Home / Rumah Tangga / Istri Sah Dibuang Pelakor Dibela / Bab 2. Harusnya gak nikah sama kamu!

Share

Bab 2. Harusnya gak nikah sama kamu!

last update Last Updated: 2025-05-03 09:04:08

"Di mana-mana itu menantu bangun pagi, nyiapin sarapan suami. Lha, ini punya menantu atau nggak sama aja! Tetap saja aku yang harus masak dan beberes rumah," keluh Puspa, suaranya sarat sindiran. Matanya melirik tajam ke pintu kamar yang masih tertutup rapat.

 "Cewek malas banget, udah siang bukannya bangun dan nyiapin sarapan suami, malah masih molor!"

Ia menghela napas keras, lalu mulai membersihkan meja dengan gerakan kasar. Piring-piring beradu, sendok jatuh berisik, seolah semua itu bisa menyuarakan kekesalan yang berkecamuk dalam dadanya.

 Sesekali ia melirik lagi ke arah kamar, memastikan apakah Vita sudah keluar atau masih berpura-pura tak mendengar. Kesal karena tak juga ada respons, Puspa melangkah ke rak dan menarik kain lap dengan hentakan.

 Tangannya sibuk mengelap meja, tapi gerakannya lebih seperti melampiaskan amarah yang tertahan. Sesekali bibirnya mendesis, menggumamkan keluhan yang sengaja dikeraskan.

Di dalam kamar, Vita menggigit bibirnya, menatap langit-langit dengan mata panas.

Suara-suara dari luar terus menyusup ke telinganya, menusuk hatinya seperti jarum-jarum halus yang tak terlihat. 

Tangannya mengepal di atas selimut, mencoba mengabaikan, tapi kata-kata itu terus menggema di kepalanya.

Dengan berat hati, Vita bangkit, tepat ketika pintu kamar mandi terbuka dan Gibran keluar dengan handuk masih tergantung di lehernya. Ia mengernyit melihat istrinya yang tampak lesu, tapi tetap berusaha berdiri tegak.

“Mau ke mana?” tanya Gibran sambil melangkah mendekat.

“Mau keluar, Mas. Bantuin masak Ibu,” jawab Vita cepat, suaranya datar, menyembunyikan perasaan yang berkecamuk di dadanya.

Gibran menatapnya lekat-lekat. “Emang badanmu udah baikan? Bukannya tadi katanya pusing?”

Vita menarik napas panjang, lalu menggeleng pelan. “Udah mendingan, kok.”

Gibran mendesah, sorot matanya menyiratkan kekhawatiran. “Kalau masih pusing dan gak enak badan, istirahat aja. Gak usah dipaksain. Nanti malah tambah parah.”

“Tapi, Mas….” Vita menundukkan kepala, suaranya melemah. “Kalau aku gak beres-beres, nanti Ibu tambah marah. Kamu dengar sendiri, kan?”

Gibran terdiam sejenak, napasnya terdengar berat. Ia memang mendengar semua keluhan ibunya sejak tadi. 

Di satu sisi, Vita adalah istrinya, orang yang ia cintai dan harus ia lindungi. Tapi di sisi lain, ibunya, perempuan yang melahirkannya dan juga memiliki ekspektasi yang sulit diabaikan.

Ia akhirnya mengusap wajahnya, mencoba menenangkan diri. 

“Udah, gak papa. Nanti biar Mas yang ngomong sama Ibu. Semoga aja beliau ngerti.” Gibran menepuk bahu Vita lembut. “Kamu istirahat aja, ya. Mas keluar dulu.”

Vita hanya diam, menatap punggung suaminya yang beranjak keluar.

Begitu Gibran tiba di dapur, ia mendapati ibunya masih sibuk mencuci piring dengan gerakan kasar. Gelas beradu dengan suara nyaring, seolah mewakili gejolak yang masih mengisi hatinya.

Gibran menghela napas panjang sebelum akhirnya membuka suara. “Ada apa sih, Bu? Pagi-pagi udah ngomel-ngomel, gak enak didengar tetangga.”

Puspa menoleh dengan tatapan tajam. “Kamu tanya ada apa? Harusnya kamu yang sadar, Gibran! Istrimu itu gak becus ngurus rumah. Pagi-pagi masih molor, gak masak buat suami, aku yang tua begini malah harus repot sendiri!”

Gibran mengepalkan tangan di sisi tubuhnya, berusaha menahan diri. “Bu, Vita lagi gak enak badan. Tadi malam dia pusing, makanya tadi istirahat sebentar.”

Puspa mendengus. “Ah, alasan! Cewek zaman sekarang dikit-dikit sakit, dikit-dikit pusing. Kalau udah nikah, ya harus tahu tugas! Jangan manja terus!”

Gibran mengusap tengkuknya, mencoba mencari kata-kata yang tepat agar ibunya tidak semakin tersulut. “Vita bukan orang malas, Bu. Dia selalu berusaha ngelakuin yang terbaik buat keluarga ini.”

Puspa membuang napas kasar. “Kalau memang dia mau berusaha, kenapa sampai sekarang aku gak lihat hasilnya?!”

