"aku ikut!!!"Suara teriakan Bayan terdengar hingga ke seluruh ruangan. Disana terdapat lebih dari 200 prajurit pilihan yang ditunjuk oleh Amor untuk berangkat ke perbatasan. Ia juga melihat adiknya Sian ikut dalam barisan tersebut. Akan tetapi Bayan tidak terlihat puas karena merasa Amor sengaja tidak melibatkan dirinya pada tugas kali ini.Amor menatap Bayan dengan wajah datar. Ia memang tidak ingin melibatkan Bayan karena laki-laki itu akan bertugas menjaga Ayudisha."Kamu tidak boleh ikut, beberapa hari lagi akan ada pelantikan Patih Muda dan Ayudisha akan melahirkan. Kamu akan ditugaskan untuk menjaga istana. Lagipula prajurit-prajurit ini adalah prajurit terbaik yang dimiliki Malaka. Jadi tak perlu khawatir, perbatasan pasti akan kita taklukkan."Bayan mencibir di dalam hatinya, ia tau bahwa perbatasan pasti akan ditaklukkan. Tapi siapa yang akan menjamin bahwa Raka akan kembali dalam keadaan hidup. Jadi ia bertekad untuk pergi ke perbatasan apapun yang terjadi."Aku akan tetap
Raka menatap ke arah langit dengan perasaan putus asa. Rasa sakit di sekujur tubuhnya begitu menusuk hingga membuatnya tak bisa tidur dengan nyenyak. Hampir setiap bagian tubuhnya penuh luka dan pahanya telah dikuliti dengan pelan. Ada beberapa besi panas masih menancap di tubuhnya. Apalagi saat ia telah diikat di atas kursi dan dibiarkan merasakan sengatan matahari di siang hari dan dinginnya angin di malam hari.Wajah Raka sudah memutih dan bibirnya telah kering. Tak lupa beberapa tetesan darah mengalir dari sudut bibirnya dan beberapa telah mengering di keningnya.Raka tak akan pernah lupa setiap detik yang ia lewati selama penyiksaan. Ia juga tidak akan lupa bagaimana caranya agar ia bisa sampai disini. Selama sehari semalam ia menangis kesakitan hingga hampir membuatnya berdoa untuk lebih baik dibunuh saja.•••"Sampai kapan kami akan bersembunyi?" Warga desa tak sabar dan merasa marah saat melihat rumah mereka yang terbakar satu persatu. Walaupun para prajurit perbatasan tela
Suara kaki kuda yang terus menembus malam tanpa henti membuat masyarakat Malaka tak berani untuk meninggalkan rumah. Bahkan jika mereka tak melihat seperti apa pasukan yang lewat, mereka dapat merasakan aura kemarahan terasa begitu mencekam.Bayan telah memimpin pasukan dan berada di bagian paling depan barisan. Ia bahkan tak sempat bertemu dengan Ayudisha untuk meminta restu. Karena baginya saat ini menyelamatkan Raka adalah yang terpenting. Kemarahan yang dimiliki Bayan begitu besar hingga membuatnya tak melepas golok di saku kirinya. Ia telah siap memenggal siapa saja yang berani menghalangi jalannya."Aku akan membunuh semuanya." ucapnya bertekad.Malam itu begitu sunyi di istana. Tak ada yang berani menyinggung tentang ketegangan yang ada di perbatasan. Hanya saja Ayudisha selalu tau hal tersebut mengingat saat ini ia hanya bersama dengan Sian bukan Bayan. Hal tersebut menandakan bahwa keadaan di perbatasan adalah sesuatu yang berbahaya dan darurat.Ayudisha pun melihat Sian yang
Setelah warga desa melapor tentang keberadaan Raka, para prajurit Senggrala pun langsung menyerbu tempat persembunyiannya. Hampir semua prajurit Malaka dibunuh dan Raka diseret untuk mereka siksa hidup-hidup.Hari ini tepat dua hari dua malam Raka disiksa dengan cara yang tak manusiawi. Hanya saja dalam keputusasaan yang begitu dalam, Raka masih berusaha keras untuk hidup walaupun nafasnya sudah menipis. Ia masih yakin bahwa kakaknya akan datang dan menyelamatkannya."Sepertinya dia sudah mati, ayo kita kirim kepalanya ke Malaka."Salah seorang prajurit pun menjambak rambut Raka dan membuatnya mendongak. Dari cahaya obor dapat ia lihat dengan jelas bahwa mata Raka masih terbuka dan terlihat masih jernih seperti sebelumnya."Dia masih hidup."Mendengar hal tersebut, para prajurit disekitarnya pun langsung kaget. Mereka tidak menyangka orang yang mereka siksa habis-habisan masih memiliki nafas yang tersisa."Dia masih hidup?!""Sial! Dia begitu keras kepala. Padahal kita sudah menyiksan
