Home / Mafia / Istri Pengganti Sang Mafia / 02. Permainan dari Kekuasaanmu

Share

02. Permainan dari Kekuasaanmu

Author: Dedew Eirysta
last update Last Updated: 2025-08-12 22:38:59

Sore itu udara Tokyo terasa jauh lebih dingin daripada biasanya. Angin menusuk hingga ke tulang dan salju turun perlahan dari langit kelabu. Namun, dinginnya musim dingin tak sebanding dengan hawa yang membekukan seluruh tubuh Qey saat Rafael De Luca berdiri di ambang pintu studio seni kecil tempat ia bekerja.

Tubuh Qey membeku. Ia hanya bisa menatap wajah lelaki itu, wajah yang dulu sering ia lihat di rumahnya, tersenyum tipis kepada ibunya, berbicara dengan ayahnya, mengacak rambut kakaknya, bahkan terkadang mengejeknya saat mereka masih kecil. Tapi pria di hadapannya sekarang adalah Rafael yang berbeda. Lebih dingin dan lebih berbahaya.

"Ka-kamu tidak serius ‘kan?" Qey berusaha tersenyum miring, walau wajahnya pucat pasi.

"Kamu tau aku tidak bermain-main, Qey!” balas Rafael dengan tegas.

Dalam sekejap, Rafael menyentakkan pinggang Qey dan menariknya lebih dekat. Pelan tapi pasti, tangan dinginnya naik ke dagu Qey, memaksanya menatap ke matanya.

"Aku memberimu pilihan, bukan permohonan!"

Rafael melepasnya dengan satu dorongan kecil yang membuat Qey limbung selangkah. Perempuan itu hanya berdiri dengan napas memburu dan jantung berdebar kencang.

"Bereskan barang-barangmu. Kita akan kembali ke New York malam ini," perintah Rafael dengan sarat memerintah. "Aku tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi."

Qey menggeleng sambil berucap lirih, "Aku tidak mau! Kamu tidak bisa memaksa orang menikah denganmu seenaknya!”

"Sayangnya, aku bisa dan aku akan melakukan apapun yang aku inginkan," balas Rafael tersenyum miring. “Kamu tau sendiri bagaimana sifatku ‘kan, Qey?!”

Qey menggigit bibir bawahnya, bingung antara ingin menangis atau melempar sesuatu ke wajah Rafael. Tetapi dia tahu itu tidak akan ada gunanya. Rafael bukan tipe orang yang bisa diancam atau dilawan dengan emosi. Lelaki itu seperti batu keras, dan Qey hanyalah daun yang tertiup badai. Mana bisa melawan Rafael begitu saja. Mau minta tolong kakaknya pun, pasti kakaknya tidak akan bisa membantu.

“Kita tidak ada waktu, Qey!” desak Rafael menarik lengan Qey agar segera membereskan barang-barangnya.

Terpaksa Qey menurut dan lebih dulu menutup pintu studio. Dia tidak mau ada barang yang hilang, walaupun keadaan di sekitar sana termasuk wilayah yang aman.

Rafael mengantar Qey kembali ke apartemennya, padahal Qey belum memberitahu tetapi lelaki itu lebih dulu mengetahuinya. Sudah pasti kalau Rafael benar-benar mencari tahu keberadaanya. Di apartemennya yang sederhana, Qey duduk membeku di tepi ranjang. Rafael duduk di kursi seberang, menatapnya seperti sedang menilai barang yang akan dibelinya.

"Aku tidak akan membiarkan keluargaku disakiti," ucap Qey akhirnya. "Aku akan ikut denganmu. Tapi jangan libatkan mereka. Kakakku ... dia tidak tahu apa-apa."

"Kakakmu … sebisa mungkin dia melindungimu, tapi dia tidak akan bisa selamanya menyembunyikanmu dariku. Dan dia akan menjadi orang pertama yang kutarget kalau kamu mengingkari janji," balas Rafael dengan nada datar dan dingin.

"Kenapa aku?" gumam Qey lemah. "Kenapa bukan Gianna? Kau mencintainya, bukan?"

