Share

Istri Palsu CEO Lumpuh
Istri Palsu CEO Lumpuh
Penulis: Arunika Mine

Part 1 : Tagihan

"Cepat bayar hutangmu! atau ku hancurkan rumah ini beserta isinya."

Rumahnya berantakan. Salah satu dari beberapa pria bertubuh gempal itu berteriak lantang. Mereka berpakaian serba hitam dengan kalung rantai dan tindik yang menghiasi bagian tubuhnya.

Laura yang saat itu baru keluar kamar, hendak kembali ke rumah sakit untuk menjaga ibunya shock berat melihat orang orang tidak dikenal mengacak ngacak isi rumahnya.

"Hentikan omong kosongmu! Keluarlah dari rumahku! Aku tidak punya hutang kepadamu." Perempuan itu mengambil sapu guna mengusir mereka. Begitu sapu hendak diayunkan salah satu dari mereka dengan tampang yang paling garang melemparkan map diatas meja.

"Baca itu!!!"

"Aku sibuk! Untuk apa membaca hal yang tidak berguna seperti itu." Laura melangkahkan kaki.

Menurutnya lebih baik keluar sekarang daripada membuang waktu melayani para bedebah itu. Namun seseorang mencengkram tangannya erat sekali. Saking eratnya ia merasa aliran darah menuju tangannya bagikan terhenti.

"Lihat baik baik! Ibumu punya hutang pada kami 50 JT."

Laura membelalakkan mata setelah melihat gelondongan nol yang ditunjukkan rentenir itu didepannya.

"Ini tidak mungkin. Ibu tidak pernah meminjam uang pada siapa pun."

Dia menggeleng sambil menghempas tangannya kasar. Setelah cengkeramannya terlepas dia mundur pelan. Kenyataan apa lagi ini? Setelah semalam mengetahui bahwa ibunya yang selama ini baik baik saja ternyata sakit parah. Sekarang Laura harus menerima kenyataan lainnya bahwa mereka punya hutang sebanyak itu.

Sementara itu sang rentenir menyeringai kejam. "Kau pikir dari mana ibumu membayar biaya kelulusan SMA mu dua tahun lalu, hah?"

"Ini benar benar gila! Disini tertulis awal pinjaman lima juta. Tapi kenapa sekarang yang harus ku bayar 50 JT? Tak masuk akal. Aku akan melaporkanmu ke polisi atas tindakan penipuan." Laura menunjuk nunjuk kertas ditangan pria berotot itu.

"Jangan berani macam macam jalang kecil." Dia maju perlahan, matanya menyorot tajam tajamnya menatap gadis didepannya. Lalu Jantung Laura bertalu talu. Tangannya terasa dingin. Menguap sudah keberanian yang baru saja terbangun.

"Jadi bayar sekarang juga selagi ku minta baik baik," tegas orang yang satunya lagi penuh penekanan.

Lalu tatapan mereka beralih pada map hijau ditangan Laura. Perempuan itu mundur perlahan, ketakutan.

"Apa yang kalian lihat?" Laura menyembunyikan map di tangannya yang tak lain adalah sertifikat rumah.

Dia tidak punya pilihan lain selain menjual rumah ini untuk biaya operasi ibunya yang harus segera dilakukan. Meskipun dijual, sebenarnya harga rumah ini masih kurang beberapa juta lagi. Lalu, bagaimana jika rentenir didepan merampasnya begitu saja? Laura menggeleng sambil memegang map erat erat. Tidak! Itu tidak boleh terjadi. Ibunya harus selamat. Jadi perempuan itu memilih melarikan diri.

"Akkh ...! Ssstt.... !!!!"

Begitu beberapa langkah lagi menuju pintu tanpa disangka seseorang menjerat kakinya dari samping. Membuat Laura otomatis terjerembab, tengkurap di atas lantai.

Rentenir itu meludah murka. "Jalang kecil sialan. Kau pikir kau bisa lari, hah?" Dia berjalan pelan sambil berkacak pinggang menghampiri Laura yang tengkurap tak berdaya.

Pria itu berjongkok, hendak mengambil surat tanah di tangan Laura. Namun perempuan itu tak kalah sigap, dia bangkit dan memegangnya tak kalah erat. Sayangnya ujung kertas itu sudah berada ditangan sang rentenir.

"Lepaskan! Ini milik ibuku!" teriak Laura dengan mata berkaca kaca. Jika surat ini berhasil diambil preman itu. Laura tidak akan bisa menyelamatkan ibunya.

Rentenir itu menatap Laura berang. Tidak disangka ternyata jalang kecil didepannya kuat juga. Lantas dia menarik kertas sekuat tenaga, menghentikan tarik ulur tak berguna itu.

Sreeekk!!! Sayangnya hal itu membuat kertas yang sejak tadi mereka perebutkan sobek. Sang rentenir menghempaskan potongan map kertas itu ke lantai.

