalir, bahkan kali ini lebih deras dari sebelumnya.

"Aku akan menjauhimu dengan perlahan, agar jika suatu saat nanti kamu memang benar-benar pergi, aku tak akan merasa kehilangan lagi," batin Sekar dan berusaha memejamkan matanya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Pajangan   Tegas

    Sekar sedikit mendorong tubuh Sandi dengan lengannya saat ia berlalu meninggalkan Sandi yang mematung. Sandi hanya menelan saliva, kala ia mendapat perlakuan yang tak menyenangkan hatinya dari Sekar.ia kepalkan tangannya, menahan emosi yang hampir mencuat dalam dadanya. Kemudian ia acak rambutnya dengan kasar, lalu kembali merapikannya. ia ingat kalau ada Nida yang sedang menunggunya.langkahnya ia perlambat saat ia mulai memasuki ruangan tamu. Ia tak berani menatap Andre dan Sekar serta anak sulungnya yang kali ini tengah tertawa melihat Nida yang mencoba menaiki mainan motor pemberian Andre."Ibu, aku kayak ibu ya, bisa naik motor sendiri," kata Nida dengan senangnya. Sekar hanya mengulas senyumnya, mendengar perkataan anak perempuannya itu."Kamu suka sayang?" tanya Sekar kembali. Nida tak membalas, ia hanya senyum. Senyum yang seharusnya menjadi sebuah kebahagiaan bagi seorang Ayah, kini hanya membawa luka bagi Sandi. Ia kini tengah berdiri diambang pintu, ingin berpamitan pada p

  • Istri Pajangan   Cemburu

    "Ayah, kenapa diam, ayo kita main lagi!" ajak Nida sambil menarik narik celana Sandi."Oh iya sayang. Ayo kita main lagi. Maaf ya, tadi Ayah istirahat sebentar. Ayah capek," Sandi berbohong. Mata teduh Nida kini menatap Ayahnya. "Ayah mau minum? Ayah haus ya, dari tadi pegangin sepeda Nida?" tanya Nida, dengan nada khas kekanakan nya. Sandi mengusap lembut rambut anaknya."Ayah enggak haus nak, Ayah cuma panas aja,""Panas Ayah?" tanya Nida kembali. Maksud Sandi adalah panas hatinya, bukan panas cuacanya. Nida mana tahu kalau Ayahnya sekarang sedang cemburu melihat Andre yang datang ke rumah dengan disambut baik oleh Ibunya."Ya sudah kalau Ayah panas, kita masuk saja yu yah. Nanti Ayah sakit kalau kepanasan," ajak anak sulungnya kembali. Sandi hanya mengangguk. Ia memang ingin masuk ke rumah itu, ingin bertegur sapa dengan Andre, yang saat ini tengah bersama Sekar."Assalamualaikum," sapa Sandi saat ia masuk ke ruangan tamu, sambil menggendong Nida. Andre yang tadinya tengah melamu

  • Istri Pajangan   Menyesal

    Mengapa jawaban yang Sekar berikan sangat menusuk tajam di hatinya. Bukankah kata-kata itu yang dulu sangat ia harapkan dari Sekar, agar ia bisa segera menikahi kekasihnya? Tapi pada saatnya, Allah maha mudah membalikkan hati hamba-nya. Sandi merasa tersiksa dengan kata-kata yang Sekar ucapkan."Saya permisi dulu Mas. Silahkan kalau Mas mau main lagi sama anak-anak," pamit Sekar, meninggalkan Sandi. Ia bergegas membersihkan diri, karena siang ini ia ada keperluan. Ya, uang dari sisa membeli motor akan ia belikan untuk membeli sebidang tanah yang kebetulan dijual di pinggir jalan. Daripada uangnya dipakai untuk hal yang tak jelas, ia pakai untuk membeli tanah, dan nantinya akan ia bangun rumah disana.Saat Sekar baru saja selesai mandi, tiba-tiba ponselnya kembali berdering. Nama Andre tertera disana. Sekar hanya mengernyitkan keningnya."untuk apa dia menghubungiku lagi? Ada perlu apa ya?" batin Sekar, dan segera mengangkat panggilan temannya itu."Iya, Wa'alaikumsalam Andre. Ada apa?

