Baju-baju wanita yang ada di dalam lemari membuat pikiran Najma benar-benar kalut. Hatinya terus saja menebak-nebak siapa pemiliknya. Hingga sebuah adzan Maghrib yang mengalun merdu di udara, membuyarkan lamunannya.Dan dia pun beristighfar dengan hati yang sedih. "Astaghfirullah adzim. Apa yang sedang aku pikirkan ini? Bukankah aku tidak punya hak atas pernikahan ini? Bukankah aku tidak boleh menuntut dia menjadi layaknya seorang suami yang setia, perhatian, dan menyayangiku? Pernikahan ini terjadi karena sertifikat tanah panti. Hanya untuk sertifikat tanah panti. Kalau pun baju-baju itu adalah milik seorang wanita yang memiliki hubungan dengan dia, aku tidak boleh protes. Ya, tidak boleh."Najma menghela nafas panjang untuk melenyapkan rasa sesak yang menyerang. Sekaligus memberi kekuatan untuk kemungkinan terburuk dalam pernikahan yang baru terjadi hari ini.Tapi ternyata itu tidak mudah. Meskipun dia sudah mencoba, rasa sesak itu tetap ada. Satu-satunya cara yang bisa diharapkan a
Najma memperhatikan pintu besar di depannya sekali lagi. Degup jantungan semakin tidak karuan. Sepintas, dia menyesali takdirnya yang seperti ini. Menikah tiba-tiba, menikah karena sebuah syarat, menikah tanpa cinta, dan menikah tanpa rasa bahagia. Namun, apa mau dikata. Diamnya tanpa melakukan sesuatu membuat banyak pasang mata menangis."Bismillahirrahmanirrahim." Najma membuka pintu besar itu. Saat bergerak terbuka, pintu itu mengeluarkan suara yang membahana. Lalu dia melangkah masuk tanpa memperdulikan apakah Wilson masih ada di belakangnya atau tidak. Terus menoleh ke belakang akan membuatnya ragu melangkah ke depan.Tiga langkah Najma melangkah ke depan, pintu ditutup dari luar. Sudah bisa dipastikan siapa yang menutupnya. Siapa lagi kalau bukan Wilson karena hanya pria itu yang tadi ada di dekatnya. Najma abaikan pintu yang tertutup itu karena dia kini terfokus pada seorang pria yang memakai piyama dan berdiri menghadap jendela kaca dan membelakangi dirinya. Pria itu memakai
Roger kembali melakukannya lagi. Memberi kecupan di beberapa titik. tak cukup bibir saja, tapi juga di pipi, leher, dada, dan lainnya. Roger begitu menikmati malam pertamanya dengan Najma. Dia seperti ketagihan. Karena hubungan intim terulang lagi untuk yang kedua kalinya. Bahkan ketiga, empat, dan lima kali. Membuat Najma yang semula tidak percaya diri menjadi bangga karena sebagai seorang istri dia bisa membuat Roger puas dan ketagihan.Namun setelah hubungan intim itu selesai, wajahnya berubah muram saat benaknya kembali mengingat tentang baju-baju wanita yang ada di lemari. Punya siapa baju-baju itu.Najma menoleh pada Roger. Dia mendapati pria itu tengah tertidur sangat nyenyak. Terdengar dari dengkuran halusnya. Sebenarnya jika ingin mengenai baju-baju itu, ini adalah waktu yang tepat karena dirinya berada di samping Roger. Tapi dia tidak berani untuk membangunkan Roger. Takut itu akan membuat Roger marah.Adzan subuh belumlah berkumandang ketika Najma keluar dari kamar utama
Sarapan pagi berakhir dengan kaku dan dingin. Tak ada obrolan di antara Najma dan Roger. Roger hanya fokus dengan sarapannya sementara Najma tidak tahu harus bicara apa. Mungkin Roger memang selalu diam ketika di meja makan.Dan sepertinya memang seperti itu. Selesai makan, Roger langsung beranjak dari duduknya. Tanpa sepatah kata pun, pria itu meninggalkan meja makan. Najma yang mengetahui hal itu langsung mengejar.“E… tuan! tuan! tunggu!” teriaknya.Roger menghentikan langkahnya. Dia menoleh dan menunggu langkah Najma sampai ke hadapannya.“E… begini, tuan. Apakah aku boleh pergi bekerja?”“Boleh," jawab Roger enteng seolah tanpa beban. "Tidak ada perjanjian dalam pernikahan kita setelah menikah terus kamu harus di rumah saja. Yang tidak boleh adalah… kamu mencampuri urusanku. Dan satu hal lagi, jangan mengatakan kepada siapa pun tentang pernikahan kita. Jika kita bertemu di luar, anggap saja kamu tidak mengenalku.”Kalimat-kalimat yang diucapkan Roger seketika membuat Najma merin
