"Astagfirullahaladzim, Intan!!"
Suara Rosa mengejutkan mereka yang berada di ruang tamu. Umi yang saat itu tidak jauh dari Rosa tidak kalah terkejut dengan kosongnya kamar Intan terlebih keadaan kamar yang masih terlihat rapih dengan hiasan pengantin yang tidak berubah.Abah yang tengah berbincang dengan calon besan dan para tamu undangan tersentak dengan suara sang istri yang berteriak begitu keras. Dengan langkah tergesa mereka masuk kedalam melihat tiga wanita terdiam menatap kamar pengantin wanita membuatnya menyadari ada sesuatu yang terjadi dengan putri sulungnya."Umi ada apa? Kenapa teriak?" tanya Abah cemas.Kepanikan terjadi di depan pintu kamar Intan, Abah yang masih tidak memahami menuntut penjelasan dari istrinya. Air mata Umi adalah jawaban jika semuanya tidak baik-baik saja."Abah, Intan kabur Abah, hiks, hiks," isak Umi dalam pelukan Abah."Astagfirullah, anak itu benar-benar bikin malu Abah. Kalau tidak mau kenapa kemarin setuju di jodohkan." Berulang kali Abah beristighfar melihat situasi yang membuatnya hampir tidak mampu mengendalikan emosinya."Abah apa yang harus kita lakukan, sekarang? Bagaimana dengan keluarga Wiratama?" tanya Umi.Pertanyaan yang sebenarnya tidak mampu ia jawab. Sudah di pastikan jika nama baik keluarga akan tercoreng karena ulah salah satu putrinya."Abah tidak tahu Umi, kita tidak mungkin menyuruh Pelangi mengantikan posisi Intan, dia sudah di Ta'aruf nak Rizky. Jika mereka akan berhenti menjadi donatur Abah tidak masalah tapi—" ucap Abah lirih.Jauh di lubuk hatinya Abah tidak akan merelakan putri bungsunya menjadi pengganti saudarinya.Dalam kebingungan mereka, tiba-tiba Bu Rosa bersuara mereka melupakan calon besan yang sejak tadi bersamanya. Wajah Umi dan Abah seketika pias memikirkan kata apa yang pantas untuk mereka katakan. Mengingat acara pernikahan akan segera dimulai."Kenapa Intan sampai kabur, Abah?" Rosa ingat sejak pertama datang hingga satu minggu yang lalu intan baik-baik saja dan menerima perjodohan ini. Namun, entah apa yang terjadi dengan calon menantunya hingga memilih kabur di hari pernikahannya."Bu Rosa maafkan kami, ini di luar kemampuan kami dari awal Intan sudah setuju untuk menikah dengan putra ibu Rosa tapi hari ini, kami tidak tahu kenapa dia bertekad kabur di hari pernikahannya?" Abah menutup matanya sejenak rasa malu ia kesampingkan tetapi rasa khawatir terhadap cemooh para tetangga mengenai putri sulungnya tiba-tiba hatinya nyeri."Tunggu sebentar biar saya bicara dulu dengan suami,""Baik Bu, apapun keputusannya kami akan terima, saya–" Abah menundukkan wajahnya dengan perasaan malu kaburnya sang putri telah mencoreng nama baiknya.Abah tidak habis pikir sejak awal ia meminta putrinya untuk tidak terpaksa menerima sebab ia tidak bisa memaksa. Jawaban putrinya bagaikan sebuah air zamzam yang menghilangkan dahaganya."Ayah, pengantin wanitanya telah kabur," lirih Rosa di telinga suaminya."Apa!! Maksudnya gimana, sayang?""Intan menolak menikah dengan putra kita, dia pergi dengan cara seperti ini."Rosa menceritakan kejadian yang baru saja terjadi di mana wanita yang akan menikah dengan putranya kabur di hari pernikahan."Apa, kenapa baru sekarang memberi tahunya? Kenapa tidak dari awal mereka jujur pada kita setidaknya hal memalukan ini tidak kita alami." Geram Gustav."Mama juga enggak tahu Yah, bagaimana kalau kita ganti pengantin wanitanya? Mama, lebih cocok dia yang menjadi menantu kita, dia masuk dalam kriteria menantu pilihan. Sejak pertama lihat dia Mama ingin menggantinya tapi Mama tidak enak sama keluarga pak Santoso cara berpakaian yang berbeda dengan Intan. Tutur kata dan sikapnya mencerminkan wanita shalihah menurut ayah, gimana?" ujar Rosa mengutarakan niatnya untuk mengganti Intan dengan Pelangi."Ya sudah kita nikahkan mereka sekarang, tapi bagaimana dengan anak kita?""Ayah