Share

Part 2 : Setuju

Hahaha .... Ini konyol sekali. Laura menggeleng gelengkan kepalanya. Perempuan itu tertawa terbahak bahak sambil bertepuk tangan.

Sedangkan nyonya didepannya menatapnya datar dan bodyguard di belakangnya siap memukul Laura jika perempuan itu kelewatan.

"Kau hendak menikahkan ku dengan putramu? Aku mengerti jika kau takut putramu, maaf ... tidak laku. Tapi dari sekian juta wanita kenapa harus aku? Bukankah masih banyak gadis gadis yang lebih berada dan lebih cantik dibandingkan diriku?" tanya Laura begitu tatapannya tak sengaja lurus ke depan.

Ia baru sadar sejak tadi mobil mobil mewah nan mengkilat terparkir di depan rumahnya yang kumuh. Sudah jelas pria itu berasal dari keluarga kaya.

"Karena kau mirip Alena," Jawab sang nyonya. "Dia adalah tunangan putraku yang meninggal saat kecelakaan mobil beberapa bulan lalu. Jadi sekarang kau terimalah tawaranku sebelum kau menyesal karena melewatkan kesempatan ini."

Laura berpikir sebentar. Tiba tiba ponselnya berdering. Ternyata itu dari pihak rumah sakit. Mereka berkata kondisi ibunya semakin parah. Jika tak segera dioperasi maka kemungkinan besar ibunya tidak akan selamat. Sedangkan untuk operasi itu Laura membutuhkan uang yang tidak sedikit.

"Tidak ada yang dapat menolongmu selain aku!" tegas sang nyonya begitu panggilan dengan pihak rumah sakit berakhir.

Laura menundukkan kepalanya sejenak, menghembuskan nafas panjang. Memang benar sejak kemarin ia sudah berusaha meminjam kepada kenalannya tidak ada yang menyanggupi pinjaman sebesar itu. Lalu Ia mengangkat kepala sambil menyugar rambut panjangnya ke belakang.

"Baiklah! aku akan melakukannya. Hanya menjadi isterinya bukan? Itu tidak terlalu sulit aku terbiasa menjaga orang sakit. " Lagi lagi Laura mengenyahkan masa depannya.

Baginya kesehatan ibu jauh lebih penting diatas segalanya. 'Aku akan melakukan apapun demi kesembuhan ibu.' tekadnya dalam hati.

Sang nyonya mengangguk puas. Dia mengutak ngatik gawainya.

"Di rumah sakit mana ibumu di operasi?" Tanyanya beberapa menit kemudian.

"King Hospital."

Sang nyonya mengangguk. Setelah selesai mengutak ngatik gawainya, lantas itu berdiri, mengambil tas di sampingnya, melangkahkan kaki kemudian pengawal di belakangnya pun mengikutinya.

"Sekarang bersiap siaplah untuk menemui putraku."

"Ibuku bagaimana?" tanya Laura cemas. Sang nyonya berbalik, dia tersenyum miring kemudian menunjukkan ponselnya.

"Aku telah mengirimkan uangnya. Ibumu akan segera dioperasi."

"Bisakah aku menunggunya di rumah sakit? Aku ingin memastikan ibuku baik baik saja setelah dioperasi. Nanti setelah itu aku akan menemui putramu."

Seketika perempuan itu menatapnya tajam. Ia tidak suka perintahnya dibangkang.

"Ikutilah perkataanku sebelum aku berubah pikiran dan ku tarik kembali uang untuk operasi ibumu."

Laura menutup mulutnya rapat. Lalu masuk ke dalam rumahnya yang telah luluh lantah mirip korban tsunami. Setelah Laura bersiap-siap, ia langsung pergi ke rumah mereka untuk diperkenalkan pada putranya.

