Share

Bab 4. Siapa dia?

Penulis: Azzahra Nafezza
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-03 09:05:43

"Beres-beres yang bener, sebentar lagi tamuku mau datang. pokoknya aku gak ingin ya kalau ada yang masih kotor, awas aja!" perintah Puspa sambil memberikan tatapan tajam ke arah Vita.

Vita hanya mengangguk, menunduk tanpa berani menatap balik. Ia tahu, membantah hanya akan membuat keadaan semakin buruk.

Puspa mendengus sebelum melangkah pergi, meninggalkan Vita sendirian di ruang setrika.

Vita mengepalkan jemarinya, menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Sabar, Vita... Sabar.

Dengan langkah pelan, ia mulai bergerak, membereskan rumah sesuai perintah. Meski hatinya remuk, ia tetap menjalankan tugasnya.

Sekitar tiga puluh menit kemudian, terdengar pintu rumahnya di ketuk dari luar. 

"Sana buka pintunya! ingat ya jangan mempermalukan aku, jaga sikap!"

Vita buru-buru mengelap tangannya yang masih sedikit basah, lalu melangkah menuju pintu. Hatinya berdebar, berharap tamu yang datang bukan seseorang yang akan membuat keadaannya semakin sulit.

Dengan hati-hati, ia membuka pintu.

 "Assalamu'alaikum," ucapnya pelan.

 “Waalaikum salam, cari siapa ya, Mbak?’ tanya Vita sopan.

"Ini bener rumah Mas Gibran, anak Tante Puspa?" tanya tamu itu.

"Bener ...." Belum sempat Vita menyelesaikan ucapannya. Omongannya sudah lebih dulu dipotong.

"Astaga, Claudia. Kamu sudah datang, ayo masuk-masuk," ujar Puspa antusias.

Kemudian tatapannya beralih tajam ke arah Vita. "Kamu juga, ada tamu bukannya disuruh masuk malah didiemin aja."

Vita menelan ludah, lalu bergeser ke samping, memberi jalan bagi tamu itu. "Silakan masuk, Mbak," ucapnya pelan.

Claudia melangkah masuk dengan anggun, senyum tipis terukir di wajahnya. Sorot matanya meneliti sekeliling rumah, lalu berhenti pada Vita sejenak sebelum kembali menatap Puspa.

"Rumahnya nyaman, Tante," ujar Claudia ramah.

Puspa tertawa kecil, jelas senang dengan pujian itu. "Ah, kamu ini bisa aja. Duduk, duduk. Vita, cepat buatkan minum buat Claudia!" perintah Puspa tanpa menoleh.

Vita mengangguk dan bergegas ke dapur, mencoba mengabaikan rasa tak nyaman yang menjalar di dadanya. Ada sesuatu dari cara Puspa menyambut Claudia yang membuat hatinya berdesir tak enak.

"𝐓𝐚𝐝𝐢 𝐢𝐭𝐮 𝐢𝐬𝐭𝐫𝐢𝐧𝐲𝐚 M𝐚𝐬 Gibran 𝐲𝐚 𝐓𝐚𝐧𝐭𝐞?" 𝐭𝐚𝐧𝐲𝐚 Claudia 𝐬𝐨𝐩𝐚𝐧.

Puspa melirik sekilas ke arah dapur, memastikan Vita tak mendengar, lalu mendesah pelan. "Iya, tapi ya gitu deh, Claudia. Tante sendiri gak habis pikir kenapa Gibran bisa sampai nikah sama dia," ucap Puspa dengan nada merendahkan.

Claudia mengangguk kecil, tatapannya samar-samar menyiratkan sesuatu. "Oh, begitu...."

Puspa tersenyum, lalu menepuk tangan Claudia dengan penuh arti. "Makanya, Tante senang kamu datang. Siapa tahu, Gibran bisa sadar kalau ada wanita yang jauh lebih pantas buat dia."

Mira hanya tersenyum tipis, sementara dari dapur, Vita berdiri diam, tangannya menggenggam erat gelas yang hampir penuh. Hatinya mencelos.

"Coba aja kalian dulu gak putus, pasti sekarang Tante udah gedong cucu, gak kayak sekarang," ujar Puspa.

Claudia tersenyum tipis, memainkan ujung rambut dengan jemari. "Tapi kan, Tante... semua sudah terjadi," ujar Claudia pelan, seolah menahan sesuatu di balik suaranya. 

Puspa mendengus, melirik ke arah dapur sekilas. "Iya, terjadi gara-gara perempuan itu. Kalau bukan karena dia, Gibran gak bakal buru-buru nikah."