tidak perlu khawatir Mama yang akan bicara pada Langit, Mama yakin anak kita mengerti,"Tanpa menunggu lagi ibu Rosa menemui orang tua Intan. Sebelum ia bicara pada putranya, biarkan ia bicara lebih dulu dengan keluarga Santoso."Abah, Umi Hasna, begini undangan pernikahan sudah tersebar luas bahkan tamu undangan sudah hadir, terus terang saya sangat kecewa tapi, acara ini tidak bisa kita hentikan. Pernikahan ini akan tetap berjalan dengan pengantin wanita yang berbeda, saya tidak mungkin pulang dengan keadaan seperti ini. Sebab kesalahan bukan dari kami tapi dari putri Abah Santoso, saya serahkan masalah ini pada keluarga Abah Santoso. Nama baik keluarga saya dan Abah Santoso ada di tangan Abah, saya tunggu secepatnya keputusan dari Abah.""Tunggu, maksud ibu Rosa, apa? Menggantikan, apa Bu Rosa ingin–" ucapan Abah terhenti tatapannya nanar kearah wanita yang hanya diam menundukkan wajahnya."Saya ingin putri bungsu Abah menggantikan posisi Intan.""Tapi maaf Bu, Pelangi sudah di Ta'aruf sama orang lain Abah tidak berani memutuskan ini?" ujarnya merasa bersalah atas apa yang terjadi. Lagi-lagi putri bungsunya yang menjadi korban keegoisan putrinya yang lain."Kalau begitu biarkan kami bicara dengan Pelangi, lebih dulu. Saya tidak ingin mengambil keputusan sepihak," sahut Abah gelisah."Silahkan dibicarakan, saya tunggu."Mereka menemui Pelangi yang berada di kamar pengantin saat namanya di sebut dalam pembicaraan mereka. Pelangi hanya ingin memberikan ruang pada kedua belah pihak untuk saling membicarakan masalah besar yang saat ini membelenggu akibat ulah saudarinya."Nak bisa Abah bicara sebentar?" tanya Abah ragu."Silahkan Abah, ada apa?""Begini Nak, Intan sudah kabur tapi, keluarga Wiratama ingin pernikahan ini tetap berjalan dan mereka ingin —""Ingin apa Abah?" tanya Pelangi, ia tahu kemana arah pembicaraan Abah dan Uminya."Pengantin wanitanya di ganti, Abah? Katakan dengan jelas maksud Abah?" lanjut Pelangi."Nak," ucapnya terhenti, berapa kali pria yang kini tidak muda lagi mengusap wajahnya yang terlihat lelah."Katakan padaku, Abah. In sya Allah aku siap mendengarnya."Pelangi menggenggam tangan pria yang menjadi cinta pertamanya. Rasa sayang yang begitu besar membuatnya rela melakukan apapun untuk membahagiakannya."Bu Rosa menginginkan kamu Nak, yang menggantikan posisi Intan. Abah tidak akan memaksamu, sayang, semua keputusan ada di tanganmu. Tolak jika kamu tidak ingin menggantikan Intan. Jangan pikirkan kami, ini semua bukan salahmu, tidak perlu korbankan masa depanmu, sayang."Walau mengetahui bahwa dirinya akan menjadi pengganti pengantin wanita, namun hal itu tetap membuatnya terkejut mendengar penuturan Abah. Jika dirinya diminta untuk menggantikan posisi saudarinya yang memilih kabur di hari pernikahan.Pelangi memandang Abah dan Umi secara bergantian terlihat di wajah mereka yang lelah dan tertekan, tidak mungkin jika keluarga Wiratama tidak marah, terlebih keluarga Wiratama adalah donatur tetap di pesantren Abah.Memikirkan sebab dan akibatnya hal itu yang selalu Abah ucapkan padanya. Kali ini Pelangi tidak memikirkan sebab dirinya yang sudah di ta'aruf Rizky, masalah yang di hadapi kedua orang tuanya adalah masalah besar maka sebagai anak Pelangi akan menolongnya.'Kak Rizky maafkan aku, maafkan atas keputusan ini. Orang tuaku adalah segalanya, semoga Allah memberikan wanita yang jauh lebih baik dariku tentunya shalihah, untukmu.' ucapnya dalam hati."Bismillahirrahmanirrahim, Abah, Umi, aku bersedia–""Bismillahirrahmanirrahim, Abah, Umi, aku bersedia–"Pelangi mengehentikan ucapannya saat suara Umi terdengar parau."Tidak sayang, jangan lakukan ini. Pikirkan sekali lagi, tidak perlu berkorban sejauh ini. Sudah cukup nak, sudah. Masalah ini biarkan kami yang menghadapinya kamu tidak usah berkorban demi saudarimu," isak Umi mencabik-cabik