Share

Kekacauan

Media cetak dan elektronik semuanya dihiasi oleh wajah Rafael dan Ana saat tertangkap basah kemarin malam, banyak para ahli dadakan yang menganalisa apa foto itu asli atau hanya sekedar rekayasa saja.

Bukannya hanya itu akun media sosial Ana dan juga manajemen yang menaunginya banjir oleh komentar, terpaksa mereka harus menonaktifkan kolom komentar.

Dalam semalam hancur sudah karier yang dia bangun dengan tetesan keringat dan air mata, Ana sangat berharap kalau ini hanya sebuah mimpi buruk yang akan segera berakhir saat ini melemparkan selimutnya dan terbangun.

“Nyesel aku dulu mengidolakan dia ternyata dia pelakor, tapi nggak heran orang jaman sekarang melakukan segala cara untuk kaya lebih cepat, kabarnya laki-laki itu Direktur XAM, pasti duitnya banyak.”

“Dasar murahan boikot saja filmnya.”

“Mukanya polos tapi ternyata jalang juga.”

“Kukira berbakat, ternyata....”

“Tutup Laptopnya tidak perlu melihat komentar yang akan membuatmu semakin terjatuh.”

Sang manajer berkata dengan tegas, laki-laki itu bahkan menyita laptop dan juga ponsel Ana.

“Kenapa semuanya jadi begini, Mas, padahal baru kemarin kita tertawa mengira ini jalan keluar terbaik, nyatanya...”

“Ini cobaan yang harus kamu hadapi saat karirmu ada di puncak,” kata Adam lembut.

“Aku... benar-benar dijebak, Mas, aku sedang mencari toilet dan seorang pelayan menunjukkan kamar itu tapi tiba-tiba Rafael yang entah mabuk atau apa memaksaku melayaninya,” kata Ana dengan air mata yang sudah menganak sungai di pipinya.

Adam terdiam mendengar penjelasan Ana, bukannya dia tidak percaya pada Ana, dia tahu Ana adalah orang yang punya integritas, dan tidak akan melakukan hal selicik itu hanya untuk memuluskan kariernya.

“Tenanglah aku akan berusaha menyelidiki semuanya.”

Ponsel Adam tiba-tiba berbunyi, dengan sigap laki-laki itu mengangkat panggilannya dan mukanya terlihat pias setelah menutup panggilan.

“Ada apa, Mas?” tanya Ana.

Melihat raut wajah adam dia tahu kalau berita dari si penelepon bukan hal yang baik.

“Sutradara dan sponsor untuk filmmu memutuskan kontrak,” kata Adam dengan lemah.

Ana menutup mulutnya seolah tak percaya dengan berita itu, tapi Adam tak mungkin berbohong padanya.

“Kenapa kesialan seolah berlomba untuk mendatangi kita, Mas.”

“Jangan berpikiran konyol di saat seperti ini.”

“Bicaralah dengan nenekmu, aku akan berusaha mengatasi semua masalah ini, kamu harus tenang, ok.”

Satu jam kemudian Ana sudah berdiri di depan rumah sederhana yang asri, tempat dia di besarkan. Tempat untuk dia… pulang.

Dia tersenyum saat melihat seorang wanita tua, yang tak lain adalah neneknya sibuk dengan sapu lidi di tangannya. seketika perasaan hangat memeluknya.

“Apa kabarmu, Nak, apa kamu baik-baik saja?” Senyum lebar menghiasi wajah yang sudah keriput itu.

Sejenak Ana terdiam, neneknya memang bukan orang yang hobi menonton acara gosip juga berbicara ngalor ngidul dengan tetangga, hal yang sangat disyukuri oleh Ana.

“Ana baik-baik saja, Nek. Kemarin malam aku menerima penghargaan artis terbaik, aku senang sekali... akhirnya cita-citaku tercapai sudah,” kata Ana berusaha keras menahan tangis.

Kata-kata itu lebih untuk meyakinkan dirinya sendiri.

Sejak kecil hidupnya tak pernah mudah, kedua orang tuanya meninggal karena sebuah kecelakaan yang membuat Ana harus menjadi yatim piatu, tanpa harta peninggalan sedikit pun sebagai bekal Ana melanjutkan hidup.

Ana ingat neneknya selalu membagi jatah makan siang dari pemilik kebun dengannya dan malamnya mereka harus rela makan singkong rebus.

Sedangkan gaji neneknya dari membantu di kebun tetangga digunakan untuk membiayai sekolah Ana.

Ana tak pernah mengeluh sama sekali dengan kondisi hidupnya, dia selalu tersenyum seolah hidupnya bagai di surga.

Mungkin itu juga yang dilihat orang-orang agensi saat yakin melihat bakat dalam dirinya.

Ana terlalu baik berpura-pura bahkan dalam kehidupan nyatanya.

Sekarang hidupnya jauh lebih baik setelah menjadi artis, begitu juga sang nenek, dan Ana sama sekali tak ingin kembali ke masa itu.

“Syukurlah, Nak nenek benar-benar khawatir padamu, kamu berhak bahagia, Nak,” kata sang nenek dengan lembut.

