Share

Bab 7 - Rumah Kedua

Penulis: Anidania
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-09 11:17:48

Ayahnya kini sudah berdiri tepat di depan kami. Sorot matanya begitu menusuk, aura dinginnya membuatku semakin sulit bernapas. “Lepaskan dia,” perintahnya dengan suara rendah.

Tanganku terayun di udara, sementara bibirku hendak merespon ucapanya, tapi Kenzo lebih dulu menjawabnya, “Nggak! Aku nggak mau! Aku takut kalau Mommy pergi lagi … Aku nggak bakal lepasin!”

Ayahnya menarik napas berat, rahangnya terlihat semakin mengeras, jelas ia tengah menahan sesuatu di dalam dadanya. Tangannya terulur, hendak memisahkan kami dengan paksa. Namun, begitu jemarinya menyentuh bahu kecil Kenzo, bocah itu kembali menjerit histeris, memelukku lebih erat lagi, seolah tubuh mungilnya menolak disentuh siapa pun kecuali aku. “Nggak! Aku mau Mommy!”

Aku semakin terpaku dibuatnya, otakku seakan tak bisa mencari jalan keluar dari situasi ini, mataku hanya bisa menatap balik tatapan dingin pria itu, sementara hatiku sendiri semakin diremuk oleh tangisan anak kecil yang bahkan baru saja kukenal.

Tanganku terulur memegang kedua bahunya, “Lepasin dulu ya,” ujarku dengan suara lembut, berharap kali ini ia akan menurutinya.

Ia menggelengkan kepalanya, “Aku mau dipeluk Mommy,” tolaknya mentah-mentah.

“Baik,” putus pria itu dengan menghela napas panjang. “Kalau begitu, ikut saya ke ruangan,” perintahnya dengan tatapan menusuk lalu berbalik meninggalkan ketegangan yang masih tersisa di antara kami.

Aku menatap babbysitter itu, sekilas, mencoba meminta jawaban dari apa yang diinginkan pria itu. Dan, hanya sebuah anggukkan singkat yang ia berikan padaku, tanpa ingin menjelaskan lebih banyak. Aku menghela napas lelah, pandanganku beralih pada sapu dan pel yang kini tergeletak di lantai.

"Lepas sebentar, ya ... Tante mau menyimpan sapu dulu," ujarku singkat. Ajaib! Anak itu bahkan melepaskan pelukannya tanpa perlawanan sedikitpun, lalu berangsur mengikuti langkahku tanpa takut, seolah aku bukanlah ancaman baginya.

Sesampainya di dalam ruangan yang mewah itu, hawa dingin semakin menekan tubuhku. Aku duduk di sofa dengan Kenzo yang masih menempel erat di pangkuanku, kini wajahnya tertanam sempurna di dadaku. Bocah itu masih sedikit sesenggukan, genggamannya begitu kuat seolah aku akan menghilang jika ia melepasnya sedikit saja.

“Kenzo,” suara ayahnya terdengar berat dan tegas, meski masih jelas ada nada sabar yang mungkin dipaksakan. “Lepaskan. Dia bukan Mommy-mu ... dan kita harus pulang.”

 Ia menggeleng lebih kuat. “Aku mau pulang sama Mommy…” gumam Kenzo, dengan suara yang serak oleh tangis.

Ayahnya kembali menatapku tajam, seakan aku adalah masalah yang baru saja jatuh dari langit. “Kamu. Tolong bujuk dia,” ujarnya dingin.

Aku menelan ludah dengan susah payah, lalu refleks menganggukkan kepala, tanganku bergerak mengusap rambut Kenzo dengan hati-hati. “Sayang … dengerin Tante ya. Tante bukan Mommy kamu. Tapi kamu boleh kok ketemu sama Tante terus, besok kamu bisa ke sini lagi … sekarang, kamu pulang sama Daddy kamu, ya.”

Namun, bocah itu malah menangis lebih keras, tubuh mungilnya kembali gemetar. “Nggak! Aku tahu Mommy! Aku hafal baunya! Aku nggak mau tinggal sama siapa-siapa, aku maunya pulang sama Mommy!”

Ayahnya mendengus kesal, jelas ia mulai kehilangan kesabarannya. Tubuhnya berangsur mendekat, lalu berjongkok di depan kami, tatapannya lurus menusuk mata Kenzo. “Kenzo, cukup. Pulang sama Daddy.”

Bocah itu langsung menggeleng, tangannya mencengkeram bajuku lebih erat, bahkan kakinya melingkar di pinggangku, seolah mengikatku agar tak bisa ditarik paksa. “Enggak! Aku mau sama Mommy!”

Helaan napas panjang lolos dari bibirnya, seperti mengerahkan seluruh kesabaran yang tersisa. Ia mengangguk sekali, lalu berdiri dan kembali menjaga jarak di antara kita. “Baik," ujarnya dingin. “Kalau begitu ... Suster, tolong panggilkan HRD mall ini,” perintahnya penuh kuasa.