relung hati Pelangi."Enggak Umi, aku ikhlas menggantikan posisi teh Intan." Ucap Pelangi mantap."Apa Nak, kamu bersedia? Lalu bagaimana dengan nak Rizky? Kamu sudah di ta'aruf, apa yang akan kami katakan nanti nak?" tanya Abah hatinya bimbang antara bahagia dengan kesedihan. "Abah tidak perlu pikirkan tentang ta'aruf, selagi kami belum menikah itu artinya putri Abah ini bukan jodoh kak Rizky begitu juga sebaliknya. Lagi pula aku bisa memilih bukan? Biarkan aku yang akan bicara sama kak Rizky, aku yakin kak Rizky akan mengerti." Ucapnya terbesit luka dan rasa bersalah atas apa yang ia lakukan saat ini. "Alhamdulillah, nak. Terima kasih untuk kes
"Pelangi bisa kamu jelaskan ini?"Pelangi tersentak dengan benda yang di jatuhkan oleh Langit, benda yang amat dia sembunyikan untuk menghindar perdebatan dan masalah baru di antara dua belah pihak, terlebih keluarganya yang menjadi penyebabnya."Pelangi apa kau, tuli? Sampai kamu tidak bisa mendengar suaraku?" ucap Langit dingin, suaranya begitu mengintimidasi sehingga ada rasa ketakutan dalam diri Pelangi."I– itu dapat dari mana, mas? Maksudku, mas–" tanpa menjawab pertanyaan Langit, Pelangi balik bertanya membuat Langit mengusap wajahnya kasar."Kau tidak ingin menjawab pertanyaan, ku? Atau kamu yang akan menjelaskan pada keluarga mu dan keluarga, ku?" "M– maafkan aku mas. Tapi aku mohon untuk tidak membahas masalah ini, aku tidak ingin kesehatan Abah dan Umi terganggu dengan kejadian ini." Lirih Pelangi. "Kamu menjaga perasaan dan kesehatan orang tua, kamu? Lalu bagaimana dengan aku dan keluarga ku, hah? Kamu pikir mereka tidak punya perasaan?" Langit begitu kesal dengan wanit
"Kamu akan merima akibat dari perbuatan kamu. Kamu akan membayar mahal atas penipuan yang kamu lakukan padaku, wanita licik!" Gumam Langit menatap Pelangi dari ekor matanya.Waktu menunjukan pukul sembilan pagi Pelangi yang sudah bersiap untuk mengikuti sang suami ke kota.Usai berpamitan pada Abah dan Umi mereka memasuki mobil mewah milik Langit berlahan mobil melaju dengan kecepatan sedang karena jalanan yang berbelok-belok.Perjalanan mereka yang memakan waktu empat jam tanpa jeda hanya berhenti untuk melaksanakan salat dhuhur dan makan siang setelah itu mereka kembali melanjutkan perjalanan hingga akhirnya sampai di ibu kota, Langit langsung membawa Pelangi ke Apartemen pribadinya. Pelangi keluar dari mobil Langit yang mengeluarkan koper dari bagasi di bantu dengan sopir pribadinya, mereka menuju lantai lima belas mengunakan lift. Pelangi menatap bangunan Apartemen yang terlihat mewah dan modern, sampai di lantai lima belas mereka keluar langkah Pelangi begitu ringan saat berada
"Pelangi bangun, Pelangi!!"Langit mencoba membangunkan tubuh Pelangi yang tergeletak di atas tempat tidur dengan tubuh lemah."Ya, tuhan. Semoga dia tidak apa-apa." Gumam Langit panik."Ma– mas, aku tidak apa-apa. Ini hanya–" ucapan Pelangi terhenti seiring dengan tubuhnya yang semakin lemah dan pandangannya yang mengabur."Ya, Tuhan apa yang aku lakukan. Bagaimana kalau dia mati? Bisa gawat aku!" Langit mengangkat tubuh tidak berdaya Pelangi dengan tergesa-gesa langit meninggalkan apartemen menuju rumah sakit terdekat."Dok, bagaimana dengan kondisinya?" tanya Langit ketika seorang dokter keluar dari UGD."Tubuhnya sangat lemah, sepertinya dia tidak makan sejak kemarin. Dan ada masalah dengan lambungnya jadi untuk berapa hari akan tetap dalam pantauan kami. Sebentar lagi pasien akan di pindahkan ke ruang perawatan, beruntung bapak segara membawanya ke sini jika tidak mungkin kondisinya jauh lebih parah dan lebih fatal lagi tidak tertolong." Langit mengangguk tanpa bisa menjawab per
