Share

5.Caci Maki

Satu bulan sudah Amel dan kedua anaknya meninggalkan kota Kediri dan selama itu pula Candra kerap meminta Amel untuk pulang. Tanpa rasa bersalah, Candra meminta Amel pulang namun tidak memberi keputusan bahwa ia akan meninggalkan selingkuhannya.

Amel yang sudah bertekad tidak akan pernah kembali lagi ke kota Kediri itu, membuat Candra sempat memberi ultimatum pada Amel.

"Kalau memang keputusanmu sudah bulat, aku tidak akan memaksamu lagi. Tapi aku akan memperjuangkan hakku sebagai bapak dari Galang dan Ruby!" ucap Candra pada Amel melalui sambungan telepon.

"Silahkan, satu hal yang pasti, aku tidak pernah berniat untuk memutus hubunganmu dengan anak-anak. Justru kamu sendiri yang menjauh dari anak-anak!" jawab Amel.

"Aku tidak menjauh, tiap kali aku menghubungi mereka, apa mereka mau bicara denganku?"

"Apa aku tidak berusaha mendekatkan diriku kembali pada mereka?" imbuh Candra.

"Jangan tanya aku! tanya pada dirimu sendiri, kenapa anak sekecil mereka bisa sampai mempunyai rasa tidak suka pada orang yang tak lain adalah bapak kandungnya!" tukas Amel.

"Itu semua karena kamu! kamu yang sudah meracuni pikiran mereka!" bentak Candra.

"Kamu pikir mereka tidak bisa menilai kelakuanmu!"

"Selama kamu dengan perempuan murahan itu, apa kamu pernah menunjukkan kasih sayangmu pada mereka!"

"Apa kamu pernah tanya keadaan mereka, sewaktu kamu menginap di rumah pelakor itu!"

"Setiap kamu menginap di rumah pelakor itu, pertanyaan demi pertayaan mereka harus aku jawab dengan menahan rasa sakit!"

"Apa kamu pikir Galang putra sulungmu tidak tau apa yang sudah kamu lakukan!"

"Bahkan beberapa kali dia bertanya, bunda? bapak nggak tidur bareng kita malam ini?"

"Apa kamu nggak punya sedikit saja rasa malu dengan kelakuan bejadmu!" bentak Amel bertubi-tubi, melepaskan semua yang ada di hatinya.

"Aku kan sudah peringatkan kamu, kalau aku menginap di rumah Pukki, kamu tinggal bilang kalau aku lagi kerja, kalau anak-anak tanya aku dimana!"

"Tapi kamu memang sengaja memperlihatkan kesedihanmu di depan mereka, supaya mereka membenciku, iya kan!" umpat Candra dengan egoisnya.

"Dasar tidak tau malu!"

"Aku bukan kamu yang suka membohongi anak!"

"Sudahlah, semua tidak ada gunanya lagi untuk di bicarakan."

"Kamu sudah memilih jalan hidupmu, dan aku juga sudah mengambil keputusan untuk mundur!" cecar Amel menahan air matanya yang sudah menggantung.

"Aku mau bicara sama anak-anak, tolong berikan ponselnya pada mereka," pinta Candra.

Amel pun memanggil putra sulungnya yang tengah bermain dengan sang adik.

"Galang? ini bapak mau ngomong sama kamu," ucap Amel lembut seraya menyerahkan ponselnya.

"Nggak mau!" pekik Galang menolak dan suara itu masih bisa di dengar oleh Candra.

"Nak, nggak boleh gitu. Bapak cuma mau ngomong sebentar," bujuk Amel setengah berbisik.

"Bunda, tolong jangan paksa Galang...."

"Galang nggak mau ngomong sama dia lagi!"

Amel menghela nafasnya, ia yakin kalau Candra pasti akan menuduhnya lagi atas penolakan dari Galang.

Amel beralih ke si bungsu Ruby.

"Dek, ini bapak mau ngomong sama adek," ucap Amel membujuk putri bungsunya yang masih berusia 2 tahun itu.

"Mbi masih main lho bunda, bunda aja yang ngomong sama bapak," sahut Ruby meski kedua netranya fokus pada mainan yang ia bawa dari Kediri.

Amel menarik nafasnya sebelum kembali menempelkan handphone itu di telinga kanannya.

"Aku udah dengar, nggak perlu kamu sampaikan!" umpat Candra sebelum Amel membuka mulutnya.

"Ini semua karena kamu Amel!"

"Kalau kamu tidak membawa mereka pergi, tidak mungkin mereka akan bersikap seperti itu!" lagi-lagi Candra menyalahkan Amel atas kesalahan yang ia perbuat.

"Playing victim!" sarkas Amel dengan suara tertahan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status