Bayan melepas pelukannya pada sang adik dan menaruhnya diantara rerumputan yang hijau di bawah pohon yang rimbun. Ia tidak ingin adiknya merasa tidak nyaman karena tanah yang keras ataupun sinar matahari yang panas ketika matahari timbul nanti. Setelah itu Bayan kembali mengambil golok miliknya dan berlari sambil menebas para prajurit Senggrala satu persatu.Salah satu pemimpin Senggrala merasa takut atas keganasan Bayan, akan tetapi ia puas setelah membalaskan dendamnya. "Sekarang kamu merasakan apa yang kami rasakan. Kamu telah kehilangan adikmu, bagaimana rasanya? Itulah yang kami rasakan ketika kamu membunuh Patih Muda kami!"Mendengar hal tersebut, Bayan pun langsung mencibir. Ia tidak tau bahwa rivalnya itu memiliki bawahan yang begitu bodoh. Pantas saja dia begitu mudah dibunuh."Berapa lama kamu mengikuti Wira menjadi bawahan?"Nama itu adalah nama kelahiran dari Patih Muda Senggrala. Hanya saja orang-orang jarang menyebut namanya karena tidak enak jika menyebutnya dengan nam
Bayan menatap ke arah desa yang berada di dekat perbatasan. Dari prajurit sebelumnya ia telah mendapatkan laporan bahwa mereka telah berkhianat. Akan tetapi desa terlihat begitu santai dan melakukan aktifitas seperti biasanya, seolah mereka tak pernah melakukan hal yang salah sebelumnya.Bayan pun langsung mencibir dan menatap ke arah prajurit miliknya. "Mereka sangat mencintai harta, jadi aku ingin kalian membakar semua rumah yang mereka miliki dan ambil semua hartanya. Lalu penggal kepala desanya dan pajang di gerbang desa. Jadikan kepala itu sebagai simbol dari penghianatan. Untuk para pemuda yang ikut andil di dalamnya, jadikan mereka pekerja sosial tanpa bayaran selama 5 tahun. Mmm... jangan lupa naikkan pajak tiga kali lipat."Mereka mengatakan bahwa di Malaka tidak lebih baik dari Senggrala, maka Bayan dengan senang mewujudkan ucapan mereka itu. Sekarang mereka akan menjadi warga Malaka yang paling menderita dan jauh dari kesejahteraan. Jika mereka ingin bebas, maka Bayan deng
Saat melihat Bayan yang membawa kereta, semua anggota keluarga langsung menyambutnya dengan sukacita. Akan tetapi mereka bukan orang buta yang tak melihat apa-apa. Hanya ada Bayan di kereta itu dan peti mati dibelakangnya."Apakah Raka ada di dalam?"Ibu Raka terlihat lebih tegar dari yang mereka bayangkankan. Hal tersebut membuat Bayan tersenyum kecil dan mengangguk. Perlahan ia membuka peti mati dan membiarkan ibu Raka melihat anaknya dengan sekilas."Anakku sangat tampan." ucapnya memuji.Bayan selama dalam perjalanan telah membersihkan Raka dengan sangat baik dan mengganti bajunya dengan pakaian baru. Ia ingin Raka terlihat tampan dan bersahaja, seperti halnya ketika ia masih hidup. Ia bahkan sempat menjahit tangan adiknya agar menjadi utuh seperti semula. Bayan tidak ingin keluarganya melihat Raka dalam bentuk yang menyedihkan dan ia yakin Raka juga menginginkan hal itu. Karena jika ia membawa Raka seperti saat ia ditemukan, mungkin tidak ada anggota keluarga yang tidak bermimpi
Makam leluhur adalah makam milik keluarga Bayan yang terletak tidak jauh dari rumah utama. Ayudisha ingat dulu saat dia baru pertama kali tinggal di rumah ini, Bayan membawanya untuk memberi hormat. Hampir semua penghuni makam ini adalah prajurit yang meninggal saat perang dan Raka juga akan menjadi salah satunya.Semua orang berkumpul dan memberi hormat untuk yang terakhir kalinya. Mereka memasang wajah sendu, akan tetapi tersenyum kecil untuk membuat suasana tak terlalu sedih. Mereka berdoa semoga Raka akan memiliki perjalanan yang mudah.Ayudisha yang tak pernah pergi dari samping Bayan pun langsung menggenggam tangan suaminya. Ia ingin Bayan merasakan kehadirannya dan ia ingin Bayan menyadari bahwa ia tak sendirian."Dia akan ditempatkan di tempat yang baik."Bayan pun langsung tersenyum. Raka adalah orang yang taat beribadah dan berperilaku sangat baik. Ia yakin Raka akan mendapatkan tempat terbaik setelah kematian. Jadi ia merasa tak khawatir akan hal itu. Satu-satunya yang dise