“Ini calon mempelai wanitanya?” tanya Pak Penghulu sembari menunjuk Najma.
Najma mengangguk. “I-iya, pak.” Agak gugup. Bahkan jantungnya berdegup tidak teratur.“Kalau begitu ayo duduk di sini! Apa lagi yang adek tunggu?” Yang semula jari telunjuk Pak Penghulu mengarah ke Najma, berganti menunjuk ke arah kursi yang ada di depannya, yaitu di samping Roger.Najma kembali mengangguk. “Baik pak.”Dengan sedikit membungkuk, Najma mendekati kursi yang memang dipersiapkan untuknya itu. Sebelum duduk, dia sempat melirik Roger. Pria itu terkesan tidak perduli dengan kehadirannya karena tidak menoleh sedikit pun meskipun tahu dirinya mendekat.‘Betapa tidak berharganya aku di matanya. Dia menikahi aku benar-benar hanya karena birahinya dan bukan atas dasar suka. Betapa sialnya hidupku ini,’ gumam Najma dalam hati.Tak lama setelah Najma mengambil duduk di sebelah Roger, akad nikah pun dimulai. Roger dan Pak Penghulu yang juga menjadi wali hakim mengucapkan ijab qabul.Beberapa saat kemudian.“Bagaimana? Sah? Sah?”“Sah.”“Alhamdulillah….”Kalimat hamdalah menggema ke seluruh ruangan seolah mengungkapkan sebuah kelegaan karena sebuah hubungan yang semula haram menjadi halal.Pun Najma. Gadis itu menangkupkan kedua telapak tangannya di wajah sembari mengucapkan kalimat hamdalah seperti juga yang lain. Kini dirinya menjadi tanggung jawab Roger dan dia harus berbakti pada pria itu meskipun mungkin hanya untuk sementara.Ya, untuk sementara. Karena pernikahan ini akan tetap berlangsung jika Roger masih menginginkannya. Jika sudah bosan, maka berakhir sudah.Selanjutnya, Roger menyerahkan sertifikat tanah yang di atasnya berdiri Panti Asuhan Selaksa Rindu kepada Najma sebagai mahar. Najma menerima sertifikat itu dengan hati bahagia. Akhirnya, Ibu Aliyah dan seluruh penghuni panti akan tetap tinggal di sana tanpa merasa khawatir lagi karena sertifikat tanah telah berada di tangannya.“Sekarang Dek Najma silahkan mencium tangan Tuan Roger. Saat ini beliau adalah suami adek yang harus dipatuhi dan hormati,” ucap Pak Penghulu.Untuk ke sekian kalinya Najma mengangguk. “Iya, pak.”Najma pun mengalihkan pandang dari Pak Penghulu ke Roger. Tampak pria itu tetap bersikap dingin. Lalu dengan angkuhnya, Roger mengulurkan tangan kepadanya.Najma menipiskan bibir. 'Sabar Najma, sabar. Ingat kamu bukan menikah dengan pria yang mencintaimu, melainkan menikah dengan pria yang hanya menginginkan tubuhmu sampai dia bosan. Jadi jangan berharap akan mendapatkan perlakuan penuh cinta darinya.' Najma membesarkan hatinya sendiri.Dengan sedikit gemetar, tangan Najma yang lentik menyentuh tangan kekar Roger. Rasanya aneh karena ini kali pertama mereka bersentuhan. Tangan Roger juga berat ketika dia mengangkatnya dan ditempelkannya ke ujung hidung. Biar pun berat, tangan Roger wangi. Bagaimana bisa begitu, Najma tidak tahu.Selanjutnya, mereka berdua menandatangi surat-surat pernikahan. Setahunya, mengurus persyaratan nikah tidak cukup satu hari. Tapi sepertinya itu tidak berlaku untuk Roger yang berkuasa dan banyak uang. Semua urusan bisa selesai dengan cepat dan mudah.Ah, baru dua hari yang lalu dia bertemu dengan Roger, tapi sekarang sudah menjadi istrinya saja. Kalau dibuat novel maka judul yang mungkin cocok adalah Married Ekspress. Canda hati Najma.Penandatanganan sudah. Najma, Roger, dan Wilson keluar dari kantor KUA. Jika Roger langsung masuk ke dalam mobil, maka Najma masih berdiri di teras kantor KUA. Dia bingung harus kemana.Apakah harus masuk ke mobil yang sama dengan yang dimasuki oleh Roger?Atau masuk ke mobil Wilson seperti tadi waktu berangkat ke sini?Atau dia pulang saja ke kos-annya?Melihat Najma masih berdiri saja di teras kantor KUA, Wilson menggelengkan kepala sebelum akhirnya mendekati gadis tersebut. “Nona, apa yang sedang nona pikirkan? Kenapa tidak masuk ke dalam mobil?”