  • Istri Pajangan   Aku Hanya Ingin Sendirian

    "Ia masih menarik seperti dulu. Aku masih menyimpan perasaan ini padanya. aku kira setelah semua ini aku tak akan lagi jatuh cinta padanya. Namun nyatanya, ia masih menjadi primadona di hatiku," batin Andre, memuji Sekar. Ia terus tersenyum mengingat pertemuan singkat barusan."Kamu kenapa Ndre? kelihatannya seneng banget?" Tanya Tio, temannya bekerja."Enggak ah. Aku lagi seneng aja. Mau tahu aja sih kamu?""Cie elah, Kamu ketemu perempuan cantik ya? Mana dong? sini aku mau tahu,""Iih apaan sih? Mau tahu urusan orang aja sih lu?""Nih, gua kasih tahu ya, jangan biarin perempuan yang lu cintai diambil orang buat kedua kalinya lagi, lu kejar! entar nangis lagi baru tahu rasa lu!" sumpah Tio, pada Andre."Bener juga kata lu. Entar deh, gua kasih jurus biar dia mau sama gue, hahaha!" canda Andre pada temannya. ***Sekar sangat menikmati perjalanan ini. Ia ingin kalau urusan keluarganya bisa segera selesai. sangat lelah rasanya batinnya, jika mengingat masalah ini semua.Teringat kemba

  • Istri Pajangan   Takdir Tuhan Siapa Tahu?

    Sekar lantas menolehkan tubuhnya. Ia mencari keberadaan seseorang yang sudah memanggil namanya tadi. "Siapa yang sudah manggil aku ya, kok nggak ada orangnya?" batin Sekar sambil terus matanya menjelajah ke sana kemari. "Hhei aku di sini," suara seorang laki-laki mengagetkannya. Sekar hanya mengerutkan keningnya, ketika melihat laki-laki itu berjalan mendekatinya. Seorang laki-laki bertubuh tegap dengan pakaian seragam batik yang melekat di tubuh atletisnya."Hai apa kabarmu?" tanya laki-laki tersebut sambil menyodorkan tangannya. Bau wangi parfum tercium begitu sangat wangi karena jarak mereka tak terlalu jauh. "Sebentar, ini siapa ya?" tanya Sekar tak lantas menerima sodoran tangan dari laki-laki tersebut. Lupa-lupa ingat dengan sosok didepannya."Masa kamu sudah lupa sih, aku Andre teman kuliah kamu. Inget nggak?" Laki-laki itu mencoba mengingatkan Sekar pada masa kuliahnya beberapa tahun silam. Tiba-tiba Sekar tersenyum karena dia mulai mengingat kejadian apa saja yang terjadi

  • Istri Pajangan   Semua Karena Sekar

    "Kamu masuk yuk! Jangan tidur diluar, nanti sakit. Udara diluar sangat dingin sekali," ajak Ibunya Aura, sembari memberikan sebuah selimut tebal pada mantunya itu."terimakasih banyak bu. Tapi Sandi disini saja. Ayah juga tak mengijinkan Sandi masuk,""Tak usah dengarkan apa kata Aura dan Ayah. Kamu masuk saja, ayo!" Ibu masih berusaha untuk membujuk Sandi agar mau masuk kerumah. Sangat tak tega rasanya melihat anak mantunya diperlakukan seperti itu.Usaha Ibu sama sekali tak membuahkan hasil. Sandi lebih memilih tidur diluar saja dari pada harus tidur didalam kamar bersama Aura."Aku lebih baik diam disini saja. Daripada aku harus tidur bersama perempuan yang tak aku cintai," ucap Sandi pelan. Ia kemudian tutupkan selimut itu pada seluruh tubuhnya.***Keesokan harinya, Sekar sudah bersiap untuk pergi. Tapi kali ini, bukan untuk pergi ke sekolah atau menjalankan bisnis yang lainnya, melainkan ia akan pergi ke pengadilan Agama. Baginya tak adalagi yang perlu dipertahankan dari Sandi.

