Semua orang panik termasuk Mona sang mamah, pikirannya berkecamuk, padahal hari ini pesta sudah digelar acara pun tampak meriah.
Perlahan Nadya masuk mengetuk pintu ia ingin sekali melihat Jeni memakai gaun pengantin menghiasi tubuhnya. Tok.. tok.. tok “Masuk.” “Nadya, syukurlah kau datang juga, bersiaplah acara akan segera dimulai.” Ucap Mona menghampiri. “Di mana, kakak?” Tanya Nadya melihat ke sekitar ruangan. “Nadya, kamu pakai gaun ini dan segera hadiri acara pernikahan.” “Apa yang mamah katakan? Pernikahan? Bukankah kakak yang menikah?” Tanya Nadya lembut. “Kau yang menggantikan Jeni, dia kabur dan kau harus menuruti apa yang seharusnya mamah perintahkan.” Mona menekan. Seketika tubuhnya lemah tidak berdaya, dia terjatuh dengan banyak pertanyaan di benaknya. Kenapa harus dirinya yang menjadi pengganti sang kakak. Kenapa bukan orang lain. “Ta-pi, Nadya sudah punya pasangan sebentar lagi menikah.” Nadya menundukan wajah. “Kamu melawan?! Kalian bisa saja putus! Ini demi kebaikan keluarga kita kamu harus menggantikan posisi kakak mu. Semua tamu undangan telah menunggu pengantin wanita. Bersiaplah mamah tidak punya waktu dan akan segera mengurusnya.” Paksa Mona. Nadya hanya bisa pasrah dia menangis, tubuhnya lemah tak kuasa menahan rasa sakit, di antara banyak saudara Jeni kenapa harus dirinya yang menjadi pilihan Mona. Akhirnya perias itu berhasil merias wajah cantik Nadya, gaun itu terlihat sangat cantik saat Nadya memakainya terkesan seperti putri ratu. Semua terkesan atas kecantikan Nadya, rambut panjang itu sekarang terlihat di sanggul dan indah, sebagian rambutnya terurai di bagian pinggir. Make up tipis menghiasi wajahnya yang imut. Langkah demi langkah Nadya menuruni anak tangga semua pandangan tertuju pada pengantin wanita. “Dia sangat cantik, Bas. Lihatlah istrimu seperti cinderella.” Seru Sherly- mamah Bastian tampak bahagia menyambut kedatangan istri dari putranya. Bastian terkejut dia bahkan tidak mengenal siapa pengantin wanita yang ada di depan matanya. “Siapa wanita itu?” Bastian bertanya-tanya. “Ke mana, Jeni?” Nadya akhirnya sampai di pelaminan Bastian tidak mungkin mengacaukan acara pernikahannya. Apalagi dia harus menjaga nama baik keluarga bahkan beberapa televisi menyiarkan siaran pernikahan mereka. Acara telah selesai digelar Bastian kini duduk di sebuah ruangan, mereka kini telah sampai di rumah besar miliknya. “Tu-an.” Nadya mengetuk pintu memanggil Bastian. “Masuklah.” Perlahan kaki jenjang Nadya melangkah masuk membawa gaun pengantin yang sangat cantik. Namun, Bastian tidak menghiraukan Nadya. “Siapa kamu? Kau bukan wanita yang saya inginkan! Di mana dia sekarang?” Tanya Bastian dingin mengecam. “Tu-an, saya-.” “Cukup! kau menggantikan pengantin wanita seolah kau yang menikah denganku, semua berkas yang sudah saya tandatangani berhasil diubah oleh keluargamu.” Bastian kembali memberikan banyak pertanyaan. Nadya hanya bisa menundukan wajahnya bahkan dia tidak tahu harus menjawab apa. Jeni kabur dan dia yang menggantikan posisi kakak tirinya. “Saya mengerti, tapi izinkan saya menjelaskan semuanya.” Nadya tercekat sesaat melihat pria itu menghampirinya. Ia menundukan wajah ke bawah lantai meremas gaun pengantin, jantung berdegup kencang pikirannya berkecamuk. “Nadya? Nama yang sangat indah, pergilah ganti pakaianmu.” Titah Bastian. Tangan kekar itu menarik dagu mungil Nadya. Terlihat air mata membasahi kedua pipi wanita itu kemudian Bastian melepaskan dan meninggalkannya. “Kenapa seperti ini,” batin Nadya menjerit. Dia bahkan belum menjelaskan pernikahan kilatnya kepada sang suami. Malam ini malam pertama bagi Nadya berada di dalam kamar pria yang sama sekali tidak dia kenal. Dia melihat ke sekeliling aroma harum ruangan menyengat ke dalam hidung mancung miliknya. Nadya tengah mengeringkan rambut oleh handuk basah yang tengah ia pegang. Perlahan Nadya keluar dari kamar mandi lalu melihat Bastian tengah duduk menyilang kaki dengan satu gelas minuman di tangannya. “Malam ini, saya tidak akan tidur satu ranjang denganmu, tidurlah di lantai saya tidak mau kita bersama. Kalau sampai