Nadya tengah merias wajahnya, ia melihat di cermin luka wajahnya masih terlihat jelas, lembam di bagian pipi kiri. Dia mengingat kembali betapa kasar dan menakutkan Bastian.
Rambut panjang berwarna hitam terurai sempurna, tidak lupa Nadya mencatok bagian pinggirnya, bibir tipisnya ia oleskan sedikit agar terlihat fresh. Kemudian Nadya mulai mengusap wajahnya dengan make up, ia tersenyum melihat lukanya tertutup oleh conceller dengan sempurna. Tidak lupa Nadya memakai pakaian rapih dengan celana levis dan baju kameja berwarna denim corak bergaris kecil melekat pada tubuhnya. Nadya kemudian mengambil tas berwarna hitam yang tergeletak di atas tempat tidur. “Kau mau pergi?” Tanya dingin Bastian menggetkan Nadya yang tengah merapihkan dirinya. Nadya terdiam dia mendengar suara suaminya lalu menoleh ke arah belakang. Bastian tengah menyenderkan tubuhnya ke bagian dinding tembok lalu memeluk dada oleh kedua tangannya. “Tu-an.” Gumam Nadya menundukan wajahnya. Perlahan Bastian melangkah mendekati Nadya lalu menutup pintu. Langkah demi langkah mendekati tubuh istrinya hingga keduanya kini saling berhadapan. Bastian mendorong tubuh Nadya sampai terpentok ke bagian dinding tembok. Ia mengekangnya dengan tatapan penuh dan dalam. Nadya memalingkan wajah menghindari wajah suaminya. “Kau mau pergi meninggalkan rumah ini?” Tanya Bastian. Tangan kekar itu meraih dagu istrinya sambil terus menatap. Wanita yang ada dihadapannya ini terlihat sangat cantik sekali, Bastian merasa agak sedikit gugup. Tidak seperti biasanya Nadya merapihkan diri hingga dirinya sedikit terkesima. “Tuan, kau mendorongku.” Ucap pelan Nadya ia menggigit bibir bawahnya kecil lalu menundukan wajah. “Kita sudah membuat kesepatakan untuk tidak meninggalkan satu sama lain sebelum kita selamanya berpisah. Apa kau lupa akan hal itu, Nadya tatap aku.” Bastian membujuk. Kalau sampai Nadya pergi dari rumah miliknya itu berarti sama dengan membuat keributan antar dirinya dengan sang kakek. Dan semua aset berharga milik sang kakek akan batal ia dapatkan. “Ak-u.” “Sstttt..” Bastian menaruh jari telunjuk di bagian bibir Nadya, kemudian ia menurunkannya kembali. Menatap wajah cantik istrinya membujuk supaya Nadya luluh padanya dan membatalkan kepergiannya. Suara detak jantung Nadya semakin membuncah ruah, tubuhnya kaku, sorot mata ia palingkan ke arah lain. Wajah Nadya memerah seketika jiwanya bergetar, entah kenapa dia bisa merasakan hal ini. Pria yang ada dihadapannya pun tidak menyukainya bahkan dia tidak akan mencintainya. Nadya menundukan wajah dia tidak boleh menaruh harapan kepada suaminya. “Maafkan, aku.” “Jawab aku, Nadya.” Bastian merangkul tubuh Nadya dengan lembut. “Tidak, aku tidak akan menaruh harapan padanya.” Batin Nadya. Nadya menelan salivanya susah payah dia berusaha menyembunyikan wajah yang semakin memerah. “Baiklah, saya akan menolaknya.” Balas Nadya. Bastian menyeringai dia merasa puas atas keputusan yang Nadya buat. Seketika ia merasa lega keputusan Nadya menyelamatkan dirinya dari musibah. “Oke, baiklah. Bicara dengan mamah bahwa kamu masih mau tinggal denganku.” Bisik Bastian yang kemudian dia pergi meninggalkan Nadya. Nadya bernapas lega dia bisa menolak dan tetap tinggal di sini, walau bagaimana pun dia merasa Bastian adalah suaminya karena mereka benar-benar menikah. “Tidak, aku tidak bisa menaruh hati padanya, kenapa aku seperti ini bahkan dia membenciku.” Batin Nadya sambil menghela napas panjang. Nadya keluar membawa perasaan campur aduk, dia sangat senang sekali Serly menyayanginya bahkan sudah menganggap dirinya seperti bukan kepada menantu pada umumnya. “Sayang, kau cantik sekali. Apa kamu sudah siap?” Seru Serly beranjak dari tempat duduk. Sementara itu Bastian duduk diam menyilangkan kaki menatap dingin terlihat tenang. “Emm.. Mah. Maaf, sepertinya Nadya tidak jadi ikut denganmu.” Sahut Nadya lembut. Dia merasa bersalah mengatakan hal ini padanya. “Apa yang kamu katakan? Kamu tidak bisa ikut denganku? Ada apa ini! Apa pria ini yang mengancammu?” Tanya Serly menghampiri. Bastian menyeringai dia berhasil membuat Nadya menolak. “Ahh, tidak. Hanya saja Nadya berpikir tidak baik meninggalkan rumah suami. Nadya, tahu mamah pasti kecewa atas keputusan yang Nadya buat.” Ucap Nadia menjawab sambil tersenyum kaku. “Piuhh.. baiklah. Mamah mengerti, kau