Candra yang tak juga merasa puas, bersikeras memberondong Amel dengan segala pertanyaan yang menyudutkannya.
"Apa kesalahanku pada mereka, sampai mereka begitu bencinya padaku!""Kalau bukan kamu yang sudah mengotori pikiran mereka!" pekik Candra meradang."Kamu masih tanya, apa kesalahanmu?""Wah, hebat sekali anda tidak menyadari apa yang sudah anda lakukan pada kami?" sarkas Amel."Mereka bukan tumbal untuk masalahmu denganku!" ucap Candra."Hey! secara tidak langsung, mereka sudah jadi korban atas perbuatanmu! meski aku yang kamu sakiti, dampaknya pada siapa!" pukas Amel."Kamu boleh tanya pada orang-orang yang senasib dengan mereka, apa mereka baik-baik saja setelah di jadikan korban keegoisan orang tuanya!" imbuh Amel."Aku cuma minta satu hal sama kamu, Mel!""Jangan memutus hubungan antara Bapak dan anak, kalau kamu mau hidupmu lebih tenang.Tak henti-hentinya Candra menuduh Amel telah mendoktrin pikiran anak-anaknya, meski ia telah mendengar sendiri penolakan kedua anaknya.Satu jam sudah mereka berkomunikasi tanpa menemukan titik terang. Hingga akhirnya Amel memutus panggilan sepihak.Amel bergeming, ia mengingat semua perkataan Candra yang selalu menyudutkannya."Bunda...." sapa Galang mendekat ke Amel."Kenapa sih masih mau nerima telfon dari laki-laki itu?""Dia itu udah jahatin bunda, Galang dan Ruby," ketus Galang yang tidak biasanya bersuara keras pada Amel.Amel menghela nafasnya, rasa sesak di dadanya atas ucapan sang anak tak mampu ia jawab dengan cepat. Amel memikirkan bagaimana dampak buruk yang bisa saja terjadi pada sang putra, jika ia terlalu memaksa Galang untuk melakukan hal yang sudah tidak ia sukai lagi."Bunda tidak akan meminta kamu lagi untuk menerimanya kembali, tapi satu hal yang perlu bunda ingatkan, seburuk apa pun perbuatannya pada kita, dia tetap bapakmu. Tanpa dia, kamu belum tentu bertemu dengan bunda. Ini sudah takdir hidup kita bang, ikhlas dan belajar menerima bahwa sekarang dia sudah memilih jalan lain," tutur Amel lembut menasehati Galang."Pokoknya, Galang nggak mau lagi dengar bunda ngomong sama dia! titik!" ultimatum Galang lalu pergi.Hal seperti ini yang kerap membuat Amel serba salah, namun ia memaklumi sikap putra sulungnya itu.Di tempat yang berbeda, Pukki yang semakin menjadi-jadi menunjukkan bahwa dia sudah menjadi pemenang. Dengan bangganya ia berkata pada seluruh teman-temannya, bahwa Candra dan dia sudah menikah secara resmi."Sayang...." ucap Pukki pada Candra."Ya, ada apa?" sahut Candra."Ntar kalau teman-temanku tanya mengenai pernikahan kita, kamu jawab aja kalau kita sudah menikah ya?' bujuk Pukki."Iya, tapi gimana kalau ibuku tanya?" tukas Candra."Masa orang tua di bohongi juga?" imbuh Candra."Bilang iya juga dong, dengan alasan daripada kita berzinah lebih baik nikah," jawab Pukki memberi arahan pada Candra."Baiklah, yang penting kamu senang," Candra tersenyum simpul."Oh iya, tapi kamu harus tetap lho nikahin aku setelah urusanmu dengan si Amel itu selesai," ujar Pukki."Maksudmu selesai, bagaimana?" tanya Candra mengerutkan dahinya."Yah setelah kalian bercerai! masa kamu masih mau balik ke dia sih?" Pukki dengan gaya manjanya meminta Candra untuk segera menceraikan Amel."Aku nggak bisa, sayang...." sahut Candra menghela nafas panjang."Nggak bisa atau nggak mau!" pekik Pukki."Sudahlah, jangan bahas masalah itu dulu. Aku lagi pusing mikirin anak-anak yang udah nggak mau aku hubungi," dengus Candra."Aku yakin, itu pasti karena Amel yang melarang!""Bukannya dulu anak-anak deket banget ya sama kamu? kenapa sekarang mereka gitu?" tanya Pukki tanpa rasa bersalah.Candra terdiam sejenak, lalu ia menatap Pukki."Semua ini karena kita berdua," jawab Candra datar.Apa Candra pernah menghubungi anak-anaknya?" tanya salah satu saudara Amel melalui sambungan telepon."Pernah