orang tuaku mengetahui hal ini dia pasti akan marah.” Ujar Bastian lalu meletakan minuman itu di atas meja. Nadya hanya menundukan tanda mengerti lalu dia segera mengambil koper dan pergi menjauh. Ada ruangan penyekat di belakang lemari Bastian, dia sengaja menyuruh Nadya berada di sana supaya keluarganya tidak mengetahui bahwa pengantin wanita telah di tukar. Ini bisa menimbulkan permasalahan besar bagi keluarganya. Terlebih Bastian tidak akan mendapatkan hak waris dari sang kakek. “Kita akan makan malam bersama, pastikan kau tidak membuat masalah, segera rapikan pakaian. Saya menunggumu di sini.” Tutur Bastian. Nadya mengangguk kecil dia kemudian meletakan koper di bawah lantai lalu memilih make up yang akan merias wajahnya. Nadya menoleh ke arah ponsel miliknya lalu membaca pesan singkat dari sang kekasih. “Leon, kau menghubungi beberapa kali, maafkan aku belum sempat memberi kabar buruk ini.” ujar Nadya kemudian meletakan kembali ponselnya dan akan memblokir kontak Leon. Karena pilihan ini sudah ia pikirkan agar Leon bisa dengan bebas mencari penggantinya. Terkesan kejam tapi beginikah kenyataan bahwa Nadya sudah menikah. Nadya sudah siap dengan lipstik pink muda di bibir mungilnya, rambutnya terurai. Aroma minyak wangi menyengat di batang hidung Bastian. Nadya menghampiri Bastian yang kini tengah menunggunya di ambang pintu, Nadya menunduk dia bahkan enggan melihat ke arah pria yang saat ini sudah menjadi suaminya. Walau pun hati menolak tapi Nadya tidak bisa berbuat apa-apa lagi, dia hanya anak tiri yang di asuh sejak kecil oleh Mona. Maka dari itu dia tidak mau menolak keinginannya. Tiba-tiba saja Bastian membalikan tubuhnya lalu menutup pintu kamar. Nadya yang saat ini berada di hadapannya tampak terlihat wajah heran. “Nadya, kita memang sudah menikah sekarang kau menjadi istriku dan aku adalah suamimu, tapi jangan berharap lebih saya tidak akan pernah menerimamu sebagai istriku. Bersikap manis di hadapan kakek dan mamah. Mereka sangat menginginkan menantu tapi ternyata saya salah memilih menantu untuk mereka.” Ungkap Bastian menatap dingin kedua sorot mata memandang ke arah lain dan kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Nadya tercekat mendengar perkataan yang keluar dari mulut suaminya.Hari ini Dita mendatangi kantor polisi untuk menemui seseorang yang bernama Arga. Dia datang untuk menceritakan kejadian yang menimpa dirinya. Dita tengah duduk menunggu Arga datang, di sebuah ruangan mereka bisa bertemu dan bertatap muka. Seperti biasa Dita selalu membawa makanan kesukaan kekasihnya, meski demikian hubungan mereka masih terjalin baik. “Apa kabarmu sayang.” Ucap Arga pada Dita.“Hari ini aku tidak baik-baik saja.” Dita cemberut dirinya sangat kesal karena Bastian sudah dua kali mencekik lehernya. “Kenapa wajahmu murung?” Arga menarik dagu Dita.“Lepaskan! Aku sudah muak menjalani hidup sendirian tanpamu. Kamu menyuruhku untuk kembali mendekati Bastian seolah aku memiliki anak dengannya. Aku korban kan April demi tujuan kamu berhasil. Tapi apa yang aku dapatkan, Bastian mencelakaiku dua kali dia mencekik leher, sudah aku katakan bahwa pria itu bekingannya sangat kuat.” Dita merengek dia sudah tidak mau melanjutkan kasus ini di mana dia menuduh Bastian untuk bertangg
Bab. 176“Semua gara-gara kamu!” Emosi Bastian memuncak dia langsung menghampiri Dita kemudian mencekik lehernya, seperti yang dia lakukan pada saat di rumahnya. Nadya menoleh dia sangat syok melihat suaminya mencekik Dita sehingga wanita itu memberontak.“Bastian, apa yang kamu lakukan!” Serly berteriak.Bastian memincingkan kedua mata dengan penuh emosi dia langsung menghempaskan tubuh Dita sampai membentur dinding tembok.“Kalau sampai kamu terbukti berbohong, aku akan menuntutmu.” Ancam Bastian.Dita terbatuk-batuk sambil mengusap leher jenjangnya, sulit dipercaya Bastian sangat kasar membuatnya ketakutan.“Sialan.” Gerutu Dita.“Pergi dari sini!” Bastian mengusirnya dengan cara menyeret pergelangan tangan Dita sampai ke luar rumah.Nadya hanya menatap kelakuan suaminya kemudian dia menghembuskan napas berat sambil menundukan wajah ke bawah.“Nadya, maafkan Bastian.” Lirih Serly.Deg!Nadya langsung menghentikan langkah kaki dia menoleh ke arah Serly yang sedang menangis. Nadya pu
