“Aku nggak tahu harus percaya sama siapa, Ki. Tapi keberadaan kamu di depan tadi dengan penampilan begini memang tak pantas.”Tentu saja kata kata Aldo menjadikan Kinan murka. Dia yang sudah sibuk sejak kemarin membantu keluarga suaminya, tapi kini dia yang dituduh merusak acara keluarga ini juga. “Mas …”Belum sempat Kinan melanjutkan ucapannya, Aldo sudah meninggalkannya. Namun, dia tak mengunci pintu kamar seperti yang ibunya katakan. Dia tak mungkin setega itu. Dia juga nelangsa karena istrinya tidak bisa membuatnya bangga dengan semua yang dilakukan. Bajunya, penampilannya bahkan kelakuannya di luar sana. Kinan meremas ujung bajunya. Bingung, marah, frustasi dan benci. Dia yang tak tentu arah tujuan itu, memilih untuk mandi dan sholat sunnah untuk menenangkan hatinya yang kacau. Mungkin jika otaknya buntu, atau imannya sedang di bawah, ia akan memilih untuk pergi dari rumah mertuanya, Namun, kepergian dari rumah di saat hati sedang emosi juga bukan hal yang baik. Dia memilih un
Aldo tak ada cara lain. Dia mencari obat yang ibunya bilang, sambil membawa sarapan di piring sebelum meminum obat. Dia kembali ke kamar, lalu meminta Kinan mau memakan makanan yang dia bawa.“Ki, makan dulu ya? Diminum obatnya,” ucap Aldo.Kinan masih menutup matanya. Bahkan untuk melihat wajah suaminya saja dia enggan. Namun, Aldo mengusap pipinya kembali dan membantunya bangun. “Jangan menyiksa tubuhmu jika kamu marah dengan keadaan. Ketika kamu marah dan memutuskan untuk tidak mengisi perutmu itu adalah suatu kerugian. Kalau menurut Mas, lebih baik kenyangkan perut sebelum marah karena marah pun butuh energi. Makan, ya? Biar mas yang suapin," ucap Aldo lirih. Dia sedang berusaha untuk membujuk Kinan agar mau makan dan kembali beraktivitas seperti biasanya.Sebenarnya Kinan enggan untuk membuka mulut tetapi Aldo terus saja merepet dan mencoba untuk membujuknya. Akhirnya mau tidak mau beberapa solusi masuk ke dalam mulut disebut enggan untuk dia telan.Kinan menggeleng menandakan d
“Tante ke luar yuk! Pengin main di depan.”“Kamu duluan aja, ya Rizky. Tante lagi nggak enak badan,” tolak Kinan.“Yah. Bentar aja deh, Tan? Ya.”Suara langkah kaki mendekat dan kini Rini masuk ke kamar Kinan. “Iki, ikut Mama pulang yuk! Mama capek di sini,” keluh Rini. Kinan yakin Rini sengaja mengajak anaknya pulang agar Kinan tidak diganggu untuk membantu pekerjaan di rumah ibunya yang tak lain adalah mertua Kinan. Dia hanya membantu mengelap gelas, tetapi berasa sudah melakukan pekerjaan segudang dan memutuskan untuk mengajak Iki pulang.Rini tak menyapa Kinan dan menganggap jika Kinan tak ada di depannya. Kinan sudah biasa dengan sikap iparnya yang sok kecapean itu dan ujung-ujungnya dia yang harus membantu nantinya.“Tapi, Ma, Iki mau main sama Tante Kinan. Bentar aja,” ucap Rizki.“ALah, Tantemu ini lagi malas. Mertuanya sedang jumpalitan ngepel dan nyapu, dia malah keasikan tidur. Jangan di sini dulu, nanti ketularan malasnya,” ucap Rini sambil menyeret Rizky keluar dari kama
Setelah drama yang terjadi di acara 7 bulanan Indah, kini Kinan benar-benar memutuskan menjadi sosok yang pendiam dan tidak mau marah-marah. Dia lebih memilih mengerjakan sesuatu dengan tangan tanpa harus banyak ngomong dan selain itu pergi ke kamar untuk tidur. Percuma membantah jika akhirannya ia akan selalu disalahkan atas semua yang terjadi."Ki, besok masa ada pekerjaan di luar kota 3 hari. Tolong siapkan baju ganti," ucap Aldo."Kok lama, Mas?" tanya Kinan."Soalnya ada proyek yang bermasalah dan harus ke sana menemani divisi yang lain untuk menyelesaikannya."Kinan sebenarnya khawatir jika suaminya itu dinas terlalu lama di luar sana. Pasti di rumahnya dia akan menjadi babu di rumah ini selama suaminya pergi tanpa ada pembelaan."Mas. Boleh Kinan pulang ke rumah selama Mas pergi ke dinas?"Aldo mendekat. "Sabar, ya. Tinggal bersama Ibu mertua memang bukan hal mudah tetapi akan besar pahalanya Jika kamu mampu menjaga sesuatu yang sudah menjadi tanggung jawab Mas untuk menjagany