“Ee… saya bingung harus naik mobil siapa. Mobil anda? Mobil Tuan Roger? Atau saya pulang?”“Tentu saja masuk ke mobil Tuan Roger. Bukankah malam ini nona harus membayar sertifikat tanah yang sekarang sudah nona genggam?"Najma mendadak gugup. "Ah, iya. Saya memang bodoh." Lalu dia melirik mobil yang ada Roger di dalamnya dengan perasaan yang masih bingung. “Memangnya Tuan Roger tidak marah saya masuk ke mobilnya? Dia terlihat tidak menyukai saya.”“Sikap Tuan Roger memang seperti itu. Cuek, dingin, dan terkesan tidak perduli. Akan tetapi, saya pastikan dia tidak akan marah jika nona satu mobil dengannya, karena dia tau nona harus membayar sertifikat tanah itu."Najma menelan saliva. "Iya juga ya." Kali ini dia melangkah ke arah mobil tujuan. Tapi baru beberapa langkah, dia mendengar suara Wilson lagi."Mulai detik ini tolong nona jangan panggil saya dengan tuan. Cukup dengan Wilson saja, karena kini nona sudah menjadi Nyonya Roger."Najma menoleh dan tersenyum getir. "Sa-saya akan berusaha."Wilson mengedipkan mata. "Terima kasih nona."Najma kembali melangkah dengan jantung yang berdegup-degup tak jelas. Bukan tanpa sebab, Wilson tadi bilang bahwa dirinya sekarang adalah Nyonya Roger. Memangnya pantas?Nyonya Roger….Nyonya Roger….Hati Najma mengumandangkan panggilan itu terus menerus hingga sampai di pintu mobil yang terbuka. Dengan canggung, dia masuk ke dalamnya. Di sana sudah duduk Roger yang sibuk dengan gawainya. Lagi-lagi Roger mengacuhkannya seolah dirinya tiada. Sikap Roger tersebut membuatnya jadi merasa tak berharga di hadapan pria itu. Ah, ya. Memang sih. Roger itu siapa dan dirinya siapa. Dia hanya seorang gadis yatim piatu yang tidak punya apa pun dan siapa pun di dunia ini.Setelah mengambil duduk di sebelah Roger, Najma hendak menutup pintu mobil. Tapi baru saja tangannya hendak menyentuh pintu tersebut, pintu bergerak menutup sendiri.‘Eh, ternyata pintu mobilnya menutup sendiri,’ gumam Najma heran dan senyum malu. 'Canggihnya. Pasti mobil mahal.' Oh, begitu kampungannya dia.Tidak ada obrolan sepanjang perjalanan. Roger sibuk dengan gawainya dan Najma memilih untuk memperhatikan suasana jalanan yang berwarna redup karena hari sudah sore menjelang maghrib.Bersamaan dengan tibanya mereka di sebuah pintu gerbang yang tinggi, adzan maghrib berkumandang. Sangking tingginya pintu gerbang, Najma tidak bisa melihat keadaan di dalamnya yang entah rumah, kebun, atau kuburan. Najma jadi takut kalau dirinya ditipu oleh pria yang bernama Roger ini. Bisa jadi begitu masuk ke dalam dia akan diperkosa, sertifikat tanah diambil, lalu dia dibunuh.Najma jadi was-was ketika pikiran buruk itu melintas di benaknya dan berharap itu tidak terjadi. Dia masih ingin hidup dunia dan menikmati prosesnya. Lagian Roger sudah jadi suaminya. Mana ada istilah pemerkosaan. Yang ada malah istri durhaka jika sampai menolak keinginan suami untuk campur. Satu-satunya yang harus dia khawatirkan adalah sertifikat tanah yang sekarang ada di tangannya. Akan lebih aman jika diberikan pada Ibu Aliyah sekarang juga. Mungkin nanti malam dia bisa izin keluar untuk menyerahkan sertifikat tanah ini.Pintu gerbang terbuka. Mobil pun bergerak masuk ke dalamnya sebelum akhirnya menutup kembali. Rupanya di dalam terbentang tanah yang sangat luas dan di atasnya berdiri bangunan megah satu lantai yang disebut rumah. Najma tak berkedip melihat rumah itu karena kemegahannya untuk beberapa detik.'Waw! Bagus sekali.... Apakah ini rumah Tuan Roger?' tanya Najma dalam hati dengan mata berbinar-binar karena kagum.Bersambung."Nona kenapa anda belum mau keluar juga dari dalam mobil?"Pertanyaan itu membuat Najma terhenyak dalam lamunan. Dia menoleh dan mendapati Wilson sudah berdiri di sampingnya tapi di bagian luar mobil dengan pintunya yang sudah terbuka."E... I-iya ini mau turun. Maaf...." Dengan memeluk amplop berisi sertifikat