Alunan musik klasik mengalun indah dan lembut memenuhi seantero kamar yang besar dan mewah itu. Seorang wanita menyemprotkan sebuah parfum mahal ke leher jenjangnya yang menggoda. Ia tersenyum melihat pantulan tubuhnya yang sexy di kaca. Balutan lingery warna maroon dengan G-string warna senada, membuat lekukan tubuhnya yang indah sangat terlihat jelas.
Pintu terbuka dan masuklah seorang pria dengan mata tajam dan dingin juga rahang kokoh. Rambut halus menghiasi sekitar rahang membuatnya semakin tampan dan tampak sangat dewasa.
"Kai …." Wanita itu berjalan dengan gemulai ke arah si pria yang melepas jas-nya dan terlihat tak acuh.
"Aku capek," sahutnya datar. Ia melempar jas pada sofa dan hendak menyandarkan tubuhnya yang penat, saat wanita itu mengusap rahang kokoh Kai dan tak peduli dengan sikapnya yang dingin.
"Tapi, aku pengen …," rajuknya dengan suara mendesah.
Kaindra melonggarkan dasinya dan menatap jengah pada wanita itu.
Mobil meluncur semakin jauh meninggalkan kota Jakarta. Lena mulai merasa cemas dan kalut. Akan dibawa kemana ia? Ingin sekali bertanya, tapi ia merasa sungkan. Kedua bodyguard Elmer yang duduk di depannya ini seperti majikannya yang datar dan dingin. Sepanjang perjalanan, tidak ada percakapan sama sekali dari mereka.Sekitar tiga jam kemudian, mobil masuk melewati sebuah gerbang hitam."Kita sudah sampai, Nona." Randy membukakan pintu mobil.Lena keluar dengan perlahan dan mengedarkan pandang ke sekeliling. Di hadapannya berdiri sebuah pondok kayu dan di bawah sana, sebuah danau membentang dan permukaan airnya terlihat seperti mutiara karena tertimpa sinar mentari. Ia berdecak kagum karena pemandangan di hadapannya ini hampir mirip kota Saint Moritz di Swiss, tapi dalam skala kecil. Sedangkan tempat ia berdiri berada di dataran tinggi dengan perbukitan yang menjulang tinggi mengelilingi tempat itu beserta danau nya."Silakan ikut saya," ujar Randy dengan be
Hari sudah petang saat mobil yang dikendarai Aryo memasuki gerbang rumah Mahendra.Setelah turun dari mobil, Lena segera naik ke atas dengan berjalan cepat agar tidak bertemu dengan Nyonya Merry atau pun Electra. Namun, usahanya untuk menghindar sia-sia. Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dan anggun itu sedang duduk santai bersama Reta saat Lena datang."Oh … oh … ada yang baru saja pulang dari menghamburkan uang rupanya, Nyonya." Reta melirik sinis pada Lena."Seperti rumah kost saja, pulang-pergi seenaknya. Kamu ga kasihan pada putraku yang kerja keras hingga lupa istirahat dan kamu hanya foya-foya di luar?!" ketus Nyonya Meery dengan mata melotot.Alena mengembuskan napas kasar, "maaf Mi. Tapi, aku pergi tidak untuk menghamburkan uang," sahut Lena membuat dua wanita paruh baya dihadapannya menganga karena jawaban lembutnya."Aku pergi karena ….""Istriku pergi ke kantor tadi seharian karena menemani Ka
Alena berjalan masuk ke dalam kamar dengan mendendangkan sebuah lagu. Ia tampak sekali ceria. Ketika membuka pintu, ia tersentak kaget karena Kai sudah berdiri di hadapannya dengan wajah dingin."Darimana kamu?""Dari taman, merawat bunga." Lena menunduk dan akan berlalu dari hadapannya."Merawat bunga atau bercanda dengan Elmer!" Nada suara Kai terkesan ketus dan tak suka.Lena mendongak dan menatapnya datar. "Apa salah jika aku berbincang dengan adikmu? Kenapa kamu terlihat tak suka?"Jawaban Lena membuat Kai tersentak dengan wajah gusar. Pria itu sedikit salah tingkah. Memang sebenarnya bukan urusannya jika Alena dekat dengan Elmer. Karena gadis itu bukan Vena. Namun, entah mengapa Kai tidak suka melihatnya."Cepat bersihkan dirimu dan kita turun ke bawah," perintah Kai untuk menutupi kegusarannya.Lena hanya diam dan segera masuk ke dalam kamar mandi.."Kemarilah, Nak, kita sarapan bersama," sapa Tuan Dh
