Dania tercengang dengan apa yang dikatakan Haris. Tampaknya ada yang salah dengan pendengarannya saat ini atau mungkin dia sedang tidak fokus.
Bagaimana mungkin telinga Dania mengirim berita ke otaknya kalau dia adalah pemegang saham terbesar perusahaan raksasa itu. Bermimpi saja dia tidak pernah tentang perusahaan itu, tapi mengapa pria yang dia ketahui sebagai pemilik Media grup malah mengatakan hal itu dengan mudahnya.“Maaf, Pak. Apa saya gak salah dengar?” tanya Dania ragu-ragu.“Tidak. Kamu memang pemilik saham terbesar kedua setelah saya,” ulang Haris dengan sangat yakin.Dania mencubit tangannya sendiri. Dia ingin membuktikan apakah saat ini dia sedang bermimpi atau tidak. Tapi sayangnya, dia merasa sakit dan berarti itu adalah kenyataan.Haris dan Bima tahu kalau Dania saat ini pasti sedang bingung. Tampak sekali di mata mereka, gerak-gerik wanita itu tampak seperti bingung harus melakukan apa. Canggung, Dania sangat terlihat canggung dan bingung.“Kakekmu, Rudi Sanjaya, dulu mendirikan perusahaan ini bersama dengan saya. Tapi saat perusahaan mulai berkembang, ada kesalahpahaman yang membuat kami berselisih paham. Rudi yang sangat keras kepala meninggalkan perusahaan begitu saja dan menghilang tanpa jejak. Akhirnya, saya sendiri yang meneruskan perusahaan ini.” Haris mulai bercerita.“Tapi, tapi saya tidak pernah dengar cerita ini dari kakek. Beliau tidak pernah menceritakan apa pun, bahkan menyinggung tentang Media Grup,” ucap Dania mengingat tentang kebersamaannya dulu saat kakeknya masih hidup.“Mungkin Rudi masih marah sama saya. Tapi, sebagai seorang sahabat yang sudah seperti saudara, saya gak pernah melupakan dia. Rudi adalah kakak saya, yang banyak membantu saya menjalankan perusahaan.”Dania menganggukkan kepalanya tanda dia mengerti dengan apa yang dikatakan Haris. Dulu dia memang lahir di Malaysia. Orang tuanya dan kakeknya memilih tinggal di sana hingga dia berusia 10 tahun. Setelah itu baru mereka kembali ke Jawa untuk membangun bisnis keluarga di Jawa.“Oh, begitu. Lalu kenapa Pak Haris mengatakan kalau saya adalah pemegang saham terbesar kedua di Media Grup? Bukankah kakek saya sudah pergi dari dulu, Pak?” tanya Dania ingin kejelasan.“Biarpun Rudi udah pergi dari perusahaan, tapi dia tidak pernah mengambil uang yang pernah dia berikan untuk membangun perusahaan. Saya sudah mencari kalian cukup lama, tapi 3 tahun lalu saya mendengar kabar kalau Rudi sudah meninggal. Saya mencari anaknya, tapi ternyata sudah meninggal juga. Dan saya bertekad harus menemukan keturunan Rudi untuk memberikan hak Rudi pada keturunannya.”Ada sedikit rasa haru dalam diri Dania mendengar cerita Haris. Sepertinya, pria yang ada di hadapannya ini benar-benar tulus mencintai kakeknya.Kakek Dania memang sudah meninggal 5 tahun lalu karena serangan jantung. Lalu di susul kematian orang tuanya saat kecelakaan pesawat, 6 bulan setelah dia menikah dengan Restu. Itulah yang menyebabkan Dania harus tinggal bersama dengan keluarga Restu, karena dia memang sebatang kara saat ini.“Sekarang kamu sudah tau kan, kenapa saya cari kamu?” tanya Haris.Dania mengangguk lemah, “Iya, Pak.”“Kamu gak perlu lagi tinggal di rumah suami kamu yang brengsek itu. Kamu boleh tinggal di sini. Atau kalau kamu mau tinggal di tempat lain juga boleh, kamu tinggal bilang aja sama Bima. Nanti dia akan siapkan semuanya.”“Gak usah, Pak. Saya suka tempat ini. Lagi pula saya juga sendirian.”“Ya udah, kalo kamu emang mau di sini. Oh ya, kapan kami siap bekerja?”“Kerja? Saya kerja apa, Pak?” Lagi-lagi Dania kaget.“Ya kerja. Masuk ke perusahaan. Saya udah siapkan posisi buat kamu di sana.”