Untuk pertama kalinya, ekspresi Rafael berubah. Sekilas. Sejenak.

"Cinta?" Ia tertawa sinis. "Pernikahan ini tidak pernah tentang cinta. Itu tentang kekuasaan, symbol, keseimbangan. Dan kamu malah menghancurkan semua itu!”

"Jadi … kamu akan menjadikan aku boneka?" Qey menatap Rafael dengan tidak percaya.

"Lebih dari itu," Rafael menatap tajam. "Kamu adalah pengganti. Dan karena itu, kamu harus lebih sempurna."

Qey tidak mengerti maksud ucapan Rafael. Awalnya dia pikir kalau Rafael sama seperti kakaknya, ternyata lebih dari itu. Rafael lebih berpengaruh dan membahayakan. Qey jadi heran pada kakaknya yang mau berteman dengan orang seperti Rafael.

Perjalanan kembali ke New York dilakukan diam-diam. Jet pribadi Rafael sudah menunggu di bandara Haneda. Qey tidak punya pilihan selain menurut. Dalam pesawat mewah itu, dia duduk diam dengan tangan terkepal, menatap jendela yang kini gelap. Rafael di kursi seberang hanya membaca dokumen dan sesekali meliriknya.

"Apa rencanamu setelah ini?" tanya Qey dengan suara lirih dan wajah cemberut.

"Pernikahan kita akan diumumkan minggu depan."

Qey langsung melihat lelaki itu. "Kamu tidak serius ‘kan?"

"Oh, aku sangat serius," ucap Rafael tenang. "Dan semua orang akan tau kamu adalah milikku."

Kata-kata itu membuat punggung Qey merinding. Dia membayangkan betapa terkejutnya orang tuanya, kakaknya, semua keluarganya, bahkan mungkin Gianna yang entah ada di mana kalau mendengar berita bahwa Qey akan menikah dengan Rafael.

“Tidak bisakah kamu berpikir ulang?” tanya Qey bernegosiasi. “Atau memberikanku waktu?”

Rafael melihat Qey dengan intens. “Tidak! Waktu satu tahun sudah lebih dari cukup!”

Bibir Qey mengerucut karena tidak ada cara yang bisa dia lakukan kabur. Setelah ini Rafael pasti akan lebih menjaganya agar tidak kabur seperti Gianna.

Pesawat mereka di New York, Qey langsung dibawa ke mansion megah milik keluarga De Luca. Bangunan tua bergaya Victorian dengan penjagaan super ketat. Rumah mewah yang membuat Qey merasa seperti masuk ke dalam kandang singa, tetapi dengan label istri yang akan digantungkan di lehernya.

Qey jadi berpikir kalau dia harus mencari cara apapun, tidak peduli dengan penjagaan yang ketat dia akan berusaha untuk kabur sebelum hari pernikahan.

*****

Di rumah itu Qey mulai memperhatikan sesuatu yang aneh. Rafael tidak memperlakukannya seperti tahanan sebagaimana biasa Qey lihat. Rafael memberinya pakaian terbaik, ruangan pribadi, bahkan koleksi buku klasik yang Qey suka.

"Kamu tau aku suka membaca?" tanya Qey suatu malam, ketika ia menemukan tumpukan novel-novel lawas di perpustakaan pribadi.

"Aku tahu lebih banyak dari yang kamu pikirkan," jawab Rafael sambil menyeruput kopi di sisi ruangan.

"Stalker," gumam Qey.

"Istri seharusnya tidak berbicara seperti itu."

Qey menghela napas. "Aku bukan istrimu."

"Belum."

“Lagipula, kita sudah saling mengenal belasan tahu. Tidak mungkin aku tidak tau tentang kesukaan adik teman baikku!” balas Rafael lalu tersenyum miring. “Bahkan dulu kamu sering merengek dan bermanja padaku!”