Semua orang merasa ikut panik melihat Serly jatuh pingsan, Dita tidak memperdulikan kondisi wanita paruh baya itu. Dia mengabaikan sambil memeluk dada membuatnya sangat jengah.“Keluarga ini terlihat banyak sekali akting dihadapanku.” Ucap Dita.“Panggil, Dokter.” Bastian menyuruh pembantu rumah untuk menghubungi Dokter Alvin. “Mamah, bangun.” Bastian menggengam tangan orang tuanya. Nadya hanya bisa duduk di mana tangannya masih tertancap jarum suntik selang infus. Ingin sekali Nadya mendekatinya merangkul memeluk Serly. Apa daya dia tidak bisa dengan kondisi seperti ini dia hanya bisa duduk menatapnya dengan kekhawatiran.“Siapa wanita ini, kenapa dia datang membawa keributan di sini.” Ucap Mona.“Wanita itu mantan Bastian di masa lalu.” Jawab Nadya dengan wajah datar menoleh ke arah Dita dengan wajah sinisnya.Perlahan Serly mulai sadarkan diri, dia berusaha untuk duduk lalu mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan.“
Nadya mulai tersadar, dia meringis memegang kepalanya tapi dia merasakan ada yang mengganggu menempel di tangannya. Nadya mulai mengedarkan pandangannya kemudian dia melihat Bastian tengah duduk menatap sambil tersenyum.“Kamu sudah siuman, sayang?” Tanya Bastian lembut mengelus pipinya.“Apa yang terjadi? Kenapa tanganku di infus begini?” Tanya Nadya. Dia berusaha untuk duduk menyenderkan tubuhnya pada divan tempat tidur.“Kamu sangat lemah sekali, tidak ada makanan yang masuk, dokter menyarankan untuk di infus supaya tubuhmu tidak lemah.” Bastian memberi pengertian kepadanya.“Soal tadi pagi..”“Ssuuutt… aku sudah membereskan permasalahan ini,” ujarnya memotong pembicaraan. Nadya mengernyitkan kening menatap aneh kemudian dia bertanya, apa maksud dari perkataan suaminya.“Apa maksudmu?” Tanya Nadya menatap.“Aku mendatangi Dita untuk memberi pelajaran, aku juga menyelidiki siapa ayah biologis anaknya.” Bastian menghembuskan napas panjang setelah itu menatap ke arah istrinya. “Kamu
“Tolong jaga Nadya,” pinta Bastian dia bergegas pergi meninggalkan Nadya yang masih berbaring di tempat tidur. Ia tahu siapa yang akan dia datangi atas musibah ini terjadi.“Sayang, kamu mau ke mana?” Tanya Serly.Namun, Bastian telah pergi meninggalkan mereka, Serly tidak tahu putranya mau pergi ke mana. Yang jelas dia terlihat sangat marah sekali, Serly berharap rumah tangga putranya baik-baik saja. “Kenapa perasaanku tidak enak, apa yang terjadi kepada kalian.” Batin Serly dia berdiri mematung. “Ser, kamu kenapa?” Tanya Mona membuyarkan lamunannya.“Ahhh.. tidak,” balasnya tersenyum.—-Bastian tahu siapa orang yang dia temui dalam permasalahan keluarganya, dia bergegas pergi menuju ke kediaman Dita. Dirinya akan meminta pertanggung jawaban karena telah merusak hubungannya dengan Nadya. “Sialan kamu, Dit. Wanita sepertimu tidak akan aku maafkan. Kamu sudah berhasil merusak rumah tanggaku dengan Nadya, kini hubunganku dengannya hancur berantakan semua gara-gara kamu. Dita kamu ha
“Apa aku harus percaya kepadamu! Bastian, aku juga seorang wanita sekaligus ibu dari anakku. Beberapa tahun lalu aku juga pernah mengalami seperti hal nya wanita itu. Anakku besar tanpa seorang ayah di sisinya, rasanya sangat sakit sekali, setiap hari dia meraung memintaku mempertemukan dia dengan ayahnya. Setiap kali temannya bersama kedua orang tua lengkap anakku selalu menangis kepadaku.” Nadya meneteskan air mata menatap sendu ke arahnya. Napasnya terengah, bibirnya bergetar hebat tubuhnya sangat lemas hingga ia jatuh ke bawah lantai. Sebagai seorang wanita Nadya bisa merasakan perasaan yang Dita alami. Dia sedang memperjuangkan hak untuk putrinya, di sisi lain dia juga tengah hamil muda dan juga membutuhkan Bastian agar tetap berada di sampingnya. Dia ingin kehamilan anak keduanya ini di penuhi rasa kebahagiaan. Nadya tidak mau terulang kembali di mana Ghava tumbuh tanpa seorang ayah akibat dari ulahnya sendiri. “Sayang…”“Jangan mendekatiku, pergilah aku tidak mau melihatmu.