‘Kerja? Aku harus kerja di perusahaan yang sama ama Mas Restu? Gak mungkin. Ini gak mungkin,’ gumam Dania dalam hati.“Tapi saya gak pernah kerja sebelumnya, Pak. Saya belum ....”“Saya udah selidiki semua latar belakang kamu. Dulu kamu yang menjalankan perusahaan keluarga kamu dan juga suami busukmu itu. Tapi usaha itu hancur karena ulah suami kamu. Saya yakin kalau kamu pasti mampu bekerja di perusahaan yang sudah dirintis oleh kakek kamu. Emangnya kamu gak mau nerusin karya kakek kamu di perusahaan?”Dania tidak berani menjawab. Tapi entah keberanian dari mana, tiba-tiba dia malah menganggukkan kepalanya tanda dia setuju.Haris tersenyum senang, “Ya udah. Kita ketemu lagi nanti malam. Saya akan kenalkan kamu, sama pimpinan perusahaan saat ini.”“Pimpinan perusahaan?”“Iya. Kan kamu mau kerja, jadi harus kenalan dulu sama pimpinannya. Kamu istirahat dulu. Nanti malam, Bima akan jemput kamu di sini.”“Baik, Pak.”Haris berpamitan pada Dania. Dia tidak ingin mengganggu Dania yang pastinya masih bingung dan aneh dengan status barunya ini.Dia ingin membiarkan Dania terbiasa dulu sebelum dia nanti akan menjalankan kehidupannya yang seharusnya sejak dulu dia nikmati.Dania menutup pintu apartemennya kembali. Dia kemudian menepuk pipinya perlahan, untuk membangunkannya dari mimpi.“Aduh! Sakit ih. Bearti ini beneran ya. Ya ampun, aku pemegang saham terbesar kedua di Media Grup!” Dania melonjak senang.“Aku gak sabar dateng ke kantor trus aku kejutkan Mas Restu. Gimana ya reaksi Mas Restu pas liat aku kerja di sana ntar. Dia pasti kaget. Istri yang dia buang, ternyata kaya raya. Awas kamu Mas, aku bakalan balas penghinaan kamu!” sungut Dania kesal mengingat kejahatan suaminya selama ini.***Malam telah tiba. Seperti rencana tadi pagi, Bima saat ini sudah datang menjemput Dania di apartemennya.Bima saat ini tengah mengemudikan mobil menuju ke sebuah hotel, di mana makan malam akan berlangsung. Haris dan cucunya yang kini tengah menjadi pimpinan perusahaan Media Grup sudah menunggu di sana.Tok tok tok.Bima mengetuk sebuah ruangan VIP di restoran hotel itu. Dia kemudian membuka pintu dan mengajak Dania masuk.“Selamat malam Pak Haris. Selamat malam Pak Alex. Saya mengantarkan Ibu Dania,” lapor Bima.“Masuk Dania. Duduk,” perintah Haris.“Iya, Pak.”Dania menganggukkan kepalanya untuk menyapa Haris. Di depannya ada punggung seorang pria yang sampai saat ini masih membelakanginya. Dia sangat yakin, kalau pria itu pasti pimpinan Media Grup yang dibicarakan oleh Bima di mobil tadi.“Lex, ini Dania. Dia orang yang Opa ceritakan sama kamu tadi.” Haris memperkenalkan Dania pada Alex.Alex menoleh ke arah Dania. Dia melihat Dania dari atas ke bawah lalu dia menyeringai tipis, seolah dia tidak percaya dengan orang yang ada di hadapannya seperti yang kakeknya ceritakan.Namun hal berbeda di rasakan oleh Dania. Dia sempat ternganga sebentar saat melihat paras luar biasa tampan di hadapannya. Dia memang sempat mencari tahu tentang Alex sebelum datang ke sini lewat media sosial, tapi ternyata saat di lihat langsung, Alex jauh lebih tampan.“Duduk, Dan,” seru Haris.“Oh iya. Makasih, Pak.” Dania menyeret kursi di samping Alex dan duduk di sana.“Opa, Opa yakin gak salah orang? Masa orang kayak dia itu jadi pemegang saham terbesar kedua perusahaan kita.” Alex menoleh sebentar ke Dania, “Kayak babu,” lanjut Alex pelan.“Jaga mulut kamu, Alex! Dania memang cucu Rudi. Dia satu-satunya keturunan Rudi yang masih hidup,” hardik Haris yang tidak suka dengan ucapan cucunya.