Gibran terdiam, menyadari bahwa ibunya tidak akan mudah diyakinkan. Ia harus mencari cara agar Puspa tidak terus-terusan menyudutkan Vita tanpa membuat konflik semakin besar.

Apalagi selama ini juga, semua urusan rumah istinya yang mengerjakan dan baru kali ini saja Vita tidak beberes rumah. 𝐍𝐚mun, dimata ibunya itu istrinya selalu saja salah. 

Akan tetapi, jika dia membela Vita, ibunya pasti marah. Dia jadi bingung harus gimana. 

“Ibu kalau capek, gak usah di kerjain. biar nanti Vita yang ngerjain kalau badannya udah lebih enakan, kalau untuk masak, ibu gak usah pusing nanti beli aja di warung,” ujar Gibran mencari jalan tengah. 

Puspa menghentikan gerakannya, menoleh tajam ke arah putranya. Wajahnya mengeras, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

“Kamu kira gampang, Gibran? Beli di warung terus? Memangnya kamu punya istri buat apa kalau ujung-ujungnya tetap makan beli?” Suaranya meninggi, nada kesalnya semakin jelas.

Gibran menghela napas panjang, berusaha tetap tenang. “Bukan begitu, Bu. Aku cuma gak mau Ibu kecapekan. Kalau Vita nanti udah lebih enakan, dia pasti bakal beresin semuanya.”

Puspa mendengus, lalu menyilangkan tangan di dada. “Ah, alasan. Dari dulu kalau udah malas, selalu aja ada alesannya.”

Gibran mengetatkan rahangnya, menahan kata-kata yang ingin meluncur. Sejak menikah, ia sudah berusaha agar hubungan Vita dan ibunya tetap harmonis, tapi nyatanya, selalu ada saja hal yang membuat keduanya bertentangan.

“Ibu,” kata Gibran lebih pelan, mencoba melembutkan suasana. “Beri Vita sedikit waktu, ya. Aku janji, dia gak akan ngebiarin Ibu kerja sendirian.”

Puspa masih terlihat tidak puas, tapi ia tak langsung membalas. Hanya gumaman pendek yang keluar dari bibirnya sebelum akhirnya kembali melanjutkan pekerjaannya, kali ini dengan sedikit lebih pelan.

Gibran tahu, ini belum selesai. Tapi setidaknya untuk saat ini, suasana tidak semakin panas.

“Ya udah, aku berangkat kerja dulu, ya, Bu.” Gibran meraih tasnya, lalu menatap ibunya dengan nada lembut namun tegas. “Pokoknya kalau Ibu capek, gak usah dipaksain. Biarkan Vita yang ngerjain nanti kalau badannya udah enakan.”

Ia berhenti sejenak, lalu menambahkan dengan nada sedikit lebih hati-hati, “Dan, Bu... jangan marah-marah terus. Gak enak didengar tetangga.”

Puspa hanya mendengus pelan, tidak menjawab, tapi sorot matanya masih menyiratkan ketidakpuasan. Gibran menghela napas dalam sebelum akhirnya melangkah pergi, berharap keadaan tidak semakin memburuk saat ia tidak ada di rumah.

“Harusnya memang Gibran gak usah nikah sama wanita itu, menyusahkan saja. Coba aja kalau nikah sama gadis pilihanku…” keluh Puspa mendengus, matanya menatap kosong ke arah pintu. “Pasti hidupnya sekarang lebih….”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Sah Dibuang Pelakor Dibela   Bab 5. Mantan suamiku

    Begitu tiba di rumah, Gibran mengernyit melihat mobil asing terparkir di depan."Siapa yang datang?" gumamnya, mempercepat langkah menuju pintu.Dari dalam, terdengar suara ibunya, bercampur dengan suara wanita lain—suara yang tak asing, tapi sudah lama tak didengarnya."Ah, Gibran! Akhirnya pulang juga. Sini, duduk." Puspa menyambutnya dengan antusias, langsung menarik tangannya sebelum ia sempat menolak.Begitu duduk, matanya langsung mengerjap. Perempuan yang duduk di hadapannya tersenyum lembut, seolah perpisahan bertahun-tahun tak pernah terjadi."Claudia," ujar Gibran dengan suara rendah, rahangnya mengeras.Claudia tersenyum ramah. "Hey, Gibran. Lama tidak bertemu."Gibran menoleh ke ibunya, menuntut penjelasan. "Bu, ini maksudnya apa?"Puspa tersenyum puas. "Claudia baru pindah tugas ke kota ini lagi, dan mulai sekarang dia akan tinggal bersama kita."Dada Gibran bergetar menahan amarah yang mulai merayap. "Apa?""Dia tidak punya siapa-siapa di sini, Gibran. Aku tidak bisa mem

  • Istri Sah Dibuang Pelakor Dibela   Bab 4. Siapa dia?