Elmer mamandang iba pada Lena yang tampak ketakutan. Gadis itu duduk dengan gelisah di taman. Berkali, ia mengusap air matanya. Elmer baru saja menyelamatkan Lena dari amukan sang mami dan kakaknya, Electra."Alena."Gadis itu mendongak dan cepat-cepat menghapus air matanya. Ia mencoba tersenyum pada Elmer, membuat hati lelaki muda itu semakin mencelos."Kamu baik-baik saja?" Elmer mendekati Lena dan duduk di sampingnya.Ia mengangguk pelan. "Terimakasih, Tuan muda.""Untuk apa?""Karena telah membelaku di depan Nyonya Merry dan Nona Electra." Lagi, ia tersenyum tulus.Pemuda itu menelan ludahnya dengan getir. Ingin sekali ia merengkuh gadis rapuh di hadapannya ini."Setelah ini … bagaimana nasibku selanjutnya?" gumam Lena seperti pada dirinya sendiri membuat dada Elmer semakin sesak."Lena …." Elmer menyentuh lembut jemarinya."Waow, ternyata mantan kekasihku ini sekarang menyukai adikku
Ruangan besar yang terasa hangat, dengan rak besar dan tinggi berisi banyak buku-buku tebal menjadi pemandangan Alena saat ini. Ia berada dalam perpustakaan Tuan Dhanu. Terdengar suara detak jam dinding diantara kesunyian dan helaan napas panjang seorang pria yang duduk di hadapannya."Lalu kamu mau kemana?" Terdengar suara lembut Tuan Dhanu setelah beberapa saat hening.Lena menunduk dengan wajah sendu. Jemarinya memilin ujung kemeja dengan gugup. Ia menggeleng lemah. "Saya belum tahu, Tuan. Tapi, yang pasti … saat ini saya akan pergi. Demi kebaikan semua orang.""Ini kota besar. Dan kamu tidak mengenal siapapun di sini, juga tidak mempunyai pengalaman. Kenapa kamu tidak pulang kampung saja?"Sekali lagi Lena menggeleng lemah. "Kak Vena menyuruh saya untuk tidak pulang. Kalau saya pulang, maka Paman akan tahu jika kak Vena telah kembali. Dan itu tidak di inginkan olehnya," sahut Lena lirih dengan suara bergetar.Tuan Dhanu terhenyak m
Setelah menemui ayahnya di ruang kerja untuk melaporkan bahwa Alena telah pergi, dengan lesu Kaindra naik ke atas menuju kamarnya. Entah kenapa hatinya merasa gamang juga sangat merasa bersalah pada gadis itu."Kai …."Pria itu terkejut ketika mengetahui Vena dengan santainya tidur di atas ranjang."Ngapain kamu di sini?""Pertanyaanmu aneh deh. Ini 'kan kamarku juga.""Oh iya, setelah menghilang dan menggantikan posisimu dengan Alena, lalu tiba-tiba kamu datang lagi dan tidak merasa bersalah sama sekali. Bagus sekali kelakuanmu." Kai menyorot sinis.Vena beringsut bangun dan duduk dengan santai di tepi ranjang, hingga gaun malamnya tersingkap. Ia menatap Kai dengan terkekeh, seolah pria di hadapannya ini seorang badut yang lucu."Aku punya alasan sayang. Dan semua yang aku lakukan, untuk kebaikan kita bersama.""Oh ya. Demi kebaikan bersama. Dan aku tidak peduli. Terserah kamu mau apa, yang pasti semua sandiwara mu,
Satu minggu kemudian.Alena mematut penampilannya di depan cermin. Wajahnya terlihat cerah dengan sebuah kemeja berwarna biru tua dengan kombinasi biru muda di lengannya. Ia menyapu tipis wajahnya dengan bedak dan lipstik natural di bibirnya, lalu mengucir rambut agak tinggi ke atas.Sempurna. Ia berdecak senang."Sudah siap?" Vita temannya melongok ke pintu tanpa mengetuk pintu."Sudah dong." Ia tertawa renyah.Dua orang gadis berjalan bersisihan sambil mengobrol hangat menuju jalan besar untuk menunggu angkot. Kini Lena telah mendapatkan pekerjaan di sebuah toko sepatu atas bantuan Vita--gadis yang tak sengaja ia kenal saat di terminal pekan lalu."Nanti selama training, kamu hanya dapat gaji setengah, ya," kata Vita saat mereka duduk bersebelahan dalam angkot."Ga masalah. Yang penting aku dapat kerja," timpal Lena sumringah.Toko sepatu tempat Lena bekerja tidak begitu besar, tapi tempat itu berkualitas de
Siang yang terik dengan mentari tepat di atas kepala. Kaindra keluar dari sebuah kafe kecil di sebuah pusat perbelanjaan. Ia merogoh ponselnya untuk memanggil Tony agar menjemputnya, saat tiba-tiba seseorang merampas ponsel yang baru saja ia tempelkan di telinga."Hei!" Kai berteriak lalu mengejar pria dengan memakai Hoodie hitam itu.Si pria masuk ke dalam gang kecil, yang diapit dinding-dinding tinggi di kiri-kanannya. Kai berhasil mengejar pria itu lalu kakinya menendang si pria hingga ia jatuh terjungkal. Tanpa ampun, Kai menghajar pria yang telah merebut ponselnya itu.Namun, tiba-tiba ….Bugh!Seseorang memukul tengkuknya dari belakang."Hentikan! Dia bisa mati," teriak seorang wanita yang seketika membuat Kai memutar tubuhnya dengan geram ke belakang. Dan terhenyaklah ia, begitupun dengan si gadis hingga keduanya sama-sama tertegun."Kamu!""Kamu!""Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Kai, kem