Share

Bab 8 - Kenapa Bisa Begini?

Author: Anidania
last update Last Updated: 2025-08-22 23:41:21

Pria itu menatapku data. “Perlu. Dan saya akan menanggung semua kerugian yang timbul selama kamu tidak bekerja di sini. Anggap saja sebagai kompensasi,” ucapnya tegas tanpa memberi ruang untukku melakukan penolakan.

“Kalau begitu, saya rasa solusi terbaik sementara memang begitu, Safira. Untuk menghindari kesalahpahaman yang lebih jauh,” putus Pak Bayu semakin membuatku terpojok.

“Yeay! Mommy ikut aku! Mommy ikut pulang sama aku!” serunya penuh semangat, dan sekaligus berhasil membuatku mengurungkan niat untuk menolaknya. Tubuh mungilnya menggeliat riang di pelukanku, tangannya menepuk-nepuk lenganku sambil terkekeh di antara sisa-sisa tangis yang belum sepenuhnya mereda. “Aku janji nggak nangis lagi kalo Mommy sama aku … aku janji jadi anak yang baik,” ucapnya terdengr begitu tulus.

Hatiku mencelos, tenggorokanku tercekat melihat ketulusan yang begitu polos terpancar dari wajahnya. Kenzo benar-benar percaya jika aku adalah sosok yang selama ini ia cari. Sementara itu, ayahnya hanya menatap dengan ekspresi dingin, meski aku sempat menangkap sekilas kilatan emosi di balik mata tajamnya—entah amarah, entah kelelahan, atau sesuatu yang lebih dalam dari itu semua.

Aku menghela napas panjang, menyadari bahwa penolakanku hanya akan membuat situasi semakin terasa rumit. Tanganku terangkat membelai rambut Kenzo dengan perlahan. “Baiklah, Sayang … tapi cuma sebentar, ya,” ujarku mencoba tersenyum.

“Yeay! Mommy ikut! Mommy ikut!” teriaknya lagi, rasa senang yang ia rasakan itu seakan berhasil memecah ketegangan di dalam ruangan ini, meski justru hal itu membuat dadaku semakin terasa berat.

Aku memejamkan mata sejenak, lalu kembali mengalihkan pandangan pada ayah Kenzo yang kini sibuk dengan ponsel di tangannya. “Tuan … kalau begitu, saya izin mau mengganti baju saya dulu,” pintaku lirih.

“Kamu ganti baju yang baru. Saya tidak mau Kenzo semakin lama terkena debu dan kuman dari baju kotor itu,” jawabnya dengan tegas. “Suster, ambilkan baju dari tenant dan berikan padanya sekarang juga.”

Aku menundukkan kepala, merasakan pipiku yang mulai terasa panas, merasa semakin terpojok dan menjadi orang yang paling bersalah. Tanganku gemetar saat mencoba menjelaskan lagi, tapi ia kembali tak memberi celah sedikitpun.

Kenzo menggenggam tanganku dan mengusapnya dengan tanagn mungilnya, “Mommy … jangan pergi, ya!” bisiknya dengan polos.

Aku mencoba tetap tersenyum, walaupun terasa pahit, “Baik, Sayang… Tante cuma mau ganti baju sebentar, ya. Nanti kita langsung ke mobil,”

Bocah kecil itu mengangguk paham, sementara aku melangkah ke arah suster yang baru saja kembali dengan membawa baju baru di tangannya. Hatiku terasa berat, tapi aku tahu jika ini hanya sementara—aku harus menyesuaikan diri dengan aturan orang tua Kenzo, dan sebisa mungkin menjaga kepercayaan bocah itu.

Setelah mengganti pakaian dan berpamitan dengan Bu Ratih, aku bergegas melangkahkan kaki ke depan pintu utama mall dengan menggandeng tangan Kenzo, sementara satu tangan lainnya menggenggam totebag yang berisi baju milikku dan akta cerai, di depan sana, sebuah mobil hitam mewah sudah terparkir dengan sopir yang sigap membukakan pintu begitu melihat kedatangan kami. Aura dingin dari pria itu kembali terasa saat ia melangkah lebih dulu, memberi isyarat agar aku masuk setelah Kenzo.

Kenzo segera menarik tanganku masuk, lalu duduk manis di pangkuanku begitu kami berada di dalam mobil. Bocah itu menyandarkan kepalanya di dadaku, wajahnya begitu tenang, dengan senyum tipis yang masih mengembang di bibir mungilnya.