  • Istri Pajangan   Diusir

    "Lalu? Kamu tak sanggup membelikannya untuk Aura?" tanya Ayahnya Aura dengan sengit."Pak, bapak sendiri kan tahu, kalau saya sekarang tidak bekerja. Saya hanya pengangguran. Bagaimana saya bisa membelikan apa yang Aura mau?" keluh Sandi mengusap keringat di keningnya."Seharusnya kamu bekerja! Cari uang yang banyak!" timpal Ayahnya lagi. Sandi seperti seekor sapi yang diperah tenaganya. Baru sehari jadi suami Aura, dia diperlakukan dengan tidak baik oleh mereka. Sangat jauh dengan apa yang selalu ia dapatkan dari keluarga Sekar dulu. Dia selalu dihormati, diperlakukan dengan sangat baik. Tapi sekarang itu semua hanya tinggal kenangan. Semua berakhir karena kesalahannya sendiri. Sandi hanya bisa menyesali semuanya.Sandi berjalan masuk ke rumahnya. Namun tangan kekar mertuanya menghalalkan Sandi di gawang pintu."Siapa suruh masuk? Saya tak mengijinkan kamu masuk sebelum keinginan anakku kamu kabulkan!" ucapnya dengan datar."Apa? Yang benar saja ? Ayah kira mudah cari uang jutaan unt

  • Istri Pajangan   Tak Mau Berpisah

    Semua kerjasama sudah selesai.Sekar sudah mendapatkan bayaran untuk novelnya, dan Tuan Antoni akan segera memulai membuat film tersebut. Mereka kini pulang masing-masing ke tempat tujuan mereka sendiri.Serly hanya membuang mukanya, merasa tak suka jika Antoni bekerja sama dengan Sekar.Antoni yang tak paham akan hal itu, malah terus menerus menceritakan guru baik itu didepan istrinya."Mas. Apa kau tak ada lagi cerita lain selain cerita tentang Sekar?" tanya Serly yang merasa kupingnya panas mendengar cerita membosankan tentang Sekar."Lo, memangnya kenapa? Ada yang salah kalau Mas cerita tentang Sekar? Dia itu perempuan yang hebat. Mas acungkan jempol untuk perempuan mandiri seperti dia," puji Antoni lagi, untuk Sekar.Serly memutar bola matanya dengan malas. Sungguh rasa cemburu itu membuatnya merasa sangat tersiksa.***Sekar langsung pulang ke rumahnya. Ia rebahkan tubuhnya diatas ranjang keras yang terbuat dari kayu jati, milik ibunya.Rasanya hari ini begitu sangat melelahkan b

  • Istri Pajangan   Cembung Buta

    Antoni meninggalkan Serly bersama rasa kepenasarannya. Ia berlari mengikuti Antoni yang terus berjalan dengan cepat. Dunia seolah berubah bagi Serly. Dulu, dirinya lah yang selalu sibuk dengan semua urusannya. Seringkali Antoni meminta waktu untuk berdua, atau bertiga bersama anaknya, tapi Serly selalu menyibukkan dirinya. Dan saat ini, semu berbanding terbalik. Antoni kini sedang fokus pada bisnisnya. Ia sudah lupa bagaimana rasanya punya seorang istri."Mas. Tunggu aku. Jangan cepet-cepet Begitu dong jalannya!" teriak Serly dengan terengah.Tapi Antoni masih tetap berjalan meninggalkan istrinya yang kesusahan berjalan. Ia memasuki sebuah ruangan, dimana tak ada orang lain yang bisa masuk selain hanya yang berkepentingan saja."Stop bu. Jangan ikut masuk. Di dalam sedang ada rapat besar, jadi mohon ibu tak ikut masuk,""Apa? Kau berani melarang ku masuk? Kau satpam baru disini, jadi tak tahu siapa saya hah?""Tak penting bagi saya anda itu siapa. Tugas saya hanya mengamankan Bos saya

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status