Selama Aldo bekerja di luar kota, Kinan menyibukkan diri untuk mengikuti kelas menulis yang diadakan secara gratis di komunitas yang sudah dimasukkan Sarah untuknya. Dibantu Sarah, akhirnya Kinan dikenalkan dengan sebuah aplikasi menulis yang tentu bisa membuat pundi-pundi rupiah."Sarah, nggak pede aku.""Kenapa? Hidung kamu hilang separuh?" tanya Sarah "Ya enggak, gitu. Pas tugas akhir kelas, kaya mentornya …""Ah, sudah. Coba kamu promosi di grup gak penulisan yang lain. Sambil kenalkan nama kamu. Siapa tahu ada yang suka," tutur Sarah menyemangati."Coba rumahmu dekat, ya? Sudah jelas aku mau banget diajari sama suhu author pemes," puji Kinan."Ki!" Suara Tini menggema dari luar kamar Kinan. Hawa yang tadinya bersahabat berubah mencekam saat suara mertuanya itu memanggil dengan nada kesal dan keras.Kinan menyudahi berkabar dengan Sarah, lalu keluar kamar dengan segera."Ya, Bu?" "Senang sekali kamu berada di dalam kamar terus. Cucian itu numpuk, kenapa pikiran kamu nggak jalan
“Bingung?” tanya Aldo heran.“Lah, kan? Dia itu selama kamu pergi nggak pernah masakin Ibu. Dia di kamar terus, Al. Ibu pusing jadinya. Kamu tahu sendiri, Bukan? Belakangan Ibu sering mengeluh sakit pinggang. Untung ada Mbak yang siap siaga.” Tiba-tiba Rini menyerobot ucapan Aldo.“Nggak gitu, Mas. Ini nggak ada bahan yang dibuat masak,” ucap Kinan mencoba menjelaskan.”“Kalau nggak ada ya beli, Kinan. Bukan bingung,” ucap Rini. “Kamu kalau kasih uang belanja berapa sih, Al? Bikin malu aja sampe istri mau masak bingung,” ucap Rini membuat Aldo merasa murka. Pulang bekerja selalu saja mendapatkan informasi dan aduan sifat istrinya yang ada ada saja. Mereka selalu mengatakan hal yang membuat dia lelah dan bertambah lelah.“Dahlah! Aldo mau mandi dan nanti kita makan di luar saja,” ajak Aldo yang membuat semua orang bersorak senang, kecuali Kinan. Hati Kinan merasa sedih karena sudah dikerjai oleh keluarga suaminya sendiri.Kinan urung memasak. Dia memilih masuk ke kamar dan menyusul sua
Akhirnya mereka memutuskan untuk makan malam di luar. Kinan juga tidak mau mendekat karena memang kali ini suaminya yang membayarkan. Dia sedang malas aduh mulut dan bilang kalau semua itu boros karena itu pasti akan muncul pertengkaran lebih banyak lagi di dalam keluarga itu."Mau pesan apa?" tanya Aldo."Serah!" jawab Kinan.Aldo hanya bisa menghembuskan nafas pelan ketika mendapatkan jawaban sinis istrinya. Dia tahu, istrinya pasti mengkhawatirkan keuangan ketika dia mengajak makan di luar mengajak keluarga besar seperti ini."Gayanya serah! Padahal semuanya pengen dipesan," gerundel Rini.Kinan hanya membalas dengan lirikan, lalu tidak membalas omongan mereka. Aldo membosankan Kinan makanan yang sama dengan yang dimakan olehnya. Nasi dan gurame bakar, juga es teh juga tak lupa sambal khas resto tersebut."Biasa aja liat makanannya. Nggak pernah lihat makanan enak toh?" sindir Rini lagi. "Mas, ini buat kamu aja." Kinan akhirnya kehilangan selera makannya."Udah, dimakan saja. Mau
..Mereka akhirnya memutuskan untuk pulang setelah merasa kenyang dan juga senang kalau bisa makan enak tanpa harus mengeluarkan biaya uang sepeserpun. Kecuali Kinan. Dia yakin setelah ini jatah belanjanya akan terpotong dan dia harus berpikir keras untuk bisa mengatur data belanja yang tidak seberapa itu.~~“Kinan belum budek, Bu.”“Ki!” Aldo memberi isyarat agar istrinya itu diam dan tak usah menyahuti ucapan ibunya. Dia tak ingin keduanya selalu ribut dan selalu akan menjadi masalah adu mulut yang tak tahu kapan akan selesai.**Malam ini Kinan harus mengerjakan deadline. Dia baru menandatangani kontrak menulis di salah satu aplikasi yang tentu mengharuskan dia kerja daily setiap hari. Bukan pekerjaan gampang karena kini dia sudah mulai terbiasa dengan hal ini. Dia meyakini jika Sarah pun menyarankan ini agar dia juga ada pekerjaan di saat emosi seperti ini. Biasanya Kinan akan insomnia jika banyak yang dipikirkan. Namun sekarang, dia menggunakan insomnianya ini untuk begadang men