“Akhirnya Mommy pulang juga sama aku …” bisiknya bahagia sebelum matanya terpejam, beberapa menit kemudian dengkuran halus dan tarikan napas yang stabil menandakan jika bocah itu sudah terlelap dalam tidurnya. Wajah mungilnya terlihat begitu damai, seakan semua tangis, rengekan, dan ketakutan tadi lenyap begitu saja setelah memastikan aku ada di sisinya.

Kepalanya bersandar tepat di dadaku, membuatku nyaris tak berani menggeakkan badanku. Aku takut membangunkannya, takut mengganggu mimpinya yang mungkin sedang penuh warna tentang Mommy yang akhirnya pulang ke pelukannya. Aku mengembuskan napas panjang, dada terasa sesak oleh perasaan yang belum bisa kujelaskan.

“Nama kamu siapa?” tanyanya tiba-tiba, dan berhasil membuatku sedikit terlonjak.

Aku menatap ke arahnya sekilas lalu kembali mengalihkan pandangan ke arah lain, merasa canggung dengan pertanyaan yang cukup mendadak itu. “S-Safira …,” jawabku pelan, hampir berbisik.

Ia menganggukkan kepalanya, sekali. “Safira…” gumamnya seakan mencoba mengingat namaku.

Aku menggigit bibir bawahku, lalu memberanikan diri untuk bertanya. “Kalau … boleh tahu, nama Tuan ...?” tanyaku dengan ragu.

“Raynard.”

Aku mengangguk dengan cepat. “Baik, Tuan, Raynard” lirihku paham. Tetapi di dalam hati, aku masih mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi di dalam hidupku dalam waktu singkat ini. “Kenapa bisa begini…” bisikku lirih, hampir tak terdengar, sembari menatap wajah polos anak itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 19 - Pertemuan Tak Terduga

    “Jangan sampai dia merasa kehilangan sosok ayah, meskipun saya nggak ada di sini,” ucapnya singkat setelah menimbang beberapa saat.Aku menelan ludahku sendiri, mencoba menyembunyikan debaran di dadaku yang semakin keras. “Baik, Tuan. Saya akan berusaha,” janjiku, menganggukkan kepalaku sekali.Dengan satu helaan napas panjang, Raynard melangkah keluar, tannpa kata perpisahan sedikitpun untuk ... ya, Kenzo. Pintu tertutup dengan pelan, meninggalkan keheningan yang langsung memenuhi seisi ruangan. Tatapanku tertoleh pada Kenzo yang masih menatap pintu dengan wajah yang semakin sendu, membuat mobil-mobilannya terhimpit erat dalam genggamannya.Bocah kecil itu akhirnya menoleh padaku, dengan mata yang terus menahan kepedihan. “Monty ... Daddy pulang lagi kan?” tanyanya polos, suaranya yang lirih membuat hatiku seolah diremas oleh rasa sakit yang tak terhingga.Aku berjongkok, menyejajarkan badanku dengannya, menangkup pipinya dengan lembut seraya menganggukkan kepalaku pelan. “Iya, Sayan

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 18 - Berpamitan

    Pagi hari kembali menyapa, menampakkan cahaya matahari yang menembus melalui tipis tirai di jendela kamar. Aku baru saja selesai merapikan tempat tidur ketika suara langkah kecil terdengar dari luar kamarku. Pintu kamar terbuka dengan perlahan membuatku menoleh, di ambang pintu, menampakan wajah Kenzo yang masih setengah mengantuk, rambutnya berantakan, dan boneka kecilnya tergenggam erat di tangan mungilnya.“Monty ...,” panggilnya pelan sambil menyeret langkahnya masuk.Aku memaksakan senyum, walaupun masih terkejut dengan kedatangannya, lalu buru-buru berjongkok dan merentangkan tangan untuk menyambutnya. “Kenzo, udah bangun? Kenapa nggak sama Sus Rini?” tanyaku mengusap rambutnya.Bocah itu menggelengkan kepala, sementara matanya kembali berkaca-kaca. “Aku nggak mau pergi kalau Monty nggak ikut ...,” ujarnya dengan lirih.Aku kembali terdiam, hatiku tercekat melihat wajah mungil itu yang selalu menunjukkan ketulusan. “Kenzo ... kan semalem kamu udah janji sama Monty kalau kamu mau