Mata Qey melotot. Kejadian itu sudah lama, Qey mengenal Rafael sejak umur enam tahun. Sedangkan Rafael berumur 13 tahun dan menjadi teman baru kakaknya di senior high school tingkat Internasional. Diusia seperti itu Rafael harusnya masih junior high school tetapi dengan kecerdasannya, Rafael bisa loncat kelas.

Dulu setiap saat Rafael selalu datang ke rumahnya dengan membawakan makanan dan mainan. Qey jadi manja dan sering mengadu jika dijahili oleh kakaknya. Semua berubah saat Rafael kuliah di luar negeri, lalu kembali untuk memimpin perusahaan dan menjadi ketua mafia. Qey seperti tidak mengenal lelaki itu, secara perlahan dia merasa asing.

“Itu dulu, sekarang aku sudah tidak manja dan suka merengek lagi!” balas Qey mengalihkan pandangannya kea rah lain.

Rafael mendekati perempuan itu kemudian mengelus kepalanya. “Sampai kapanpun kamu akan tetap menjadi adik kecilku, Qey.”

“Tidak ada kakak yang menikahi adiknya!” Qey mendongakkan kepalanya.

“Kamu benar, kamu akan menjadi istriku.”

Tatapan mereka beradu dengan Rafael yang semakin mendekatkan wajah mereka, sementara Qey memundurkan kepalanya dengan mata yang masih bertaut dengan tatapan lelaki di depannya.

“Berkedip 'lah!” seru Rafael menjauhkan kepalanya sambil tersenyum. “Ada saatnya aku akan benar-benar menyentuhmu, Qey.”

Bibir Qey mengerucut, bisa-bisanya Rafael menjahilinya. Lagipula, mana mau Qey disentuh oleh lelaki itu. Lihat saja nanti kalau mereka sudah menikah, Qey sebisa mungkin tidak akan membiarkan Rafael menyentuhnya. Terlebih Qey akan mencari cara untuk kabur lagi.

Selain menghabiskan waktu di perpustakaan, waktu Qey dihabiskan dengan persiapan pernikahan. Rafael menyuruh stylist, desainer, dan pelayan pribadi mengurus semua kebutuhan Qey. Tidak ada yang bisa Qey lakukan selain hanya duduk, diam, dan menuruti apa pun yang mereka perintahkan.

Hari ini Rafael membuat Qey heran sekaligus terkejut. Entah ada angin apa Rafael mengajaknya untuk menemui keluarganya. Qey yang sudah setahun tidak bertemu tentu sangat senang. Dia kembali dirias oleh perias terkemuka yang sudah biasa merias Qey di saat-saat tertentu.

"Kenapa tidak lari saja sekarang?" tanya salah satu penata rias muda yang tidak tahu siapa Qey sebenarnya. Dan tahu kalau Qey tidak berminat dengan pernikahannya.

Qey tersenyum miring. "Karena aku sudah mencoba, dan kini waktuku habis."

Sejak Qey datang, dia menempati kamar Rafael. Setiap malam, Rafael tidak tidur di kamar itu, lelelaki tersebut masih menjaga jarak, tetapi tidak membiarkan Qey keluar dari mansion. Ponselnya disita, akses internet dibatasi, dan setiap langkahnya diawasi. Bahkan tidak diizinkan untuk menghubungi ataupun bertemu dengan keluarganya.

“Kenapa? Kamu mau mengantikanku?” tawar Qey melihat perias dari cermin di depannya.

“Bisakah?” Perias itu nampak tertarik.

Qey tersenyum tipis dan menyahut, “Bisa saja asal kam-- .”

“Keluar!” seru seorang pria dengan setelan serba hitam yang merupakan salah satu anak buah Rafael pada perias di belakang tubuh Qey.

Perias itu berbalik tidak mengerti, hingga pria itu menarik paksa si perias dan mengantikannya dengan perias yang lain.

“Ada apa?” tanya Qey tidak mengerti.

Perias penganti itu mulai melanjutkan merias Qey. “Tuan cuma tidak mau ada yang membantu calon istrinya kabur. Aku dengar sudah pernah sekali calon istri Tuan Rafael kabur, tentu Tuan tidak mau kecolongan lagi.”