Claudia hanya diam, sementara di dapur, Vita berusaha mengatur napasnya. Telinganya panas mendengar percakapan itu, tapi ia tahu, tak ada gunanya membalas. Ia hanya menarik napas dalam-dalam, menatap kosong ke dalam gelas yang digenggamnya erat.

"Udah berhenti, gak usah ngomongin dia. Ngomong-ngomong gimana kerja mu?" tanya Puspa yang sudah malas membahas tentang Vita.

Claudia tersenyum kecil, lalu duduk dengan anggun di sofa. "Alhamdulillah, Tante. Sekarang aku udah naik jabatan. Lebih sibuk, tapi senang karena usahaku gak sia-sia," jawab Claudia dengan nada bangga yang halus.

Puspa mengangguk puas. "Bagus, begitu dong. Harus ada peningkatan. Gak kayak beberapa orang yang cuma bisa nangis dan nyusahin orang lain," sindir Puspa tajam, tanpa menyebut nama, tapi jelas siapa yang ia maksud.

Vita yang masih di dapur mengepalkan tangan di balik meja, menahan perasaan yang bercampur aduk. Entah sampai kapan ia harus bertahan dalam situasi ini.

"Terus, libur dong sekarang?" tanya Puspa.

"Gak Tante. Aku kan udah pindah tugas di kota ini, jadi tetap masih berangkat dari manapun juga," sahut Claudia.

"Oh, bagus-bagus. Gibran pasti senang dengarnya, Tante masih ingat dulu waktu kalian awal-awal putus Gibran frustasi banget, sekarang tau kamu udah kembali pasti udah senang."

Claudia tersenyum samar, menyesap teh yang disajikan. "Mungkin," jawab Claudia singkat, seolah tak ingin membahas lebih jauh.

Puspa tertawa kecil, lalu melirik ke arah dapur, tempat Vita masih sibuk mencuci gelas. "Ya, siapa tahu takdir membawa kalian kembali bersama. Gibran butuh istri yang bisa mendukungnya, bukan yang malah jadi beban."

Vita berhenti sejenak, jemarinya mencengkeram erat pinggiran wastafel. Kata-kata itu menusuknya lebih dalam dari yang seharusnya.

Puspa berdecak kesal. "Ck, itu anak kalau kerja gak pernah benar. Diminta buatin minum, lama banget udah kayak antri sembako. Sebentar ya Clau, Tante ke belakang dulu."

Puspa bangkit dengan ekspresi kesal, langkahnya terdengar tegas saat menuju dapur. Begitu melihat Vita masih di depan wastafel, ia langsung melipat tangan di dada.

"Kalau disuruh itu yang cepat! Mau bikin tamu ku nunggu sampai bosan?" ujar Puspa tajam, menusuk telinga Vita.

Vita menunduk, buru-buru mengeringkan tangannya dan mengambil nampan berisi teh. Tanpa berkata apa-apa, ia melewati Puspa dan menuju ruang tamu.

 Namun, sebelum sampai, ia bisa merasakan tatapan tajam wanita itu menusuk punggungnya.

Begitu Vita tiba di ruang tamu, ia meletakkan nampan dengan hati-hati di meja. Tangannya sedikit gemetar, tapi ia berusaha tetap tenang.

Puspa kembali duduk di sebelah Claudia, lalu melirik Vita sekilas sebelum membuka percakapan lagi.

"Nah, sekarang kita bisa ngobrol santai," ucapnya dengan senyum penuh arti. "Jadi, Clau, kamu ada rencana apa setelah pindah ke sini?"

Claudia tersenyum, mengambil cangkir teh sebelum menjawab, "Sebenarnya, aku masih beradaptasi. Tapi rencananya sih, mau cari tempat tinggal yang lebih dekat ke kantor."

"Oh, kalau begitu, kenapa nggak tinggal di sini dulu sementara? Ada kamar kosong di atas, daripada repot cari tempat lain," saran Puspa dengan nada ramah, tapi jelas ada maksud di balik kata-katanya.

Vita menegang, tapi tetap diam, tangannya mengepal di pangkuan. 

Sementara itu, Mira menatap Puspa dengan ekspresi sedikit terkejut. "Wah, beneran boleh, Tante?"

"Tentu saja. Toh, kamu sudah seperti keluarga sendiri," jawab Puspa sambil melirik sekilas ke arah Vita, seolah ingin menunjukkan sesuatu.

"Sana bersihkan kamar itu, biar Claudia bisa langsung istirahat!" perintah Puspa tegas.