Langit menendang ember yang ada di hadapannya kebencian dan kemarahannya atas apa yang di lakukan oleh Pelangi dan keluarganya telah menorehkan rasa yang sulit untuk ia terima. Terlebih melihat wajah Pelangi maka ingatannya kembali pada saat dia menjabat tangan Abah untuk menikahi Pelangi.Langit meninggalkan Pelangi yang terdiam tanpa bisa mengucapkan satu kata pun, namun tidak hentinya dalam hati mengucap istighfar. Berulang kali Pelangi mengusap dadanya melihat sikap Langit yang semakin menjadi padanya."Apa pun yang kamu lakukan padaku, dengan ikhlas aku terima. Asalkan jangan di hadapan kedua orang tuaku, hatiku pasti kuat. Sekuat kamu membenciku." Lirihnya melihat pintu yang tertutup dengan kencang.Berulang kali Pelangi mengusap wajahnya yang tidak hentinya bulir bening mengalir dari dua matanya. Tidak di pungkiri hatinya begitu sakit mendapatkan kenyataan dalam hidupnya. Bukan hanya pernikahan dengan pria yang tidak di kenalnya tetapi ada hal yang lebih mengejutkan yaitu denga
Suara Langit menghentikan langkah Pelangi walau Langit membencinya tetap saja sebagai seorang istri Pelangi tidak mengabaikan panggilan suaminya. Meski hatinya sakit saat sang suami memanggilnya dengan sebutan wanita penipu baginya itu lebih baik, setidaknya ada suara yang memanggil dirinya."Mas apa kamu membutuhkan, sesuatu?" lirih Pelangi sedetik kemudian ia tersadar jika Langit hanya bergumam.Suara erangan Langit kembali terdengar kali ini Pelangi memberanikan diri menyentuh dahi Langit yang berkeringat alangkah terkejutnya tubuh Langit yang panas tinggi. Dengan kesabaran Pelangi merawat Langit yang demam berulang kali Pelangi mengganti air untuk mengompres kening Langit hingga pagi menjelang. Tubuhnya yang lelah dan rasa kantuk yang menyiksanya tanpa sadar Pelangi tertidur, lengan kanannya sebagai bantal tangan kirinya berada di atas kening Langit.Pukul enam pagi langit yang merasakan berat di keningnya berusaha untuk merabanya namun ia urungkan berganti dengan tatapan yang m
Hari itu hari yang membuat Pelangi mengurung diri di kamar, setelah keadaan Langit yang membaik tidak sedikit pun Langit pergi dari apartemen. Sehingga gerak Pelangi terbatas walau sebenarnya hal itu biasa namun, Langit melarangnya keluar dari kamar selama dia berada di ruang keluarga.Pelangi menghabiskan waktunya membaca Alquran mengisi hatinya dengan mendekatkan diri pada sang pencipta agar memaafkan semua kesalahan dan pengampunan pada suaminya yang telah menyakiti hatinya dan orang tuanya, yang telah ia kecewakan."Pelangi!" seru Langit dari ruang makan.Perutnya yang tiba-tiba keroncongan namun, enggan untuk menyentuh makanan yang menggunggah seleranya. Terlihat berapa menu masakan di atas meja makan. Dengan berlahan Langit menyentuh salah satu hidangan yang berhasil mencuri perhatiannya. Menu yang ia ketahui adalah tempe, sejak tadi menggodanya. Tempe yang di goreng dengan tepung bercampur irisan daun bawang makanan sederhana tatapi membuatnya tanpa sadar mengeluarkan cairan be
"Assalamualaikum, kak," Pelangi terpaku sesat menetralkan detak jantungnya yang berdetak semakin kencang. Namun, ia tersadar jika dirinya adalah seorang istri dari Langit bukan lagi wanita yang menunggu janji yang di ucapkan oleh pria yang kini menjadi adik iparnya."Wa'alaikumsalam," Pelangi berbalik kearahnya pria yang tidak jauh darinya.Keterkejutan bukan hanya Pelangi tetapi sosok yang di depannya terdiam seribu bahasa bahkan senyumnya tidak hilang dari bibirnya. 'Aku mimpi Pelangi ada di sini? Untuk Abang ku?' ucapnya dalam hati."Rizky, dia Pelangi istri Abang mu. Duduklah hari ini untuk pertama kalinya menantu Mama datang kesini bertepatan kamu pulang, nak." Rosa menepuk punggung putra bungsunya mengajaknya untuk menikmati makan malam spesial."Pelangi," lirihnya tanpa suara namun hanya dirinya yang tahu tanpa mereka menyadarinya. "Selamat datang kakak ipar," ucapan Rizky mampu mengejutkan Pelangi yang mengambilkan nasi ke piring Langit."Terima kasih mas Rizky, maksudku ad