Qey merasa tersindir, namun dia memilih untuk diam sambil melihat pantulan dirinya di cermin. Sepertinya berita tentang calon istri Rafael yang kabur sudah tersebar tentu hal tersebut mempengaruhi Rafael. Tidak heran kalau lelaki itu sampai mencarinya dan balas dendam dengan cara yang ekstrem. Akan tetapi, semua itu bukan cuma salahnya.

“Selesai. Tuan sudah menunggu anda di bawah.”

Qey memperhatikan penampilannya yang dirias dengan natural, pakaiannya juga elegan dan simple. Rafael seperti tahu selera pakaianya. Setelah itu Qey menghampiri Rafael yang sudah menunggunya dan mereka bersama-sama masuk ke dalam mobil.

"Apa yang harus kukatakan pada mereka?" tanya Qey saat mobil sudah melaju.

"Katakan bahwa kamu bahagia,” balas Rafael yang sedang menyetir.

"Kamu ‘kan tau sendiri aku tidak bisa berbohong pada Mama!” keluh Qey dengan wajah masam.

"Maka tersenyumlah dan jangan katakan apapun!’ balas Rafael focus pada jalanan di depannya.

Sampai di rumah yang mewah nan elegan, Qey menatap rumah itu dengan mata yang berkaca-kaca. Rasa rindu begitu menggebu hingga saat dia menekan bel rumah dan seorang perempuan paruh baya keluar membua pintu.

“Nona Qey,” seru pelayan yang sudah lama bekerja di rumah Qey.

“Iya, ini aku.”

Pelayan itu tersenyum senang dan bingung harua berbuat apa. “Ayo masuk, semua sedang berkumpul di ruang keluarga.”

Qey menurut sambil memperhatikan keadaan rumahnya yang tidak berubah sejak dia pergi. Melihat keluarganya yang berkumpul membuat pertemuan itu menjadi lebih emosional. Ibunya memeluk Qey dengan tangis. Ayahnya menatapnya penuh haru. Kakaknya hanya berdiri membeku.

"Kenapa kamu tidak bilang kalau sudah kembali ke sini?!" tanya kakaknya dengan wajah datar, lalu melihat pada Rafael yang juga tidak mengatakan apa-apa padanya.

Qey menahan air mata. "Aku … ingin memberikan kejutan. Dan Kak Rafael yang sudah membawaku pulang."

Mereka tidak percaya sepenuhnya, tetapi tak bisa berbuat apa-apa ketika Rafael berdiri di belakang Qey dan menggenggam tangannya erat.

Tanpa diberitahu orang tua Qey dan kakaknya –Dean- sudah mengerti yang terjadi. Mereka sudah kenal baik dengan Rafael, tentu tahu apa yang akan dilakukan oleh lelaki itu.

Malam harinya, Qey menginap di rumahnya. Rafael memberikan izin dengan syarat Qey tidak kabur karena Rafael tidak akan main-main pada keluarganya dan Rafael juga menempatkan anak buahnya untuk mengawasi Qey. Tidak ada yang bisa Qey lakukan selain menurut.

Rafael diantar oleh Dean keluar dari rumahnya. Mereka saling diam, hingga akan masuk ke dalam mobil Dean berkata, “Apa harus sejauh ini menghukumnya? Aku tau kamu cuma pura-pura dan menjadikan Qey permainan dari kekuasaanmu.”

"Tapi permainan itu akan jadi nyata. Minggu depan, kami akan menikah dan semua akan berubah,” balas Rafael dengan santai.

"Apa yang kamu dapat dari semua ini, Rafael?" desah lelah Dean yang tidak bisa mengubah keputusan Dean.

"Kekuasaan. Stabilitas. Dan seseorang yang bisa kujinakkan."

Dean menggelengkan kepalanya. "Kamu tidak akan pernah bisa menjinakkan Qey. Dia bukan Qey kecil yang dulu selalu membuntutimu!"