"Gak perlu, Tante. Nanti aku bisa beresin sendiri, gak enak kalau istri Mas Gibran yang harus bersihin," ujar Mira, ragu.

"Gak apa-apa. Kamu kan tamu di sini," balas Puspa santai. "Toh, cuma bersihin kamar, itu juga hal biasa buat Vita. Iya, kan, Vita?" Tatapannya tajam, menekan.

Vita menunduk, menahan napas sejenak sebelum mengangguk pelan. "Iya, Bu," jawabnya lirih, lalu berbalik menuju kamar yang dimaksud.

Claudia menatapnya sekilas, raut wajahnya tampak tidak enak. "Tapi, Tante—"

"Udah, gak usah dipikirin," potong Puspa cepat, tersenyum tipis. "Kamu duduk aja dulu, pasti capek habis perjalanan."

Mira masih tampak ragu, tapi akhirnya menuruti. Sementara itu, Vita melangkah ke dalam kamar yang akan ditempati Mira, mulai membereskan selimut dan menyapu lantai. Tangannya bergerak otomatis, meski dadanya terasa sesak.

Vita meremas ujung selimut, dadanya terasa sesak. Tanpa sadar, air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya jatuh juga.

"Apa selama ini Ibu cuma menganggap aku beban?" 

 "Kenapa aku nggak pernah dianggap sebagai bagian dari keluarga ini?"

Ia menekan dadanya yang terasa nyeri. Air matanya kembali jatuh, membasahi pipi.

"Mas Gibran... kalau memang aku nggak diinginkan di sini, kenapa dulu kamu menikahiku?" 

Pikiran-pikiran itu terus menghantuinya, semakin dalam, semakin menusuk. Ia menggigit bibir, berusaha menenangkan diri, tapi rasa sakit itu tak kunjung mereda.

Vita mengusap wajahnya kasar, berusaha menghapus jejak air mata yang terus mengalir. Tapi semakin ia mencoba, semakin deras tangisnya pecah.

"Apa aku seburuk itu di mata mereka? Aku sudah berusaha... sudah berjuang buat diterima, tapi tetap aja nggak cukup."

Dadanya naik-turun, napasnya tersengal. Bayangan Gibran melintas di kepalanya, membuat hatinya semakin remuk.

"Lalu perempuan tadi... siapa dia? Kenapa Ibu lebih ramah padanya dibanding ke aku?" Jemarinya mengepal erat di atas lututnya.

 "Apa dia mantan Mas Gibran? Apa Ibu mau dia kembali ke dalam hidup Mas Gibran?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Sah Dibuang Pelakor Dibela   Bab 5. Mantan suamiku

    Begitu tiba di rumah, Gibran mengernyit melihat mobil asing terparkir di depan."Siapa yang datang?" gumamnya, mempercepat langkah menuju pintu.Dari dalam, terdengar suara ibunya, bercampur dengan suara wanita lain—suara yang tak asing, tapi sudah lama tak didengarnya."Ah, Gibran! Akhirnya pulang juga. Sini, duduk." Puspa menyambutnya dengan antusias, langsung menarik tangannya sebelum ia sempat menolak.Begitu duduk, matanya langsung mengerjap. Perempuan yang duduk di hadapannya tersenyum lembut, seolah perpisahan bertahun-tahun tak pernah terjadi."Claudia," ujar Gibran dengan suara rendah, rahangnya mengeras.Claudia tersenyum ramah. "Hey, Gibran. Lama tidak bertemu."Gibran menoleh ke ibunya, menuntut penjelasan. "Bu, ini maksudnya apa?"Puspa tersenyum puas. "Claudia baru pindah tugas ke kota ini lagi, dan mulai sekarang dia akan tinggal bersama kita."Dada Gibran bergetar menahan amarah yang mulai merayap. "Apa?""Dia tidak punya siapa-siapa di sini, Gibran. Aku tidak bisa mem

  • Istri Sah Dibuang Pelakor Dibela   Bab 4. Siapa dia?

    "Beres-beres yang bener, sebentar lagi tamuku mau datang. pokoknya aku gak ingin ya kalau ada yang masih kotor, awas aja!" perintah Puspa sambil memberikan tatapan tajam ke arah Vita.Vita hanya mengangguk, menunduk tanpa berani menatap balik. Ia tahu, membantah hanya akan membuat keadaan semakin buruk.Puspa mendengus sebelum melangkah pergi, meninggalkan Vita sendirian di ruang setrika.Vita mengepalkan jemarinya, menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Sabar, Vita... Sabar.Dengan langkah pelan, ia mulai bergerak, membereskan rumah sesuai perintah. Meski hatinya remuk, ia tetap menjalankan tugasnya.Sekitar tiga puluh menit kemudian, terdengar pintu rumahnya di ketuk dari luar. "Sana buka pintunya! ingat ya jangan mempermalukan aku, jaga sikap!"Vita buru-buru mengelap tangannya yang masih sedikit basah, lalu melangkah menuju pintu. Hatinya berdebar, berharap tamu yang datang bukan seseorang yang akan membuat keadaannya semakin sulit.Dengan hati-hati, ia membuka pi

  • Istri Sah Dibuang Pelakor Dibela   Bab 3. Sakit.