“Tu-tunangan Tuan Roger?” tanya Najma nyaris tidak percaya dengan apa yang barusan didengarnya. “Jadi sebelum menikah denganku Tuan Roger sudah memiliki tunangan? Berarti baju-baju wanita di kamar yang kutempati semalam adalah baju-baju milik tunangannya?"“Betul sekali, nona. Harap nona tidak memiliki rasa sakit hati karena pernikahan antara nona dan tuan terjadi karena sertifikat tanah. Jadi, Tuan Roger tidak benar-benar menyukai nona.”“Aku tau itu. Pernikahan kami hanya karena sertifikat,” ucap Najma lirih. Dia seperti kehilangan separuh jiwanya. Meskipun mereka menikah karena sertifikat tanah, tetap saja setiap istri akan sedih begitu mendengar ada wanita lain di hidup suaminya.“Tapi nona jangan khawatir. Kalau nona membutuhkan apa-apa, hubungi saja saya.”“Ya, terima kasih sebelumnya Wilson.”“Apakah ada yang ingin nona sampaikan untuk tuan? Atau ada yang mau nona tanyakan?”“Tidak. Untuk sekarang tidak.”“Baik, kalau begitu saya sudahi panggilan ini ya non?”“Iya, silahkan.”P
"Nes, Wilson sudah mengurus kebutuhanmu di dalam. Aku masih akan keluar. Ada hal yang harus aku kerjakan."Agnes menyipit pandang, sedikit terkejut dengan keputusan tiba-tiba Roger. Padahal selama perjalanan tadi, Roger tidak bilang kalau masih ada kepentingan. "Hal? Kamu punya Wilson. Apa tidak bisa dia saja yang menyelesaikannya?""Tidak bisa," jawab Roger tegas. Terlihat tidak menyesal akan meninggalkan Agnes di depan rumah. "Harus aku lakukan sendiri."Tapi Agnes tampak tidak terima. Merasa ada yang aneh saja. "Sepenting itukah? Masih ada hari besok bukan?""Aku mau menyelesaikannya sekarang. Aku tidak mau menundanya." Roger tetap teguh dengan kehendaknya. Dari tatapan matanya, ini tidak bisa dirubah."Tapi Ro__.""Tolong pahami kesibukanku." Roger menginterupsi. Dia tidak terbiasa untuk dibantah oleh siapa pun. Agnes mendengkus keras sembari mengangkat kedua tangan hingga telapaknya sejajar dengan bahu tanda menyerah. "Okay, silahkan pergi." Dengan hati yang belum ikhlas, Agnes
Najma terhenyak dari lamunan karena suara denting ponsel tanda sebuah pesan masuk. Di ceknya ponsel, ternyata pesan dari Wilson yang memberi tahu nomer pin kartu yang kini ada di tangannya.Najma langsung menutup aplikasi pesan itu dan menaruh ponsel ke tempatnya semula. Meskipun sudah mendapat nomer pin, dia tak berniat esok hari untuk mengecek saldo. Justru kini yang ada dalam otaknya adalah mencari cara untuk melupakan Roger secepatnya. Meskipun pria itu belum menjatuhkan talak atas dirinya, perceraian dipastikan akan terjadi. Roger tidak akan mungkin terus menyimpan dirinya sementara pria itu begitu khawatir akan melukai calon istri barunya. Ini menurut Najma ya.Dan hal pertama yang bisa Najma lakukan sebagai bentuk usaha untuk melupakan Roger adalah dengan meminta pertolongan pada Yang Maha Kuasa.Maka dia beranjak dari duduknya untuk mengambil wudhu sebelum melaksanakan sholat hajat dua rakaat.Sementara di kediaman Roger, Agnes mondar mandir dengan gelisah. Sorot matanya meny
Demi segera bisa melupakan Roger, Najma menyibukkan dirinya.Datang pagi-pagi ke panti, bantu-bantu di sana hingga siang hari, baru kemudian berangkat ke tempat kerjanya. Awalnya selama beberapa hari usaha yang dilakukan tak berpengaruh apapun. Sosok Roger selalu membayang di pelupuk mata. Tapi seiring berjalannya waktu, usaha Najma menampakan hasil. Roger tak lagi mendominasi pikirannya.Ini tiga Minggu sejak itu. "Aku duluan ya!" Najma mengangkat tangannya ke atas."Oke." Riris paling dulu menimpali dengan kedua ibu jarinya. Gadis tomboy yang tidak pernah mencoba pakai rok."Hati-hati di jalan ya." Hakim, pria yang paling perhatian juga ada hati pada Najma ikut menimpali."Jatuh bangun sendiri ya." Kalau ini Si Dita. Orang yang paling usil dari semua teman-temannya."Jangan saja malah tidak nyampe kos-an." Mimi memang tidak begitu suka dengan Najma. Soalnya dia menyukai Hakim.Tapi Najma tidak pernah tersinggung dengan balasan bernada sarkarme Mimi. Dia tetap memberikan senyum kep