kak, tapi anak-anak nggak ada yang mau ngomong sama bapaknya.""Terutama Galang, dia bahkan ngelarang aku berhubungan dengan bapaknya," jawab Amel pada saudaranya tersebut yang bermukim di kota Medan."Bisa di maklumi, dia anak laki-laki dan sudah cukup mengerti keadaan kedua orang tuanya.""Meski begitu, kamu jangan bosan selalu ingetin dia.""Karena bagaimana pun juga, Candra itu tetap bapaknya.""Tapi jangan terlalu memaksakan, biarkan dia belajar untuk menerima dulu.""Semakin kamu paksa dia untuk menerima, semakin hatinya menjauh dan tidak menutup kemungkinan dia bisa melupakan bapaknya," nasehat dari sang kakak untuk Amel."Iya kak, makasih ya kak untuk semua dukungan dan doanya," ucap Amel sebelum mereka mengakhiri obrolan.****Sudah hampir dua bulan Amel menetap di sebuah kota pusat industri, yang letaknya di seberang negara t
Dua hari Amel mencoba membuat sample martabak mini sebelum ia memasarkannya. Anggota keluarga cukup puas dengan rasa martabak hasil olahan tangan Amel. Amel membuat beberapa varian rasa, yang banyak di gemari anak-anak.Setelah merasa yakin dengan rasa martabak mini buatannya sendiri, Amel pun mulai membuat beberapa toples untuk di titipkan di beberapa tempat yang sebelumnya sudah Amel mintai ijin."Bismillahirahmanirahim...." lafadz Amel sebelum berangkat menuju tempat ia akan menitipkan dagangannya.Kedua tangan Amel sudah menenteng 3 kantong plastik berukuran besar, yang berisi toples untuk wadah martabak-martabak mini buatannya.Mengingat wajah kedua buah hatinya, semangat Amel semakin terpacu meski waktu masih menunjuk pukul 05.30 pagi. Dimana awan biru masih terselimuti awan gelap, ia memantapkan langkahnya menyusuri jalanan yang belum terlalu di padati kendaraan.Pukul 6 tepat, ia sudah berada di rumah. Dengan langkah cepat ia berjalan menuju kamarnya, unt
"Kalian sudah siap?" tanya Amel pada kedua anaknya, dimana pagi ini Amel dan kedua anaknya akan pergi menemui seseorang."Sebenarnya kita mau kemana sih, bunda?" tanya Galang penasaran."Ntar kamu juga tau nak, lebih baik kita berangkat sekarang ya? keburu orang yang akan kita temui itu pulang," sahut Amel bergegas menuruni anak tangga di kediaman Lastry, adiknya.Mereka berjalan kaki menuju lokasi seseorang yang masih di rahasiakan Amel dari Galang dan Ruby."Kok kita nggak naik motor, bunda?" tanya si cantik Ruby dengan gaya manjanya."Ntar motornya mau di pakai kerja nak sama om Handy. Biar kita juga bebas mau pulang jam berapa aja," tutur Amel sembari menggendong Ruby.Lokasi yang cukup jauh itu, mereka tempuh dengan berjalan kaki menyusuri lorong-lorong setapak.10 menit berjalan kaki, Amel tersenyum bahagia karena orang yang akan ia temui masih berada di tempat ia berdagang."Nek, saya mau beli ikan asinnya satu bungkus," ucap Amel ramah pada wa
Tiga hari setelah pertemuan dengan sang nenek itu, seorang wanita paruh baya menemui Amel di kediamannya. Wanita yang biasa di panggil Umi itu tak lain adalah guru mengaji Galang."Saya dengar-dengar sekarang bu Amel sudah berjualan martabak mini ya?" tanya Umi yang duduk di ruang tamu, kediaman Lastry itu."Iya Umi, untuk tambahan biaya anak-anak," jawab Amel apa adanya."Gimana hasilnya, bunda?" tanya umi lagi."Alhamdulillah, sejauh ini lancar meski masih sekedar cukup untuk kebutuhan Galang dan Ruby, umi," lirih Amel."Jadi begini bund, maksud kedatangan saya menemui bunda saat ini, untuk menawarkan kerjasama," tutur umi menjelaskan."Kerjasama yang bagaimana, umi?" tanya Amel antusias."Di pondok pesantren milik keluarga saya, minggu depan akan mengadakan bazar bund. Kalau bunda berminat, bunda bisa ikut berpartisipasi dalam acara bazar tersebut," ujar umi."Saya berminat umi, tapi untuk turut serta dalam acara bazar itu kan membutuhkan modal yan