“Ok. Kalo emang dia keturunan temen Opa, tapi kayaknya dia gak perlu juga kan terjun ke perusahaan. Alex yakin kalo dia pasti belum pernah kerja. Apa kata klien kita nanti kalo liat dia di perusahaan. Bisa malu kita, Opa.” Alex berusaha membuka mata kakeknya agar tahu kalau Dania tidak layak masuk ke perusahaan.“Opa yakin Dania mampu. Opa udah selidiki semuanya dan dia memiliki kemampuan yang sama kayak kakeknya dulu. Opa yakin, kalau dia pasti mampu setelah penyesuaian sebentar.”“Tapi Opa, Direktur keuangan itu terlalu tinggi. Apa gak sebaiknya ....”“Direktur keuangan?” Dania menyela ucapan Alex karena dia kaget dengan posisi yang akan dia tempati di perusahaan.“Heh! Kalo ada orang ngomong jangan main nyela! Tau sopak gak sih?!” bentak Alex sambil menatap tajam ke arah Dania.“Ma-maaf. Tapi saya ....”“Kamu benar Dania. Kamu emang akan masuk ke perusahaan sebagai Direktur Keuangan. Itu adalah posisi yang ditempati kakekmu dulu. Sekarang, saya mau kamu yang menjabatnya,” terang Haris dengan suara lebih lembut namun tetap tegas.“Opa!”“Dan satu lagi yang mau Opa katakan pada kalian. Selain Dania akan bekerja di perusahaan ....” Haris menarik napas dalam lalu melihat ke arah Dania dan Alex secara bergantian.“Kalian juga akan menikah,” lanjut Haris.Jenuh, kesal, bosan, semua perasaan bercampur aduk menjadi satu di hati Dania. Dia yang tadinya bersemangat untuk datang ke pesta bersama dengan Alex, kini malah ingin segera pulang.Bagaimana tidak, dia malah ditinggal begitu saja oleh Alex yang malah sibuk menemani teman lamanya yang tidak Dania kenal. Sikap manis Alex yang sejak kemarin muncul berbalut menyebalkan itu seolah menjadi menyebalkan secara totalitas.Dania kini hanya duduk sendiri di temani oleh segelas wine. Suaminya yang duduk di sebelahnya justru lebih banyak menghabiskan waktu untuk membahas masa lalu tidak berguna dengan wanita yang tampaknya pernah sangat berarti di hidup Alex sebelumnya.Dania menoleh ke Alex dan menemukan punggung Alex. Ingin rasanya dia memukul keras punggung itu, agar pria yang kini sedang tertawa bersama dengan Sandra itu sadar kalau ada istrinya di balik punggung kokoh itu.“Lex,” bisik Dania di belakang punggung Alex.Alex berbalik dan melihat ke arah Dania, “Apa?” tanya Alex.“Ayo pulang
“Alex.”Terdengar suara sapaan seorang wanita yang membuat Dania dan Alex menoleh ke arah orang itu. Dua orang itu kemudian saling berpandangan saat sudah tahu siapa yang menyapa mereka.Tampak di hadapan mereka, ada seorang wanita muda yang sedang melempar senyum kepada mereka. Demi menjaga kesopanan, pasangan itu pun segera membalas senyum itu dengan ramah. Oh tidak, tentu saja yang senyum hanya Dania, karena Alex adalah orang yang pelit senyum.“Siapa?” tanya Dania sedikit berbisik.“Entah,” jawab Alex datar.Dania menoleh ke Alex, “Entah?” ucap Dania yang lebih kaget dengan jawaban suaminya.“Hai Lex, apa kabar? Waah ... kamu gak berubah ya. Tetep aja menarik perhatian,” sapa wanita itu saat wanita itu datang mendekat.“Siapa ya?” tanya Alex datar tanpa ekspresi.“Siapa? Lex, kamu lupa ama aku?”Alex menyipitkan matanya. Dia seolah sedang mencoba mengingat siapa wanita yang saat ini sedang berdiri di hadapannya dan sangat ingin dikenali oleh Alex. Namun sayangnya, Alex tidak