    "Beres-beres yang bener, sebentar lagi tamuku mau datang. pokoknya aku gak ingin ya kalau ada yang masih kotor, awas aja!" perintah Puspa sambil memberikan tatapan tajam ke arah Vita.Vita hanya mengangguk, menunduk tanpa berani menatap balik. Ia tahu, membantah hanya akan membuat keadaan semakin buruk.Puspa mendengus sebelum melangkah pergi, meninggalkan Vita sendirian di ruang setrika.Vita mengepalkan jemarinya, menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Sabar, Vita... Sabar.Dengan langkah pelan, ia mulai bergerak, membereskan rumah sesuai perintah. Meski hatinya remuk, ia tetap menjalankan tugasnya.Sekitar tiga puluh menit kemudian, terdengar pintu rumahnya di ketuk dari luar. "Sana buka pintunya! ingat ya jangan mempermalukan aku, jaga sikap!"Vita buru-buru mengelap tangannya yang masih sedikit basah, lalu melangkah menuju pintu. Hatinya berdebar, berharap tamu yang datang bukan seseorang yang akan membuat keadaannya semakin sulit.Dengan hati-hati, ia membuka pi

  • Istri Sah Dibuang Pelakor Dibela   Bab 3. Sakit.

    “Bagus ya, jam segini baru keluar kamar. Udah kayak nyonya aja,” sindir Puspa, tangannya bersedekap sementara tubuhnya bersandar di dinding, tatapannya tajam menelusuri sosok Vita yang baru melangkah keluar.Vita menundukkan kepala, suaranya lirih. “Maaf, Bu. Aku lagi gak enak badan, makanya baru sempat keluar.”Puspa mendengus, matanya menyipit tajam. “Ah, alasan. Kalau udah malas, selalu aja ada yang dijadiin dalih.”Vita menunduk, menekan napasnya yang terasa sesak. Perkataan Puspa menusuk, tapi ia memilih diam. Rasa nyeri di dadanya semakin kuat, tapi ia tahu, membalas hanya akan membuat semuanya semakin keruh.Puspa mendecak, lalu melangkah mendekat dengan tatapan meremehkan. “Gak usah pura-pura sakit. Kalau memang istri yang baik, meskipun gak enak badan tetap bangun pagi, beresin rumah, nyiapin sarapan suami. Bukan malah enak-enakan tidur sampai siang.”Vita mengepalkan tangannya di sisi tubuhnya, menahan gejolak di dadanya. Ingin rasanya membela diri, mengatakan bahwa selama i

  • Istri Sah Dibuang Pelakor Dibela   Bab 2. Harusnya gak nikah sama kamu!

    "Di mana-mana itu menantu bangun pagi, nyiapin sarapan suami. Lha, ini punya menantu atau nggak sama aja! Tetap saja aku yang harus masak dan beberes rumah," keluh Puspa, suaranya sarat sindiran. Matanya melirik tajam ke pintu kamar yang masih tertutup rapat. "Cewek malas banget, udah siang bukannya bangun dan nyiapin sarapan suami, malah masih molor!"Ia menghela napas keras, lalu mulai membersihkan meja dengan gerakan kasar. Piring-piring beradu, sendok jatuh berisik, seolah semua itu bisa menyuarakan kekesalan yang berkecamuk dalam dadanya. Sesekali ia melirik lagi ke arah kamar, memastikan apakah Vita sudah keluar atau masih berpura-pura tak mendengar. Kesal karena tak juga ada respons, Puspa melangkah ke rak dan menarik kain lap dengan hentakan. Tangannya sibuk mengelap meja, tapi gerakannya lebih seperti melampiaskan amarah yang tertahan. Sesekali bibirnya mendesis, menggumamkan keluhan yang sengaja dikeraskan.Di dalam kamar, Vita menggigit bibirnya, menatap langit-langit de

  • Istri Sah Dibuang Pelakor Dibela   Bab 1. Mandul

    Gibran menghentikan langkah di ambang pintu, tatapannya langsung tertuju pada ibunya yang baru saja masuk bersama Vita. Wajah keduanya menyiratkan sesuatu—lelah bercampur kesal. Ia menunggu sejenak sebelum akhirnya bertanya.“Ibu sama Vita habis dari mana?” Gibran mencoba mencairkan suasana dengan nada ringan.Puspa melepas sandal dan menjatuhkan diri ke sofa. “Dari rumah Bu Dhe Tutik. Nengok Hani,” jawabnya singkat. Sementara itu, Vita langsung masuk ke kamar tanpa sepatah kata.Gibran mengernyit. Ada yang janggal. “Hani kenapa, Bu?”Puspa menghela napas, sorot matanya terasa berat. “Hani habis melahirkan. Kamu gak tahu?”Gibran menggeleng, duduk di sofa di sebelah ibunya. “Enggak, Bu. Kami jarang komunikasi. Tapi kalau gitu, kenapa tadi Ibu kelihatan... nggak senang?”Puspa mendengus kecil, pandangannya berubah masam. “Senang gimana, Gibran? Di sana tadi semua orang sibuk nanya kapan Ibu punya cucu. Ibu bingung mau jawab apa!”Gibran menatap ibunya, berusaha tetap tenang. “Jawab aja

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status