Share

6.Hasutan Pukki

Candra yang tak juga merasa puas, bersikeras memberondong Amel dengan segala pertanyaan yang menyudutkannya.

"Apa kesalahanku pada mereka, sampai mereka begitu bencinya padaku!"

"Kalau bukan kamu yang sudah mengotori pikiran mereka!" pekik Candra meradang.

"Kamu masih tanya, apa kesalahanmu?"

"Wah, hebat sekali anda tidak menyadari apa yang sudah anda lakukan pada kami?" sarkas Amel.

"Mereka bukan tumbal untuk masalahmu denganku!" ucap Candra.

"Hey! secara tidak langsung, mereka sudah jadi korban atas perbuatanmu! meski aku yang kamu sakiti, dampaknya pada siapa!" pukas Amel.

"Kamu boleh tanya pada orang-orang yang senasib dengan mereka, apa mereka baik-baik saja setelah di jadikan korban keegoisan orang tuanya!" imbuh Amel.

"Aku cuma minta satu hal sama kamu, Mel!"

"Jangan memutus hubungan antara Bapak dan anak, kalau kamu mau hidupmu lebih tenang.

Tak henti-hentinya Candra menuduh Amel telah mendoktrin pikiran anak-anaknya, meski ia telah mendengar sendiri penolakan kedua anaknya.

Satu jam sudah mereka berkomunikasi tanpa menemukan titik terang. Hingga akhirnya Amel memutus panggilan sepihak.

Amel bergeming, ia mengingat semua perkataan Candra yang selalu menyudutkannya.

"Bunda...." sapa Galang mendekat ke Amel.

"Kenapa sih masih mau nerima telfon dari laki-laki itu?"

"Dia itu udah jahatin bunda, Galang dan Ruby," ketus Galang yang tidak biasanya bersuara keras pada Amel.

Amel menghela nafasnya, rasa sesak di dadanya atas ucapan sang anak tak mampu ia jawab dengan cepat. Amel memikirkan bagaimana dampak buruk yang bisa saja terjadi pada sang putra, jika ia terlalu memaksa Galang untuk melakukan hal yang sudah tidak ia sukai lagi.

"Bunda tidak akan meminta kamu lagi untuk menerimanya kembali, tapi satu hal yang perlu bunda ingatkan, seburuk apa pun perbuatannya pada kita, dia tetap bapakmu. Tanpa dia, kamu belum tentu bertemu dengan bunda. Ini sudah takdir hidup kita bang, ikhlas dan belajar menerima bahwa sekarang dia sudah memilih jalan lain," tutur Amel lembut menasehati Galang.

"Pokoknya, Galang nggak mau lagi dengar bunda ngomong sama dia! titik!" ultimatum Galang lalu pergi.

Hal seperti ini yang kerap membuat Amel serba salah, namun ia memaklumi sikap putra sulungnya itu.

Di tempat yang berbeda, Pukki yang semakin menjadi-jadi menunjukkan bahwa dia sudah menjadi pemenang. Dengan bangganya ia berkata pada seluruh teman-temannya, bahwa Candra dan dia sudah menikah secara resmi.

"Sayang...." ucap Pukki pada Candra.

"Ya, ada apa?" sahut Candra.

"Ntar kalau teman-temanku tanya mengenai pernikahan kita, kamu jawab aja kalau kita sudah menikah ya?' bujuk Pukki.

"Iya, tapi gimana kalau ibuku tanya?" tukas Candra.

"Masa orang tua di bohongi juga?" imbuh Candra.

"Bilang iya juga dong, dengan alasan daripada kita berzinah lebih baik nikah," jawab Pukki memberi arahan pada Candra.

"Baiklah, yang penting kamu senang," Candra tersenyum simpul.

"Oh iya, tapi kamu harus tetap lho nikahin aku setelah urusanmu dengan si Amel itu selesai," ujar Pukki.

"Maksudmu selesai, bagaimana?" tanya Candra mengerutkan dahinya.

"Yah setelah kalian bercerai! masa kamu masih mau balik ke dia sih?" Pukki dengan gaya manjanya meminta Candra untuk segera menceraikan Amel.

"Aku nggak bisa, sayang...." sahut Candra menghela nafas panjang.

"Nggak bisa atau nggak mau!" pekik Pukki.

"Sudahlah, jangan bahas masalah itu dulu. Aku lagi pusing mikirin anak-anak yang udah nggak mau aku hubungi," dengus Candra.

"Aku yakin, itu pasti karena Amel yang melarang!"

"Bukannya dulu anak-anak deket banget ya sama kamu? kenapa sekarang mereka gitu?" tanya Pukki tanpa rasa bersalah.

Candra terdiam sejenak, lalu ia menatap Pukki.

"Semua ini karena kita berdua," jawab Candra datar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status