Ana hanya bisa mengangguk dan tersenyum, dia sudah pernah melalui hidup yang sangat sulit sekali pun bersama sang nenek, jadi dia haru.

Di tempat Lain Rafael langsung membanting koran yang ada di tangannya itu. Dengan langkah lebar dia mengambil telepon ruangan lalu menekan beberapa nomer yang dia hafal di luar kepala.

Bagaimana anak buahnya selalai ini membiarkan semua kekacauan ini menyebar pada semua orang.

Ah! Sial dia akan membunuh siapa saja yang berani menyebarkan ini semua, tidak ada ampun, bagi siapa pun itu.

“Segera ke ruanganku sekarang!” serunya lalu membanting gagang telepon itu dengan kasar.

Laki-laki itu langsung mengacak rambutnya dengan kasar, ini semua karena gadis sialan itu.

“Segera kerahkan anak buahmu dan hapus semua postingan di koran dan dimanapun yang kalian temukan, buat seolah berita ini tak pernah ada!”

Bahkan orang yang dipanggil belum sempat mengucapkan kalimat sapaan, perintah itu langsung dia muntahkan.

“Jangan lupa temukan tikus yang merongrong wilayahku dan beri mereka hukuman dengan keras, aku tidak akan segan-segan membuat hidup kalian kesulitan kalau sampai mereka ada yang lolos.”

Mobil sport mewah itu melaju dengan kecepatan penuh.

“Betapa indahnya dunia ini, sekarang tidak ada lagi yang menjadi saingannya, Bella memang selalu di depan... yuhu...”

Bella mulai bernyanyi dengan riangnya mengikuti musik mengalun dengan merdu.

“Kamu harus tahu, kamu bukan apa-apa dan tidak pantas untuk bersaing denganku,” katanya jumawa.

Bella memandang undangan berwarna gold yang menempati kursi penumpang mobilnya, harusnya Ana lah yang harus menghadiri acara ini sebagai pemenang artis terbaik, tapi skandal yang dia ciptakan membuat para sutradara tak percaya lagi padanya dan tentu saja Bella yang memang runner up, sangat tidak keberatan walau dia bukan pilihan pertama.

Ternyata tidak sia-sia dia membayar orang-orang itu dengan mahal, nyatanya pekerjaan mereka memang memuaskan.

Bella teringat beberapa akun fake yang dia buat, dengan akun itu dia berhasil semakin memperbanyak hater untuk Ana dan tentu saja itu sangat menguntungkannya.

“Ternyata semudah ini menghancurkanmu, dengan satu video panas dan boom... semuanya hancur berantakan haha...”

Bukan tanpa alasan Bella melakukan semua ini, dia memang sudah sangat membenci Ana sedang dulu, gadis miskin yang tidak memiliki apapun tapi berlagak menjadi yang terhebat, Bella bahkan muak saat menatap wajahnya, benar-benar tidak sepadan dengan wajahnya yang biaya perawatannya saja mencapai ratusan juta.

“Mama ingin segera menimang cucu.”

Kalimat itu menjadi malapetaka untuknya. Bella masih ingin menjadi artis, wara-wiri menghiasi layar kaca dan juga bioskop di tanah air, seorang anak hanya akan menghambat karirnya saja.

Hal itu menuntut Bella untuk bertindak sesuatu, Bella tak pernah bisa terima sebuah penolakan, di selalu mendapatkan apapun yang dia inginkan dan jawabnya adalah Ana.

Artis yang saat ini sedang naik daun, bahkan mengalahkan dirinya, tapi Bella lahir untuk menjadi orang yang kalah, dia harus menang.

“Aku sangat kagum dengan Ana, dia cantik dan multitalenta, dia pasti juga bisa menjadi ibu pengganti yang baik, nanti kita bisa membayarnya seperti yang dia mau,” kata Bella, berusaha mempengaruhi suaminya.

Dengan kekuasaan suaminya, dia yakin Ana akan menuruti semua keinginannya, satu cara itu bisa menyelesaikan semua permasalahannya, dia tidak lagi diteror untuk melahirkan anak, dan juga saingannya di dunia entertain itu akan hilang.

Namun tak disangka, aktris pendatang baru itu tidak berhasil dibujuk oleh suaminya yang sangat berkuasa. Bella tak memikirkan jalan lain, selain menggunakan cara terakhir: menggunakan obat perangsang.

Dia akan merelakan suaminya tidur bersama wanita lain, bukankah dia sangat dermawan sekali.

Bukan hal sulit bagi Bella untuk melakukannya, dia punya uang dan kekuasaan.

Bahkan jika nantinya dia akan sedih atau pun sakit hati melihat cara ini berhasil, dia tak peduli, yang penting dia bisa sukses dan suaminya pasti akan tetap mencintainya.

**

Ponsel Adam berdering nyaring, dipandangnya ponsel itu sejenak, seolah meyakinkan dirinya sendiri, perlahan mengangkat panggilan itu dan menempelkan benda itu di telinganya, beberapa saat dia mendengarkan lalu tersenyum pada Ana.

“Aku sudah menemukan solusi untuk masalah ini.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status