Dania berdiri di depan sebuah cermin besar yang ada di kamar hotelnya. Dia sedang melihat tubuhnya sendiri yang saat ini sedang dibalut sebuah gaun berwarna hitam.Gaun yang memamerkan pundaknya secara total dan juga memiliki belahan kaki yang cukup tinggi, membuat dia sedikit tidak nyaman. Entah apa yang dipikirkan oleh Alex, sampai menyuruh Dania memakai gaun yang membentuk dan mengekspose tubuhnya itu malam ini.Memang mereka akan pergi ke pesta salah satu relasi mereka, tapi sepertinya tidak perlu juga memakai gaun yang seterbuka itu. Dania semakin tidak percaya diri melihat dirinya sendiri dengan gaun berharga mahal itu.“Udah siap belum?” tanya Alex saat dia masuk ke dalam kamar.“Alex, kamu yakin aku harus pake baju ini?” tanya Dania sambil melihat Alex dari pantulan cermin di depannya.Alex berdiri di belakang Dania dan melihat penampilan wanita itu dari pantulan cermin. Ada sedikit senyum tipis mengembang di bibir Alex, saat dia melihat Dania tampak sangat sempurna saat meng
Agenda siang hari ini yang akan di lakukan oleh pasangan yang sedang berbulan madu itu adalah pergi berjalan-jalan sebelum mereka akan pergi ke undangan salah satu klien Haris.Dania memilih mengajak Alex untuk berjalan-jalan sambil makan siang. Dia berharap akan bertemu barang-barang lucu yang bisa dia beli nanti untuk dia bawa ke Jakarta.Sebenarnya Alex malas mengikuti keinginan Dania, tapi karena dia merasa sedikit bersalah karena sudah menikmati tubuh Dania tanpa sepengetahuan si pemilik tubuh, akhirnya Alex pun dengan sangat terpaksa mengikuti keinginan dari istrinya itu. Hitung-hitung sebagai permintaan maaf meskipun hal itu dilakukan oleh Alex tanpa disadari oleh Dania.Dania pun senang karena sang suami seharian ini bersikap baik kepadanya pria yang biasanya lebih sering memarahi dia itu tampak lebih diam dan mengikuti saja keinginannya.“Kamu beneran nggak papa ikut aku jalan-jalan?” tanya Dania sekedar ingin memastikan.“Hem.” Alex hanya menjawab lewat deheman saja.“Seri
Ada bekas darah di seprei itu. Sepertinya Bu Dania masih perawan,” jawab pelayan itu sambil sedikit tersenyum dan menyenggol lengan temannya.Ivan tersenyum dan mengangguk, “Bagus! Tapi selama kalian di sana tadi, Pak Alex gak curiga kan?”“Gak Pak, aman semuanya. Tapi kenapa kayak ada yang aneh ya, Pak.” Pelayan itu sedikit mengadu tentang kejanggalan yang mereka rasakan.“Aneh? Apanya yang aneh?” Ivan penasaran.“Itu loh Pak, tadi di kamar itu kan ada Pak Alex sama Bu Dania. Tapi yang keliatan beda itu Pak Alex, Pak.“Beda gimana maksudnya?”“Pak Alex keliatan agak gelisah dan cenderung menyuruh kami cepet pergi. Padahal Bu Dania biasa aja. Bu Dania kayak gak paham dengan apa yang terjadi, Pak. Tapi sepertinya Pak Alex tahu apa yang terjadi,” jelas pelayan itu.“Maksud kamu Pak Alex sadar dengan kejadian semalam?”“Sepertinya begitu, Pak. Apa mungkin semalam Pak Alex gak ikut makan ya, Pak? Soalnya semalam yang keliatan mau makan cuma Bu Dania pas saya masih di sana.”“Oh g
“Lex, kamu ngapain?” tanya Dania yang tiba-tiba sangat mengagetkan Alex.“Eh ... emm aku ....”“Aku mau cari pulpen aku,” jawab Alex asal.“Pulpen? Emang ada pulpen di kasur?” tanya Dania penuh dengan rasa curiga.“Ada. Tapi sekarang gak tau ke mana.”Dania mendekati Alex. Dia melihat ke arah Alex dengan tatapan cukup serius.“Kamu gak lagi boong kan, Lex? Kamu keliatan gugup,” tanya Dania yang melihat mata Sean terus bergerak, sangat berbeda dari biasanya.“Boong apaan sih! Gak ada aku boong. Lagian pulpennya juga gak ada.”“Ya jelas aja kamu gak akan nemuin pulpennya. Orang kamu salah tempat nyarinya kok.”Alex menoleh ke arah Dania, “Maksud kamu apa?” tanya Alex sedikit waspada, takut kalau Dania menyadari kebohongannya.“Kamu semalam tidurnya di sebelah sana. Ngapain juga kamu cari di sebelah sini, ya gak akan ketemu lah. Kecuali ....” Dania menggantung ucapannya.“Kecuali apa?”“Kecuali semalam kamu tidur mepet ke aku.” Tatapan Dania makin menelisik kejujuran di mata Al