Amel kembali teringat bagaimana ia dan kedua anaknya sampai di pulau Batam. Kala itu ia terpaksa harus menjual sepeda motor miliknya, agar ia bisa pergi bersama kedua anaknya dengan membawa bekal selama perjalanan yang memakan waktu lebih dari 10 hari itu."Jadi bagaimana bu, apa harga dari saya sudah cocok?" tanya si pembeli motor."Ya sudah pak, saya setuju," sahut Amel seraya celingak-celinguk cemas jika Candra melintasi lokasi pertemuan mereka."Ngomong-ngomong kalau boleh tau, motornya kenapa dijual ya bu?" tanya si pembeli sembari mengeluarkan lembaran uang kertas berwarna merah dari dalam tas miliknya."Saya mau ke luar kota pak, nggak mungkin motornya saya tinggal," jawab Amel jujur."Ooh, mau kemana bu?""Ke Jogja, pak.""Suami ibu kok nggak ikut nganterin motornya?""Saya kabur dari rumah pak."Pria bertubuh tambun itu pun tertegun mendengar alasan Amelp pergi dari rumah."Kasihan anak-anaknya bu, pasti mereka sangat tertekan dengan
-Yogyakarta 12 Juli 2022-Ketiga orang itu tampak sudah sangat lelah setelah menempuh perjalanan Kediri - Yogyakarta selama 8 jam. Tepat pukul 6 sore, bis yang mereka tumpangi tiba di Jogja."Mbak mau turun dimana?" tanya kernet bis tersebut pada Amel.Amel yang belum menentukan dimana ia dan anak-anaknya akan menginap, terpaksa meminta untuk diturunkan di lokasi daerah sebuah pasar."Sekarang kita kemana bunda?" tanya Galang saat mereka sudah turun dari bis."Sabar ya nak, ini bunda lagi mikir enaknya malam ini kita menginap dimana," jawab Amel berusaha tetap tersenyum meski ia juga merasakan lelah."Handphone bunda nggak di aktifin ya?" tanya Galang."Nggak nak, nanti saja setelah kita dapat penginapan dulu."Mata Amel nanar mencari taksi yang ia perkirakan akan melintas dari pasar tersebut.Seorang pria paruh baya menghampiri mereka setelah beberapa menit menunggu taksi yang tak kunjung datang."Permisi mbak, mbaknya mau kemana? saya perhat
Seketika kaki Amel tak mampu menopang tubuhnya, saat ia mendengar ucapan wanita yang bernama Pukki tersebut, yang tak lain adalah wanita yang menjadi sumber kehancuran rumah tangganya bersama Candra.Amel tersungkur di dalam kamar mandi, sebab ia memang tak ingin kedua anaknya melihat keadaannya yang hancur."Dosa apa yang sudah kulakukan sampai harus menerima hukuman seberat ini!" teriak Amel bersimpuh di bawah guyuran shower di dalam kamar mandi itu.Galang yang tidak melihat keberadaan sang ibu untuk beberapa waktu pun, menyusul ke kamar mandi."Bunda! bunda kenapa?" tanya Galang panik seraya memapah Amel untuk berdiri."Bunda nggak apa-apa, kamu keluar dulu ya nak ntar bunda susul," titah Amel dengan suara bergetar."Galang udah bilang, jangan lagi menerima telepon dari laki-laki itu!" tukas Galang geram."Sudah ya nak, temenin adikmu dulu," ucap Amel lembut.Galang pun menuruti perkataan sang ibu."Bunda.... Galang sayang sama bunda," tukas p
-Hari ketiga di Jogja-Amel dan kedua anaknya baru saja tiba di sebuah klinik tak jauh dari penginapan yang mereka tinggali."Kok kita ke klinik bunda?" tanya Galang sesaat mereka tiba di depan klinik tersebut."Mau vaksin nak, bunda dan kamu kan belum sempat vaksin waktu di Kediri," jawab Amel."Memangnya buat apa sih bund?" tanya Galang yang bingung."Untuk keperluan naik kereta api, kamu kan tau sekarang syarat untuk bepergian itu harus mempunyai kartu vaksin," tutur Amel menjelaskan dengan bahasa yang mudah untuk di mengerti putera sulungnya itu."Oh iya ya bun," sahut Galang tersenyum.Satu jam berada di klinik tersebut, surat vaksin yang mereka butuhkan akhirnya sudah di tangan."Sekarang kita ke stasiun kereta ya, kita beli tiket tujuan Jakarta," ucap Amel pada kedua anaknya yang masih bersemangat, meski cuaca Jogja pada hari itu cukup terik.****"Apa tiket kereta api untuk ke Jakarta sudah kamu beli?" tanya adik Amel dari Batam melalu