"Biar ku jelaskan. Namanya Alejandro King. Usianya 42 tahun. Di usianya kini sudah sepantasnya dia berkeluarga. Kau mengerti maksudku, bukan?" jelas sang nyonya

Perempuan disampingnya mengerjapkan mata terkejut. Tunggu! Jadi maksudnya Laura harus menikah dengan om om? Usianya saja kini baru dua puluh tahun. Laura menghitungnya horor. Mereka terpaut jarak 22 tahun.

"Dia putraku yang ku ceritakan."

Laura berjalan semakin dekat. Di sana terbaring seorang pria. Wajahnya begitu tampan. Usianya tidak terlihat seperti om om justeru terlihat seperti pria matang usia 26 tahuna. Alisnya tebal dan tersusun rapi, garis rahangnya tegas, kelopak matanya tertutup rapat. Alejandro King masih dalam keadaan koma.

"Sekarang bersihkan tubuhnya dan ganti pakaiannya aku ingin melihat bagaimana kau merawat putraku."

Laura menatapnya dan sang nyonya menunjuk handuk kecil dan wadah di samping nakas yang telah diisi air hangat. Laura meraihnya. Mencelupkan handuk itu, meremasnya kemudian mengusap wajah tampan di depannya. Hatinya tiba tiba berdetak lebih cepat dari biasanya.

Sang nyonya memperhatikan Laura. Perempuan muda pekerja keras yang telah ia pantau dalam beberapa minggu terakhir. Tiba tiba sudut bibir sang nyonya tertarik ke samping begitu melihat tangan Laura yang bergetar hebat ketika membuka kancing kemeja putranya dan mengelap tubuhnya. Sepertinya perempuan itu baru pertama kali menyentuh seorang pria. Meskipun begitu dia melakukannya dengan telaten.

"Sudah selesai Nyonya," lapor Laura beberapa saat kemudian. Bertepatan dengan itu sebiji keringat seukuran jagung turun dari pelipisnya.

Pandangan sang nyonya beralih pada putranya yang telah rapi dan wangi. Perempuan itu rupanya menyemprotkan parfum.

"Bagus Laura! Aku suka dengan kinerjamu. Tugasmu cukup sampai disini sekarang."

Setelah nyonya besar puas, mereka pun kembali mengantar Laura pulang ke rumah. Namun Laura bilang bahwa dia harus ke rumah sakit menemani ibunya. Sang nyonya setuju dan tetap mengantarkan Laura. Selama di perjalanan sang nyonya bercerita banyak tentang Alena.

"King sangat mencintai kekasihnya. Namun, tepat sehari sebelum pernikahan, kecelakaan naas itu terjadi. Alena meninggal di tempat dan King mengalami koma. Meskipun dia bangun dokter mengatakan kalau king tidak akan bisa berjalan lagi. Dia lumpuh dan harus bergantung pada kursi roda. Entah lumpuh permanen atau hanya sementara. Semua itu dapat dipastikan setelah king bangun dari komanya."

Selain itu Laura juga diperlihatkan foto foto kebersamaan king dan Alena. Beberapa foto memperlihatkan dia yang sedang tersenyum dalam pelukan King. Begitupun King yang mengumbar senyum tipis manis miliknya. Mereka sangat serasi.

Laura seperti melihat dirinya sendiri dalam foto itu. Mereka benar benar mirip. Hanya saja perempuan di sana lebih glowing.

***

Keesokan harinya saat dia turun dari angkot, melangkahkan kaki menuju rumahnya guna membawa pakaian ganti. Percaya tidak percaya rumahnya telah rata dengan tanah. Perempuan itu mematung. Menatap nanar puing puing bangunan. Tak lama munculah orang orang yang kemarin menagih hutang sambil tertawa terbahak bahak. Laura menolehkan kepalanya. Tampak satu orang berwajah baru berjalan paling depan. kedua tangannya disimpan di pinggang.

"Sudahlah cantik! Menikah saja denganku Hutangmu lunas dan kau punya tempat tinggal serta uang." Benar saja dia adalah bosnya.