tanah, Najma bergerak turun. Setelah itu, dia baru menyadari kalau Roger sudah tidak ada di dalam mobil dan entah sejak kapan. Apa karena sangking terpesonanya dengan penampakan rumah Roger dia sampai tidak menyadari pria itu keluar dari mobil? Sungguh, kampungan sekali dirinya."Di mana Tuan Roger?" tanya Najma pada Wilson yang tengah menutup pintu mobil."Tuan sudah masuk ke dalam rumah, nona.""Ah, cepat sekali. Saya sampai tidak menyadarinya." Najma menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan terbalut hijab.Wilson tidak menggubris ucapan Najma. Dia lalu mengulurkan tangannya ke arah bangunan rumah. "Mari saya antar nona masuk ke dalam rumah. Ini sudah Maghrib.""Ah, iya ya." N
Baju-baju wanita yang ada di dalam lemari membuat pikiran Najma benar-benar kalut. Hatinya terus saja menebak-nebak siapa pemiliknya. Hingga sebuah adzan Maghrib yang mengalun merdu di udara, membuyarkan lamunannya.Dan dia pun beristighfar dengan hati yang sedih. "Astaghfirullah adzim. Apa yang sedang aku pikirkan ini? Bukankah aku tidak punya hak atas pernikahan ini? Bukankah aku tidak boleh menuntut dia menjadi layaknya seorang suami yang setia, perhatian, dan menyayangiku? Pernikahan ini terjadi karena sertifikat tanah panti. Hanya untuk sertifikat tanah panti. Kalau pun baju-baju itu adalah milik seorang wanita yang memiliki hubungan dengan dia, aku tidak boleh protes. Ya, tidak boleh."Najma menghela nafas panjang untuk melenyapkan rasa sesak yang menyerang. Sekaligus memberi kekuatan untuk kemungkinan terburuk dalam pernikahan yang baru terjadi hari ini.Tapi ternyata itu tidak mudah. Meskipun dia sudah mencoba, rasa sesak itu tetap ada. Satu-satunya cara yang bisa diharapkan a
Najma memperhatikan pintu besar di depannya sekali lagi. Degup jantungan semakin tidak karuan. Sepintas, dia menyesali takdirnya yang seperti ini. Menikah tiba-tiba, menikah karena sebuah syarat, menikah tanpa cinta, dan menikah tanpa rasa bahagia. Namun, apa mau dikata. Diamnya tanpa melakukan sesuatu membuat banyak pasang mata menangis."Bismillahirrahmanirrahim." Najma membuka pintu besar itu. Saat bergerak terbuka, pintu itu mengeluarkan suara yang membahana. Lalu dia melangkah masuk tanpa memperdulikan apakah Wilson masih ada di belakangnya atau tidak. Terus menoleh ke belakang akan membuatnya ragu melangkah ke depan.Tiga langkah Najma melangkah ke depan, pintu ditutup dari luar. Sudah bisa dipastikan siapa yang menutupnya. Siapa lagi kalau bukan Wilson karena hanya pria itu yang tadi ada di dekatnya. Najma abaikan pintu yang tertutup itu karena dia kini terfokus pada seorang pria yang memakai piyama dan berdiri menghadap jendela kaca dan membelakangi dirinya. Pria itu memakai
Roger kembali melakukannya lagi. Memberi kecupan di beberapa titik. tak cukup bibir saja, tapi juga di pipi, leher, dada, dan lainnya. Roger begitu menikmati malam pertamanya dengan Najma. Dia seperti ketagihan. Karena hubungan intim terulang lagi untuk yang kedua kalinya. Bahkan ketiga, empat, dan lima kali. Membuat Najma yang semula tidak percaya diri menjadi bangga karena sebagai seorang istri dia bisa membuat Roger puas dan ketagihan.Namun setelah hubungan intim itu selesai, wajahnya berubah muram saat benaknya kembali mengingat tentang baju-baju wanita yang ada di lemari. Punya siapa baju-baju itu.Najma menoleh pada Roger. Dia mendapati pria itu tengah tertidur sangat nyenyak. Terdengar dari dengkuran halusnya. Sebenarnya jika ingin mengenai baju-baju itu, ini adalah waktu yang tepat karena dirinya berada di samping Roger. Tapi dia tidak berani untuk membangunkan Roger. Takut itu akan membuat Roger marah.Adzan subuh belumlah berkumandang ketika Najma keluar dari kamar utama
