Sarapan pagi berakhir dengan kaku dan dingin. Tak ada obrolan di antara Najma dan Roger. Roger hanya fokus dengan sarapannya sementara Najma tidak tahu harus bicara apa. Mungkin Roger memang selalu diam ketika di meja makan.Dan sepertinya memang seperti itu. Selesai makan, Roger langsung beranjak dari duduknya. Tanpa sepatah kata pun, pria itu meninggalkan meja makan. Najma yang mengetahui hal itu langsung mengejar.“E… tuan! tuan! tunggu!” teriaknya.Roger menghentikan langkahnya. Dia menoleh dan menunggu langkah Najma sampai ke hadapannya.“E… begini, tuan. Apakah aku boleh pergi bekerja?”“Boleh," jawab Roger enteng seolah tanpa beban. "Tidak ada perjanjian dalam pernikahan kita setelah menikah terus kamu harus di rumah saja. Yang tidak boleh adalah… kamu mencampuri urusanku. Dan satu hal lagi, jangan mengatakan kepada siapa pun tentang pernikahan kita. Jika kita bertemu di luar, anggap saja kamu tidak mengenalku.”Kalimat-kalimat yang diucapkan Roger seketika membuat Najma merin
“Tu-tunangan Tuan Roger?” tanya Najma nyaris tidak percaya dengan apa yang barusan didengarnya. “Jadi sebelum menikah denganku Tuan Roger sudah memiliki tunangan? Berarti baju-baju wanita di kamar yang kutempati semalam adalah baju-baju milik tunangannya?"“Betul sekali, nona. Harap nona tidak memiliki rasa sakit hati karena pernikahan antara nona dan tuan terjadi karena sertifikat tanah. Jadi, Tuan Roger tidak benar-benar menyukai nona.”“Aku tau itu. Pernikahan kami hanya karena sertifikat,” ucap Najma lirih. Dia seperti kehilangan separuh jiwanya. Meskipun mereka menikah karena sertifikat tanah, tetap saja setiap istri akan sedih begitu mendengar ada wanita lain di hidup suaminya.“Tapi nona jangan khawatir. Kalau nona membutuhkan apa-apa, hubungi saja saya.”“Ya, terima kasih sebelumnya Wilson.”“Apakah ada yang ingin nona sampaikan untuk tuan? Atau ada yang mau nona tanyakan?”“Tidak. Untuk sekarang tidak.”“Baik, kalau begitu saya sudahi panggilan ini ya non?”“Iya, silahkan.”P
"Nes, Wilson sudah mengurus kebutuhanmu di dalam. Aku masih akan keluar. Ada hal yang harus aku kerjakan."Agnes menyipit pandang, sedikit terkejut dengan keputusan tiba-tiba Roger. Padahal selama perjalanan tadi, Roger tidak bilang kalau masih ada kepentingan. "Hal? Kamu punya Wilson. Apa tidak bisa dia saja yang menyelesaikannya?""Tidak bisa," jawab Roger tegas. Terlihat tidak menyesal akan meninggalkan Agnes di depan rumah. "Harus aku lakukan sendiri."Tapi Agnes tampak tidak terima. Merasa ada yang aneh saja. "Sepenting itukah? Masih ada hari besok bukan?""Aku mau menyelesaikannya sekarang. Aku tidak mau menundanya." Roger tetap teguh dengan kehendaknya. Dari tatapan matanya, ini tidak bisa dirubah."Tapi Ro__.""Tolong pahami kesibukanku." Roger menginterupsi. Dia tidak terbiasa untuk dibantah oleh siapa pun. Agnes mendengkus keras sembari mengangkat kedua tangan hingga telapaknya sejajar dengan bahu tanda menyerah. "Okay, silahkan pergi." Dengan hati yang belum ikhlas, Agnes
Najma terhenyak dari lamunan karena suara denting ponsel tanda sebuah pesan masuk. Di ceknya ponsel, ternyata pesan dari Wilson yang memberi tahu nomer pin kartu yang kini ada di tangannya.Najma langsung menutup aplikasi pesan itu dan menaruh ponsel ke tempatnya semula. Meskipun sudah mendapat nomer pin, dia tak berniat esok hari untuk mengecek saldo. Justru kini yang ada dalam otaknya adalah mencari cara untuk melupakan Roger secepatnya. Meskipun pria itu belum menjatuhkan talak atas dirinya, perceraian dipastikan akan terjadi. Roger tidak akan mungkin terus menyimpan dirinya sementara pria itu begitu khawatir akan melukai calon istri barunya. Ini menurut Najma ya.Dan hal pertama yang bisa Najma lakukan sebagai bentuk usaha untuk melupakan Roger adalah dengan meminta pertolongan pada Yang Maha Kuasa.Maka dia beranjak dari duduknya untuk mengambil wudhu sebelum melaksanakan sholat hajat dua rakaat.Sementara di kediaman Roger, Agnes mondar mandir dengan gelisah. Sorot matanya meny