Laura mengepalkan tangannya menahan emosi. Apakah ini ulah mereka? Matanya menyiratkan penuh kebencian. Perempuan itu mengeluarkan gawai dari kantongnya untuk menelpon polisi. Namun secepat kilat salah satu dari mereka menyambarnya kemudian membantingnya. Prak!!! Ponsel jadul itu berhasil pecah menjadi beberapa bagian membentur sisa tembokan.

"Sudah ku bilang jangan macam macam atau kau akan terima akibatnya." Dia mengelus pipi Laura dan perempuan itu segera menipisnya kasar.

"Kau begini karena hutangku kan? Sekarang juga akan ku bayar!!!!" untung saja tadi ia sudah bersiap siap jika hal ini terjadi. Di tas hitam yang ia gendong ada puluhan juta uang pemberian nyonya kemarin.

"100 JT."

"Apa?"

"Ku bilang semuanya jadi 100 juta."

"Aku tidak mau! Bagaimana bisa dalam semalam bunganya naik dua kali lipat?"

"Sudah ku bilang tujuanku sekarang adalah dirimu cantik." Ucapnya, mencolek pipi Laura.

"Aku tidak Sudi menikah denganmu. Menyingkir!"

"Apa perlu ku nodai dulu agar kau mau menikah denganku?" ancamnya tak main main.

Tanpa aba aba dalam sekejap pria mesum itu memeluk Laura. Laura memberontak sekuat yang dia bisa. Namun tenaganya tidak apa apa. Tak habis akal perempuan itu menolehkan kepalanya 90 derajat dan sedikit menengadah ke atas. Cuih!!! Laura meludah tepat di wajah sang rentenir. Karena kaget pelukan padanya mengendur saat itulah dia membebaskan dirinya.

"Sialan! Sialan! Beraninya kau meludahi wajah tampanku."

Namun baru tiga langkah bebas, dua anak buahnya telah meringkus Laura kanan dan kiri. Tak tinggal diam, kakinya bergerak menendang alat vitalnya. Namun mereka sudah menepisnya lebih dulu. Laura menggigit tangan mereka. Namun usahanya gagal. Dia justru mendapatkan geplakkan di kepala hingga membuatnya keleyengan.

"Aku harus memberi pelajaran untuk jalang lancang sepertimu." Dia mengambil pisau dari balik pinggang. Berjalan menghampiri Laura yang tak berdaya. Pria itu menyeringai sambil memutar mutar pisau di tangannya. "Harus ku beri tanda dimana, cantik? Pipi kanan, kiri atau sebelah matamu ku congkel." Ujung pisau yang runcing dan tajam itu berkilat kilat di depan wajahnya.

Laura meliar menatap jalanan. Benar benar sialan. Rumahnya ada di kawasan kumuh yang jauh dari penduduk. Bahkan saat ini tidak ada orang lewat yang biasa dimintai tolong.

"Sebaiknya mulutmu saja yang ku robek sampai telinga, kemudian nanti lidahmu yang kupotong. Aku tidak suka dengan mulutmu ini."

Dicengkeramnya kepala Laura agar perempuan itu diam. pisau berkilat kilat mengacung di udara.

Perempuan itu berusaha menjauhkan wajahnya. Namun hanya beberapa senti. Buktinya tak lama pisau dengan sensasi dingin itu menyentuh ujung bibirnya. Rentenir itu hendak menancapkan lebih dalam dan membuat goresan ke samping. Namun sebelum niatnya terwujud ia mendengar beberapa langkah kaki mendekat. Jelas itu bukan anak buahnya. Sang rentenir pun menoleh begitupun Laura yang ikut penasaran.

Disana muncul beberapa pria yang memakai jas hitam dan celana bahan. Satu diantaranya memakai kemeja putih dan celana cream. Dia adalah pria paling tampan dan berada paling depan diantara semuanya. Duduk di kursi roda didorong oleh asistennya. Laura tidak mungkin melupakan wajah menawan itu.

"Alejandro King! Bukankah kemarin pria itu masih koma?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status