"Dasar jalang bodoh keras kepala. Andai saja kau menurut, hutang hutangmu pastinya sudah lunas sebagian. Sekarang kami tidak bersikap lunak lagi."

Berbeda dengan sang rentenir yang marah marah menatap nanar kertas di tangannya.

"Apa yang kalian lakukan? Lepaskan!!! ku bilang lepaskan!!!" perempuan itu memberontak. Namun sayang sekali tenaganya tidak sebanding dengan dua rentenir yang mencekal tangannya kanan kiri.

"Bos menginginkanmu sebagai bayaran hutang hutang ibumu. Dia akan menjadikanmu istri kelimanya kalau kau tidak bisa membayarnya juga."

Duakh! Dengan berani Laura membenturkan kepalanya ke rentenir di samping kanan dan kirinya dengan cepat. Saking cepatnya bahkan mereka berdua tidak sadar akan pergerakan Laura dan tidak bisa menghindar.

"Aku tidak sudi menjadi selir bos gilamu itu!"

Hidung mereka mengeluarkan darah. Sementara itu preman yang satunya lagi bergerak tak kalah cepat. Sehingga kini Laura berada genggamannya. Perempuan itu mengernyit begitu rambutnya yang menjadi sasaran. Tak ingin kalah perempuan itu berputar kemudian menendang alat vitalnya dengan keras. Rentenir itu mengaduh dan Laura buru buru melangkahkan kakinya dari sana. Namun naas, sebelum berhasil untuk kedua kalinya dia jatuh tengkurap lagi. Entah preman yang mana lagi kali ini yang menjerat kakinya.

"Sudah ku bilang usahamu akan sia sia. Argh ... sial! Menyebalkan! Seharusnya ku bunuh saja kau sekarang. Namun aku tidak bisa melakukannya karena bos menginginkanmu. Benar benar merepotkan! Ah kenapa aku tidak kepikiran untuk membuatmu pingsan saja. " Dia mengayunkan tangan berototnya hendak memukul Laura. Perempuan itu memejamkan matanya pasrah saat kedua tangannya ditahan dalam satu genggaman preman itu. Namun beberapa saat kemudian dia tidak merasakan apa apa dan suruhan rentenir itu melepaskan cengkraman tangannya.

Laura memberanikan membuka mata. Dilihatnya kaki kaki mereka berhamburan keluar, lari tunggang langgang. Laura tidak mengerti sampai beberapa detik kemudian ia melihat pantofel pantofel mengkilap berjalan mendekatinya.

Apakah itu penagih hutang yang lainnya? Laura tidak berani menengadah. Kini lusinan pasang kaki yang memakai pantofel itu berada tepat di hadapannya hanya berjarak setengah meter. Satu pasang pantofel wanita berdiri paling depan. Sepertinya dia bosnya. Meskipun wanita tapi Laura berani bertaruh kalau wajahnya pasti tak kalah seram dari penagih hutang tadi.

"Ampuni saya Tuan Nyonya! Demi tuhan saya tidak punya sepeserpun uang saat ini. Jadi biarkan saya pergi. Saya tidak tahu Ibu meminjam uang berapa padamu. Tapi saya janji-- saya akan membayarnya! Ku mohon biarkan saya pergi. Saya harus menyelamatkan ibu saya. Hiks! Hiks! Saya mohon ...!!"

Tanpa disangka perempuan itu mengulurkan tangan, membantu Laura berdiri. "Bangunlah!," Titahnya dengan suara tenang dan elegan.

Begitu Laura berdiri tanpa sengaja mereka bertatapan. Laura terpana beberapa saat, ternyata perempuan didepannya begitu cantik meskipun usianya tidak muda lagi.

Melihat kondisi rumah Laura yang berantakan Nyonya cantik itu membawanya duduk dibangku teras rumah. Tanpa basi basi dia menyuruh bodyguardnya mengeluarkan satu tas uang.

Laura tertegun. Dia menatap lembaran dollar di depannya dengan tatapan kosong. Lantas perempuan itu terkekeh sinis.

"Aku tidak bisa melakukan pinjaman lainnya pada orang orang seperti kalian. Bunganya benar benar tak masuk akal. Aku sudah muak dan tak sanggup melakukan apapun."

"Ini hanyalah uang muka dari ratusan juta yang bisa kau dapatkan untuk melunasi hutang, membayar biaya operasi ibumu, bahkan membeli rumah baru."

Uang muka? Laura menatap nyonya di depannya dan bodyguard berdasi secara bergantian. Jadi mereka bukan rentenir ya? Ah Laura mengerti sekarang. Jadi dia tiba tiba mendapatkan pekerjaan.

"Jadi apa yang harus kulakukan sampai sampai Nyonya berani memberikanku uang muka sebanyak ini?" Laura menatap perempuan itu penasaran sekaligus cemas. Takut takut pekerjaannya itu disuruh membunuh orang.

Sedangkan perempuan di depannya tersenyum tipis. Dia menatap Laura dengan tatapan tajam dan tegas.

"Jadilah istri putraku yang lumpuh!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status