Rafael tersenyum tipis. "Kita lihat saja nanti.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Pengganti Sang Mafia   07. Orang Tua Gianna

    Ancaman ketiga datang dalam bentuk yang jauh lebih jelas, beberapa menit setelah Qey dan Rafael keluar dari ruangan sebuah peluru tajam menembus jendela ruang kerja itu.Para pengawal panic dan alarm dibunyikan. Seluruh rumah dikunci secara otomatis. Qey yang syok refleks menjerit, lalu langsung dibawa ke ruangan bawah tanah oleh Rafael.“Ini bukan sekadar ancaman. Ini adalah deklarasi perang,” ucap Rafael kepada salah satu pengawalnya.Dia memanggil Kenji lewat sambungan terenkripsi. Elara juga ikut dalam pembicaraan, menyarankan Rafael untuk memindahkan Qey sementara ke tempat lebih aman. Atau mungkin ke rumah mereka di Jepang, namun Rafael menolak.“Jika mereka ingin menyerangnya, mereka harus melewati aku terlebih dahulu.”Dilihatnya Qey yang masih syok, tetapi tidak menangis. Hanya diam sambil menghembuskan napas dengan pelan.“Semua akan baik-baik saja,” ucap Rafael menenangkan Qey.Perempuan itu menoleh dengan wajah datar. “Bohong! Tidak ada yang baik-baik saja dalam duniamu!”

  • Istri Pengganti Sang Mafia   06. Tidak Akan Pernah Normal

    Rafael menatap kosong ke cangkirnya. "Awalnya dendam, tapi sekarang aku ingin menjaganya. Dia satu-satunya yang membuat hidupku lebih berwarna."Bukan hanya setelah menikah, Qey memang membuat hidup Rafael lebih berwarna sejak menengenal Qey kecil yang menggemaskan. Dia yang merupakan anak tunggal selalu dituntut untuk melakukan yang keluarganya inginkan. Hingga akhirnya pindah sekolah dan berteman dengan Dean. Keluarga Dean tidak sekaya keluarganya, namun mereka begitu harmonis dan tidak menuntut banyak hal pada anak-anaknya. Lalu Rafael mengenal Qey yang terus melihat ke arahnya sampai memberikannya sebuah permen sambil tersenyum. Sejak saat itu Rafael selalu datang ke rumah Dean membawa cemilan untuk Qey dan selalu membela anak itu jika bertengkar dengan Dean. Dan seketika semuanya berubah saat Rafael harus pergi.Kenji menyipitkan mata. "Jangan sampai kamu jadikan dia kelemahan. Dunia kita tidak punya tempat untuk kelembutan, De Luca.”"Aku mengerti.”Kenji tertawa singkat. "Kamu

  • Istri Pengganti Sang Mafia   05. Dia Belum Menyerah

    Tokyo menyambut Qey dan Rafael dengan kemegahan yang berbeda dari Kyoto. Di sini, gedung pencakar langit berdiri angkuh, lampu-lampu kota menyala bahkan di siang hari, dan keheningan pegunungan berganti dengan hiruk-pikuk metropolitan. Rafael menggandeng tangan Qey erat ketika mereka keluar dari bandara Haneda.Limusin hitam sudah menanti. Sopir membukakan pintu dan Rafael mengajak Qey masuk tanpa sepatah kata pun. Di dalam mobil, Qey memperhatikan wajah Rafael yang kembali tegang. Dia tahu, pertemuan hari ini bukanlah sekadar silaturahmi biasa."Kenji Hayama dia benar-benar membantu mencariku waktu itu?" tanya Qey pelan.Rafael menoleh. "Tanpa dia, kamu mungkin masih tersembunyi di sudut kota dengan identitas palsu. Dia menemukanmu lebih cepat daripada timku. Dia juga memjagamu dari hal-hal yang mungkin terjadi, dan … .” Tatapannya begitu intens. “Aku membayar mahal untuk semua itu!”“Cih, bukan aku yang menyuruhmu untuk mencariku!” balas Qey dengan nada mencibir. “Memangnya apa yang