    “Bagus ya, jam segini baru keluar kamar. Udah kayak nyonya aja,” sindir Puspa, tangannya bersedekap sementara tubuhnya bersandar di dinding, tatapannya tajam menelusuri sosok Vita yang baru melangkah keluar.Vita menundukkan kepala, suaranya lirih. “Maaf, Bu. Aku lagi gak enak badan, makanya baru sempat keluar.”Puspa mendengus, matanya menyipit tajam. “Ah, alasan. Kalau udah malas, selalu aja ada yang dijadiin dalih.”Vita menunduk, menekan napasnya yang terasa sesak. Perkataan Puspa menusuk, tapi ia memilih diam. Rasa nyeri di dadanya semakin kuat, tapi ia tahu, membalas hanya akan membuat semuanya semakin keruh.Puspa mendecak, lalu melangkah mendekat dengan tatapan meremehkan. “Gak usah pura-pura sakit. Kalau memang istri yang baik, meskipun gak enak badan tetap bangun pagi, beresin rumah, nyiapin sarapan suami. Bukan malah enak-enakan tidur sampai siang.”Vita mengepalkan tangannya di sisi tubuhnya, menahan gejolak di dadanya. Ingin rasanya membela diri, mengatakan bahwa selama i

  • Istri Sah Dibuang Pelakor Dibela   Bab 2. Harusnya gak nikah sama kamu!

    "Di mana-mana itu menantu bangun pagi, nyiapin sarapan suami. Lha, ini punya menantu atau nggak sama aja! Tetap saja aku yang harus masak dan beberes rumah," keluh Puspa, suaranya sarat sindiran. Matanya melirik tajam ke pintu kamar yang masih tertutup rapat. "Cewek malas banget, udah siang bukannya bangun dan nyiapin sarapan suami, malah masih molor!"Ia menghela napas keras, lalu mulai membersihkan meja dengan gerakan kasar. Piring-piring beradu, sendok jatuh berisik, seolah semua itu bisa menyuarakan kekesalan yang berkecamuk dalam dadanya. Sesekali ia melirik lagi ke arah kamar, memastikan apakah Vita sudah keluar atau masih berpura-pura tak mendengar. Kesal karena tak juga ada respons, Puspa melangkah ke rak dan menarik kain lap dengan hentakan. Tangannya sibuk mengelap meja, tapi gerakannya lebih seperti melampiaskan amarah yang tertahan. Sesekali bibirnya mendesis, menggumamkan keluhan yang sengaja dikeraskan.Di dalam kamar, Vita menggigit bibirnya, menatap langit-langit de

  • Istri Sah Dibuang Pelakor Dibela   Bab 1. Mandul

    Gibran menghentikan langkah di ambang pintu, tatapannya langsung tertuju pada ibunya yang baru saja masuk bersama Vita. Wajah keduanya menyiratkan sesuatu—lelah bercampur kesal. Ia menunggu sejenak sebelum akhirnya bertanya.“Ibu sama Vita habis dari mana?” Gibran mencoba mencairkan suasana dengan nada ringan.Puspa melepas sandal dan menjatuhkan diri ke sofa. “Dari rumah Bu Dhe Tutik. Nengok Hani,” jawabnya singkat. Sementara itu, Vita langsung masuk ke kamar tanpa sepatah kata.Gibran mengernyit. Ada yang janggal. “Hani kenapa, Bu?”Puspa menghela napas, sorot matanya terasa berat. “Hani habis melahirkan. Kamu gak tahu?”Gibran menggeleng, duduk di sofa di sebelah ibunya. “Enggak, Bu. Kami jarang komunikasi. Tapi kalau gitu, kenapa tadi Ibu kelihatan... nggak senang?”Puspa mendengus kecil, pandangannya berubah masam. “Senang gimana, Gibran? Di sana tadi semua orang sibuk nanya kapan Ibu punya cucu. Ibu bingung mau jawab apa!”Gibran menatap ibunya, berusaha tetap tenang. “Jawab aja

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status