sangat baik dan pemgertian. Jangan sampai pria itu menyakitimu lagi kalau sampai dia melakukan hal yang di luar nalar. Kamu segera telephone mamah.” Ucap Serly memeluk tubuh menantu kesayangannya. Nadya mengangguk sambil tersenyum tanda setuju. Akhirnya Serly pulang dan sekarang di rumah itu hanya tinggal mereka berdua. “Tuan, apa kau mau sesuatu?” Tanya Nadya lembut dan tersenyum. Bastian menoleh dia mengangkat satu alis dan memalingkan wajahnya. “Berikan saya air dingin.” Titah Bastian yang di angguki oleh Nadya. Nadya mengambil gelas dan menuangkan air dingin lalu menyuguhkannya kepada Bastian. “Tuan, ini minumannya.” Ucap Nadya menyodorkan satu gelas air dingin. Tanpa sepatah kata pun Bastian lontarkan kepada Nadya, dia berusaha tetap tenang dan memalingkan wajahnya. Dia merasa heran Nadya begitu cantik dan menawan dia berusaha menghapus perasaan itu dan mengendalikan diri. “Saya akan membuat makanan untukmu, tapi isi kulkas sudah habis, Tuan. Apa saya bisa keluar untuk membeli keperluan rumah?” Tanya Nadya lembut menundukan wajahnya. Seketika Bastian menoleh dia melihat Nadya dari ujung rambut sampai ujung kaki, dia menggelengkan kepala lalu menghela napas panjang. “Ganti pakaianmu?” Titah Bastian. “Apa? Ganti! Apa saya terlihat kumuh?” Tanya Nadya dengan wajah polosnya dia mengoreksi diri dengan cara melihat ke arah tubuhnya. “Siapa yang mengatakan kau kumuh! Saya hanya menyuruhmu mengganti pakaian, tidak sepantasnya kau berpenampilan seperti ini.” Balas Bastian dengan nada dingin. “Aahhh, ia. Maafkan saya Tuan. Sebentar saya akan menggantinya.” Seru Nadya tersenyum dan berlalu pergi meninggalkan Bastian seorang diri. “Apa aku kelihatan kusut memakai pakaian seperti ini, ahh.. kenapa dia mengatur semuanya. Apa kekurangan pakaian ini.” Gerutu Nadya mengambil beberapa pakaian untuk dia coba. Drrtt… Bastian menerima sambungan telephone dan segera mengangkatnya. “Bastian, seminggu sudah berlalu kapan kalian pergi honeymoon bersama istrimu, berikan saya cucu sesegera mungkin atau kau akan kehilangan semua aset peeusahaan.” Ancam kakek Baskoro dalam sambungan telephone dan memutuskannya secara sepihak. “Honeymoon!” Bastian mengacak rambut dia bangkit dari tempat duduknya kemudian menghela napas berat. Pernikahan tanpa cinta bagaimana bisa pergi berbulan madu.Sementara itu di rumah besar Bastian. Dia tengah duduk menyibukkan diri dengan bekerja sampai larut malam, keadaannya sangat kacau. Bastian selalu merindukan sosok Nadya, ia meratapi nasib dirinya di mana dia harus kehilangan orang yang sangat dia sayangi. Berbagai cara telah dia lakukam untuk mencari keberadaan Nadya. Namun, hasilnya tetap nih dia tidak bisa mencari keberadaannya.Pintu terbuka Serly datang dia melihat putranya tengah sibuk mengurus pekerjaan yang semakin banyak. “Bastian.” Serly duduk tepat dihadapannya akan tetapi Bastian tidak menghiraukannya, tiga bulan sebelumnya pertengkaran mereka terjadi. Serly mengetahui bahwa putranya telah membuat keputusan yang salah, sekarang dia hidup seorang diri. Padahal Serly sangat menginginkan cucu dari hubungan pernikahan putranya. Sekarang keinginannya sudah sirna, Bastian tidak lagi bersama Nadya, ia merasa kehilangan sosok menantu seperti Nadya.“Sampai kapan kamu akan seperti ini, menyibukkan diri tidak akan membuatmu mel
“Silahkan masuk.”Bi Darmi menyambut hangat kedatangan Bu Bidan yang bernama Asih, Nadya yang hanya duduk tengah menyenderkan tubuhnya pun langsung tersenyum.“Kamu terlihat pucat sekali,” ucap Bu Asih ia dudum di tepi ranjang lalu menempelkan telapak tangan pada kening Nadya.”Sebentar biar saya lepas infusannya dulu, setelah itu saya akan memeriksamu.” Ucapnya sambil meraih tangan Nadya di mana Bu Asih akan melepaskan jarum infus yang menancap di tangan mulus Nadya.“Silahkan, Bu.” Sahut Nadya dengan nada lemahnya.“Emm… kapan kejadiannya?” Tanya Bu Asih sambil melepaskan jarum suntik.“Kejadian, apa?” Tanya Nadya ia menoleh menatap heran.“Kamu salah paham, kapan terakhir kamu datang bulan? Apa kamu sudah datang bulan?” Tanya Bu Bidan.Nadya sedikit termenung dia baru sadar terakhir datang bulan itu dua minggu setelah melakukan hubungan dengan Bastian. Sontak saja Nadya sangat terkejut kedua matanya membulat jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. “Kenapa kamu diam saja?”