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 17 - Ajakan Ke Luar Negeri

    Raynard menyipitkan matanya dan menatapku dari spion kecil, lalu menggelengkakn kepala. “Kalau kau tidak pantas, saya tidak akan pernah menawari kontrak itu. Kau hanya harus belajar untuk percaya ... entah pada dirimu, atau pada saya, dan orang lain.”Deg. Ada sesuatu yang menohok tepat di dadaku, kata ‘percaya’ yang selama ini aku sematkan pada keluargaku ... namun pada kenyataannya, mereka mengkhianatiku dengan rasa sakit yang luar biasa. Aku buru-buru memalingkan wajahku, berusaha menyembunyikan perasaan yang membuncah entah apa namanya.Tak lama kemudian keadaan mobil menjadi hening sampai pada akhirnya mobil berhenti tepat di halaman rumah. Aku buru-buru meraih tas kecilku dan menyelempangkan di pundak, sementara satu tanganku meraih tangan Kenzo untuk kugenggam, aku bersiap membuka pintu, tapi belum sempat aku membkanya, pintu di sampingku sudah lebih dulu terbuka dari luar membuatku sedikit terlonjak. Raynard berdiri di sana, dengan badan yang tegap dan tatapan dingin, tapi tan

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 16 - Tidak Pantas

    “Pak Bayu,” panggil Raynard datar begitu melihat Pak Bayu memasuki ruangan yang sama seperti kemarin. “Saya yang membawa Safira ke sini. Mulai hari ini, dia tidak lagi bekerja di mall ini. Saya akan menyelesaikan semua urusannya dengan pihak Anda.”Pak Bayu tampak terperanjat, menoleh ke arahku dengan wajah kaget bercampur bingung. “S-Safira? Maksudnya ... kamu berhenti kerja?” tanyanya setengah tak percaya.Aku hanya bisa menundukkan kepalaku, dan jemariku meremas tangan kecil Kenzo lebih erat. Aku tak ingin mengatakan apapun, sungguh, aku tak ingin membuat masalah yang lebih buruk.“Kalau perlu, saya akan menebus kontraknya. Yang penting, mulai sekarang Safira bekerja di rumah saya,” jelas Raynard sekali lagi.Pak Bayu menatapku lekat-lekat, lalu buru-buru berbalik menatap Raynard. “Maaf Pak, tapi—Safira baru saja kami terima kemarin. Dia bahkan belum bekerja sehari penuh, kalau tiba-tiba langsung diambil begini ...,” jelas Pak Bayu terpotong, suaranya terdengar berat, lebih seperti

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 15 - Putus Kerja

    Aku menunduk kepala makin dalam, mencoba mencerna kata-katanya, sementara nafasku berhembus tak beraturan selaras dengan rasa tenang yang tak bisa kumiliki.“Kau tidak berhutang budi pada mereka,” ujar Raynard dengan tegas. “Kau membutuhkan pekerjaan, sementara mereka butuh pekerja—sederhana. Tidak ada yang perlu kau sesali dengan keputusan yang akan kau ambil.”Aku mengangkat kepalaku sedikit, menatapnya dengan penuh keraguan. “Tapi ... bukankah itu keterlaluan, Tuan? Saya merasa seperti orang yang ... tidak tahu diri,” cicitku mengeluarkan keresahan.Rahang Raynard mengeras begitu ia mendengar ucapanku, lalu ia menggeleng dengan pelan. “Bukan kau yang tidak tahu diri, Safira. Saya yang tidak akan membiarkan seseorang yang kubutuhkan ... terbuang sia-sia.” Tangannya bergerak membuka laci meja dan mengeluarkan sebuah map berwarna hitam, terdengar begitu misterius.“Saya sudah menyiapkan kontrak untukmu,” ucapnya singkat.Aku menatap map itu dengan ragu, lalu menatap pria itu sejenak

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 14 - Tawaran Kontrak

    Tubuhku langsung menegang begitu mendengar ucapannya, refleks aku menatap wajahnya dan membuat sendok di tanganku hampir terlepas. “D-dengan saya, Tuan?” tanyaku tergagap.Raynard hanya mengangguk sekali. “Ya. Denganmu.”Aku menganggukkan kepala cepat, berusaha menyembunyikan rasa gugup yang jelas terpampang nyata di wajahku. “B-baik, Tuan,” sahutku lirih.Begitu kami semua selesai menyantap makanan, Kenzo buru-buru berlari kecil ke ruang keluarga sambil membawa mainannya dan berteriak memanggil Sus Rini. Tersisa aku dan Raynard yang sama-sama dilanda rasa canggung, tanganku bergerak ikut merapikan piring, tapi sebelum membawanya ke dapur, Raynard kembali bersuara.“Letakkan saja. Biar orang rumah yang membereskan,” ujarnya singkat.Aku terdiam sejenak, kemudian menunduk patuh. “Baik, Tuan ....”“Sekarang ikut saya.”Aku mengangguk sekali lagi, kini langkah kakinya terdengar mantap menuju ke lantai atas, sementara aku masih menatap punggungnya yang begitu tegap.“Ehm,” dehamnya membua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status