  • Istri Pengganti Sang Mafia   04. Siapkan Dirimu

    Qey berdiri terpaku, tangan menutupi dadanya, napasnya memburu karena kaget, malu, dan marah bercampur menjadi satu. Rafael berdiri di depannya dengan wajah dingin, seolah tidak merasa bersalah setelah merobek gaun yang dikenakannya. “Kamu gila!” teriak Qey, matanya berkaca-kaca. “Sudah kubilang kalau aku tidak suka pakaian dengan punggung bolong dan … robek bagian depan,” ucap Rafael tenang, lalu berjalan ke lemari. “Pilih gaun yang lain. Atau biar aku pilihkan.” Qey gemetar, bukan karena takut tetapi karena amarah yang menumpuk. Dengan kasar, ia mengambil jubah mandi dan menyampirkannya ke tubuhnya. “Kamu tidak berhak memperlakukan aku seperti ini!” Rafael menatapnya dari depan lemari. “Aku suamimu dan kamu milikku, jadi kamu harus menuruti semua ucapanku!” Malam itu tetap berlanjut. Qey akhirnya terpaksa mengganti pakaiannya, tidak munhkin kalau dia mengenakan pakaian robel, dia mengambil gaun gelap berlengan panjang yang membuat Rafael mengangguk puas. Qey menatap sinis l

  • Istri Pengganti Sang Mafia   03. Tapi Aku Tidak Suka

    Hari pernikahan itu akhirnya tiba. Di luar, dunia menyaksikannya sebagai sebuah perayaan mewah dua keluarga terpandang. Tetapi bagi Qey, ini adalah hari pemakaman dari kehidupan lamanya. Dia berdiri di balik tirai sutra putih kamar pengantin, tubuhnya dibalut gaun pernikahan rancangan eksklusif dari Milan, namun hati dan pikirannya terasa terkubur dalam peti yang tak bernafas. Dari luar jendela, dia bisa mendengar suara musik klasik mengalun dan tawa tamu-tamu terhormat. Rafael memang tahu caranya mengatur pertunjukan. Pernikahan itu dijaga ketat, disiarkan diam-diam ke media, dan diperlihatkan sebagai simbol persatuan dua dinasti besar. Tidak ada yang tahu bahwa sang pengantin perempuan berdiri di sana karena terpaksa. Pintu kamar terbuka. seseorang mengetuk pintu lalu Qey mempersilakannya untuk masuk. Dean muncul sambil tersenyum mendekatinya. “Apakah Kakak tidak bisa membantuku untuk kabur?” pinta Qey dengan penuh harapan. Gelengan diberikan oleh Dean sambil mengelus kepala

  • Istri Pengganti Sang Mafia   02. Permainan dari Kekuasaanmu

    Sore itu udara Tokyo terasa jauh lebih dingin daripada biasanya. Angin menusuk hingga ke tulang dan salju turun perlahan dari langit kelabu. Namun, dinginnya musim dingin tak sebanding dengan hawa yang membekukan seluruh tubuh Qey saat Rafael De Luca berdiri di ambang pintu studio seni kecil tempat ia bekerja. Tubuh Qey membeku. Ia hanya bisa menatap wajah lelaki itu, wajah yang dulu sering ia lihat di rumahnya, tersenyum tipis kepada ibunya, berbicara dengan ayahnya, mengacak rambut kakaknya, bahkan terkadang mengejeknya saat mereka masih kecil. Tapi pria di hadapannya sekarang adalah Rafael yang berbeda. Lebih dingin dan lebih berbahaya. "Ka-kamu tidak serius ‘kan?" Qey berusaha tersenyum miring, walau wajahnya pucat pasi. "Kamu tau aku tidak bermain-main, Qey!” balas Rafael dengan tegas. Dalam sekejap, Rafael menyentakkan pinggang Qey dan menariknya lebih dekat. Pelan tapi pasti, tangan dinginnya naik ke dagu Qey, memaksanya menatap ke matanya. "Aku memberimu pilihan, buka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status