Bi Darmi tidak mau menunggu lama keadaan Nadya sedang tidak baik-baik saja di dalam sana, dia menerobos masuk dan mendapati Nadya tergeletak di bawah lantai membuatnya sangat panik. Dia mencoba untuk membangunkan Nadya akan tetapi Nadya tidak sadarkan diri, bi Darmi bergegas mencari bantuan dia keluar sambil berteriak meminta tolong. Untung saja di sana ada pak Agung sedang membersihkan halaman rumahnya dia mendengar teriak minta tolong dan segeralah Pak Agung menghampirinya.“Tolong, siapapun yang ada di sini tolong saya,” teriak bi Darmi. “Ada apa, Bi?” Tanya Pak Agung menghampiri.Bi Darmi pun langsung menjelaskan kejadian yang menimpa Nadya, mereka bergegas masuk ke dalam. Pak Agung segera membantu Nadya ia langsung menggendongnha lalu merebahkan ke atas tempat tidur kemudian ia menyarankan bi Darmi untuk segera menghubungi Pak Mantri. Bi Darmi dengan sigap menghubungi Mantri untuk melihat kondisi Nadya yang tiba-tib
“Bagus, cari di mana taksi itu menurunkan wanita itu.” “Ta-pi, Tuan.”“Tapi apa!”“Tuan, kita sudah menemukan taksi online itu dan berhasil menemukan tempat terakhir Nona Nadya di turunkan. Sopir itu mengatakan bahwa Nona Nadya memintanya turun di terminal bus, kita kehilangan jejak karena sopir bilang dia hanya menurunkan Nadya di terminal, dia tidak tahu Nona Nadya naik bus jurusan mana. Kami juga sudah cek cctv di area terminal akan tetapi tidak menemukan jejaknya.” Ungkap pria itu merasa takut.“Hmm… ayo cepat cari lagi, saya tidak mau kamu membawa lapiran dengan tangan kosong, bawa di kehadapanku.” Titah Bastian menatapnya dengan sorot mata tajam.“Baik, Tuan.”Pria itu berlalu pergi dari hadapannya, lalu kemudian menyuruh para ajudan lain untuk segera kembali mencari jejak kepergian Nadya.“Sialan! Wanita itu rupanya sudah menyiapkan semuanya supaya dia tudak mudah saya lacak, dia memblokir nomor dan membuang kart
Akhirnya ia sampai juga di halaman rumah milik keluarganya, dia sangat senang sekali akhirnya pernikahan kontrak yang mereka setujui sudah berakhir. Dia tidak tahu statusnya sekarang bagaimana yang jelas Nadya sudah benar-benar pergi jauh meninggalkan Bastian dan akan menenangkan diri dari keramaian kota. Ting!Pesan singkat dari seseorang telah masuk, Nadya tersenyum dia sangat senang akhirnya ia menemukan Andara. Akan tetapi Nadya tidak bisa terus terang menemui Andara, ia akan bersembunyi untuk melihat keadaan Andara di sanaa, yang terpenting dirinya bisa memantau keadaan sang Papah. Karena anak buah Bastian terus menjaganya dengan ketat. Nadya berpikir dia akan terus mengawasinya dari kejauhan untuk memanatau kesehatan sang Papah. Ia langsung menghirup udara segar kemudian melangkah ke depan membuka gerbang rumah dan menyeret koper miliknya. Desa kecil ini tidak akan pernah Bastian menemukannya di mana desa ini sangat jauh dari keramaian kota. Rumah ini peninggalan nenek kakeny
Taksi online datang Nadya sengaja dia memesan taksi untuk membawanya pergi, Nadya juga memblokir kontak Bastian. Sesuai perjanjian isi kertas surat kontrak nikah mereka, Nadya akan pergi tanpa pamit lebih dulu kepadanya, hubungan mereka tidak akan pernah kembali. Nadya dan Bastian sepakat mereka berpisah sesuai keinginan masing-masing dari dua belah pihak. Beberapa jam kemudian. Bastian mulai sadarkan diri setelah malam panjang bersama Nadya dirinya baru bangun dari lelap tidur, Bastian tidak sadarkan diri bahwa semalam ia telah memprawani Nadya terlebih dia tidak sepenuhnya tersadar. Ia mulai mengucek-ucekan kedua mata oleh tangannya kemudian Bastian menguap lalu kembali terpejam.Alahkah terkejutnya Bastian baru tersadar bahwa dirinya tidak memakai pakaian, ia hanya mengenakan celana dalam yang terbungkus selimut tebal. Dirinya terperajat dari tempat tidurnya kemudian ia menyingkirkan selimbut tebal itu dan melihat bercak darah segar menempel sempurna di atas kain sprei. “Apa yan