Sarapan pagi berakhir dengan kaku dan dingin. Tak ada obrolan di antara Najma dan Roger. Roger hanya fokus dengan sarapannya sementara Najma tidak tahu harus bicara apa. Mungkin Roger memang selalu diam ketika di meja makan.Dan sepertinya memang seperti itu. Selesai makan, Roger langsung beranjak dari duduknya. Tanpa sepatah kata pun, pria itu meninggalkan meja makan. Najma yang mengetahui hal itu langsung mengejar.“E… tuan! tuan! tunggu!” teriaknya.Roger menghentikan langkahnya. Dia menoleh dan menunggu langkah Najma sampai ke hadapannya.“E… begini, tuan. Apakah aku boleh pergi bekerja?”“Boleh," jawab Roger enteng seolah tanpa beban. "Tidak ada perjanjian dalam pernikahan kita setelah menikah terus kamu harus di rumah saja. Yang tidak boleh adalah… kamu mencampuri urusanku. Dan satu hal lagi, jangan mengatakan kepada siapa pun tentang pernikahan kita. Jika kita bertemu di luar, anggap saja kamu tidak mengenalku.”Kalimat-kalimat yang diucapkan Roger seketika membuat Najma merin
“Tu-tunangan Tuan Roger?” tanya Najma nyaris tidak percaya dengan apa yang barusan didengarnya. “Jadi sebelum menikah denganku Tuan Roger sudah memiliki tunangan? Berarti baju-baju wanita di kamar yang kutempati semalam adalah baju-baju milik tunangannya?"“Betul sekali, nona. Harap nona tidak memiliki rasa sakit hati karena pernikahan antara nona dan tuan terjadi karena sertifikat tanah. Jadi, Tuan Roger tidak benar-benar menyukai nona.”“Aku tau itu. Pernikahan kami hanya karena sertifikat,” ucap Najma lirih. Dia seperti kehilangan separuh jiwanya. Meskipun mereka menikah karena sertifikat tanah, tetap saja setiap istri akan sedih begitu mendengar ada wanita lain di hidup suaminya.“Tapi nona jangan khawatir. Kalau nona membutuhkan apa-apa, hubungi saja saya.”“Ya, terima kasih sebelumnya Wilson.”“Apakah ada yang ingin nona sampaikan untuk tuan? Atau ada yang mau nona tanyakan?”“Tidak. Untuk sekarang tidak.”“Baik, kalau begitu saya sudahi panggilan ini ya non?”“Iya, silahkan.”P
"Nes, Wilson sudah mengurus kebutuhanmu di dalam. Aku masih akan keluar. Ada hal yang harus aku kerjakan."Agnes menyipit pandang, sedikit terkejut dengan keputusan tiba-tiba Roger. Padahal selama perjalanan tadi, Roger tidak bilang kalau masih ada kepentingan. "Hal? Kamu punya Wilson. Apa tidak bisa dia saja yang menyelesaikannya?""Tidak bisa," jawab Roger tegas. Terlihat tidak menyesal akan meninggalkan Agnes di depan rumah. "Harus aku lakukan sendiri."Tapi Agnes tampak tidak terima. Merasa ada yang aneh saja. "Sepenting itukah? Masih ada hari besok bukan?""Aku mau menyelesaikannya sekarang. Aku tidak mau menundanya." Roger tetap teguh dengan kehendaknya. Dari tatapan matanya, ini tidak bisa dirubah."Tapi Ro__.""Tolong pahami kesibukanku." Roger menginterupsi. Dia tidak terbiasa untuk dibantah oleh siapa pun. Agnes mendengkus keras sembari mengangkat kedua tangan hingga telapaknya sejajar dengan bahu tanda menyerah. "Okay, silahkan pergi." Dengan hati yang belum ikhlas, Agnes
Najma terhenyak dari lamunan karena suara denting ponsel tanda sebuah pesan masuk. Di ceknya ponsel, ternyata pesan dari Wilson yang memberi tahu nomer pin kartu yang kini ada di tangannya.Najma langsung menutup aplikasi pesan itu dan menaruh ponsel ke tempatnya semula. Meskipun sudah mendapat nomer pin, dia tak berniat esok hari untuk mengecek saldo. Justru kini yang ada dalam otaknya adalah mencari cara untuk melupakan Roger secepatnya. Meskipun pria itu belum menjatuhkan talak atas dirinya, perceraian dipastikan akan terjadi. Roger tidak akan mungkin terus menyimpan dirinya sementara pria itu begitu khawatir akan melukai calon istri barunya. Ini menurut Najma ya.Dan hal pertama yang bisa Najma lakukan sebagai bentuk usaha untuk melupakan Roger adalah dengan meminta pertolongan pada Yang Maha Kuasa.Maka dia beranjak dari duduknya untuk mengambil wudhu sebelum melaksanakan sholat hajat dua rakaat.Sementara di kediaman Roger, Agnes mondar mandir dengan gelisah. Sorot matanya meny