Demi segera bisa melupakan Roger, Najma menyibukkan dirinya.Datang pagi-pagi ke panti, bantu-bantu di sana hingga siang hari, baru kemudian berangkat ke tempat kerjanya. Awalnya selama beberapa hari usaha yang dilakukan tak berpengaruh apapun. Sosok Roger selalu membayang di pelupuk mata. Tapi seiring berjalannya waktu, usaha Najma menampakan hasil. Roger tak lagi mendominasi pikirannya.Ini tiga Minggu sejak itu. "Aku duluan ya!" Najma mengangkat tangannya ke atas."Oke." Riris paling dulu menimpali dengan kedua ibu jarinya. Gadis tomboy yang tidak pernah mencoba pakai rok."Hati-hati di jalan ya." Hakim, pria yang paling perhatian juga ada hati pada Najma ikut menimpali."Jatuh bangun sendiri ya." Kalau ini Si Dita. Orang yang paling usil dari semua teman-temannya."Jangan saja malah tidak nyampe kos-an." Mimi memang tidak begitu suka dengan Najma. Soalnya dia menyukai Hakim.Tapi Najma tidak pernah tersinggung dengan balasan bernada sarkarme Mimi. Dia tetap memberikan senyum kep
Najma berpikir bahwa penolakannya kemarin telah menyelesaikan semuanya. Roger tak lagi mencarinya dan fokus dengan pernikahan, perceraian akan diurus pasca Roger menikah, dan dia akan menjalani hari-hari dulu yang... tanpa Roger. Memang tak akan sama lagi. Karena jika perceraian itu sudah terjadi, statusnya akan berubah menjadi seorang janda. Dan... ada yang sudah hilang juga dari dirinya.Tapi tak apa. Meskipun sepertinya tidak akan mudah, dia akan menjalani. Akan ada yang selalu bersamanya, yaitu Tuhan.Lalu rasa cinta yang telah hadir ini, lama-lama akan mati oleh rindu yang tak tertaut dan hidup yang berat. Jam sudah menunjukkan pukul 23.01 ketika Hakim mendekati. "Mau aku antar?"Najma menoleh dan tersenyum sembari mengambil sling bag dari lokernya. "Apaan sih? Bercanda saja Mas Hakim ini. Beberapa langkah juga aku sampai ke kos-an."Hakim mengeluarkan kunci motor dari dalam saku jaketnya. "Jalan kaki dari sini ke kos-an kamu itu lumayan lho, Naj. Menurutku jauh juga. Setidakny
Najma menatap pantulan dirinya yang menatap cermin wastafel kamar mandi. Tanpa pakaian, hanya selembar handuk putih yang membungkus sebagian tubuhnya dari dada hingga di atas lutut. Sementara rambut panjang ikalnya disanggul rapi. Dia tidak berniat memakai pakaiannya karena dianggap percuma. Karena begitu kedua kakinya keluar dari kamar mandi, akan ada yang melepasnya. Jadi, biarkan saja begini.“Apa yang kamu pikirkan di dalam? Kenapa lama sekali?”Suara itu lagi. Apakah Roger begitu ketagihan dengan tubuhnya? Bukankah dia akan menikah dengan wanita yang lebih cantik dan memiliki tubuh lebih molek darinya? Yang tentu bisa dinikmati oleh Roger setiap saat.Kenapa masih harus mencari dirinya?Oke, mereka belum menikah. Tapi Najma cukup paham kehidupan orang luar. Pergaulan intim di luar pernikahan dibebaskan dan sudah menjadi kebiasaan. Jadi, dia mengambil kesimpulan bahwa tidak mungkin Roger dan Agnes belum pernah melakukannya. Sedang, melihat tubuhnya yang biasa-biasa saja Roger tid
"Mengapa ini harus kamu tanyakan lagi? Bukankah sudah jelas bahwa aku yang berhak atas pernikahan ini. Jika aku masih menginginkanmu maka aku tidak akan melepaskanmu. Tak perlulah dipertanyakan berulang-ulang?"'Tapi keputusan itu terlalu kejam. Bagaimana jika kamu bosan di saat hatiku sudah benar-benar terikat kepadamu?' protes Najma dalam hati. "Maaf aku mempertanyakan ini." Tapi kalimat ini yang kemudian meluncur dari bibirnya. Pernyataan maaf untuk kesalahan yang tidak diketahui.Roger mendengus keras. Menyesalkan sikap Najma yang selalu seperti ingin mengakhiri pernikahan. "Kamu mengatakan kalimat yang sama berulang-ulang. Aku harap ini untuk yang terakhir kali."Roger menyentuh handle pintu, lalu melangkah keluar. Setelah pintu itu tertutup kembali, yang tersisa hanyalah Najma dan kesedihannya. Ya, mungkin dia sudah jatuh cinta pada Roger sehingga terkadang ingin selalu bersama pria itu. Namun di saat yang bersamaan dia juga sakit hati setiap kali menyebut nama Agnes. Roger be