Jantungku berdegup kencang. Apa yang sebenarnya akan terjadi padaku sekarang? Sementara Suster yang dimaksud langsung bergegas menuruti perintah tuannya, ia berlalu dan meninggalkan kami dalam situasi yang menegangkan.

Beberapa menit kemudian, pintu ruangan kembali terbuka, membawa Pak Bayu dengan tatapannya yang penuh kehati-hatian saat melihat pemandangan di hadapannya, seorang bocah yang menangis keras-keras, melingkari tubuhku erat, sementara sang ayah berdiri tegak dengan wajah menegang.

“Permisi, ada yang bisa saya bantu, Tuan?” tanya Pak Bayu hati-hati.

Ayah Kenzo melirik tajam, lalu menunjuk ke arahku. “Anak saya tiba-tiba menempel pada perempuan ini, menangis dan menyebutnya ‘Mommy’, ia bahkan menolak ikut pulang bersama saya,” jelasnya dengan datar. “Tolong bantu luruskan situasi.”

Pak Bayu menoleh ke arahku dengan raut bingung. “Safira … bisa jelaskan?”

Aku menelan ludah, lalu mengangguk singkat. “Saya … tengah berjalan untuk kembali memulai pekerjaan saya. Saya bahkan tidak mengenal anak ini sebelumnya, tapi dia tiba-tiba berlari memeluk saya dan … tidak mau melepaskannya.”

Kenzo menggeleng cepat, menolak semua fakta yang aku ucapkan. “Enggak! Dia Mommy! Aku nggak mau ikut siapa-siapa. Aku mau sama Mommy!” ujarnya tengah tangisan yang kembali pecah di pelukanku.

Ayahnya menghela napas panjang, menekan pelipisnya dengan jari seakan sedang menahan ledakan emosi yang semakin memuncak. “Begini saja,” ujarnya pada akhirnya. “Kalau dia menolak pulang dengan saya, maka … perempuan ini akan ikut. Sampai saya bisa meyakinkan Kenzo.”

Mataku melebar tak percaya. “A-apakah itu perlu, Tuan?” tanyaku pelan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   MJIC 22 - Perhatian Raynard

    Malam hari berjalan dengan begitu cepat, Sus Rini sedang merapikan mainan di sudut ruangan. Aku duduk di sebelah Kenzo, mencoba fokus pada TV yang menyala, tapi jauh di dalam hati, aku masih terbayang kejadian di mall tadi siang.Notifikasi video call berbunyi di ponselku, sontak mengalihkan perhatian kami. Aku dengan cepat mengangkat ponsel dan menerima panggilan itu.“Hallo.”Kenzo langsung berdiri di sofa begitu mendengar suara dari ponselku. “Daddy! Daddy!” teriaknya girang, lalu duduk tepat di pangkuanku.Wajah Raynard muncul di layar—tengah berdiri di sebuah ruangan hotel dengan lampu kuning temaram, ia mengenakan kemeja putih dan dasi yang sudah sedikit longgar, wajahnya mengisyaratkan rasa lelah yang begitu kentara.Tapi begitu melihat Kenzo ... wajahnya kembali melunak.“Kenzo,” sapanya pelan.“Daddy!! Aku kangen! Monty juga!” ujar Kenzo sembari mengangkat bonekanya tepat ke kamera, membuat Raynard mengangkat alisnya.“Oh begitu?” jawab Raynard menatapku sekilas di layar. Tat

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 21 - Mereka Jahat

    Sus Rini yang berjalan di sampingku tampak menatapku sekilas, lalu menunduk, mungkin menyadari ada sesuatu yang tidak beres dari raut wajahku. “Safira, kamu nggak apa-apa?” tanyanya hati-hati.Aku menggeleng pelan, memaksakan senyum. Tapi senyum itu langsung pudar ketika pandanganku tanpa sengaja bertemu pantulan kaca di etalase toko — menampilkan wajahku sendiri yang terlihat pucat dan tegang.Melihat perubahanku, berdeham. “Tadi ... mereka itu siapa?” tanyanya pelan, seolah takut salah bicara.Aku menarik napas panjang, mencoba mengatur nada suaraku agar tetap tenang. “Itu ... mantan suami,” jawabku lirih. “Dan perempuan yang bersamanya ... sepupunya.”Sus menatapku kaget tapi cepat-cepat menundukkan kepala, merasa bersaah. “Oh ... maaf, saya nggak tahu.”Aku tersenyum tipis, menganggukkan kepala sekali. “Nggak apa-apa, Sus. Saya juga nggak nyangka bisa ketemu mereka di sini,” jawabku diiringi tawa getir.“Monty kenapa?” tanya Kenzo polos, ketika menunggu antrean di depan kasir..Ak

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 20 - Sombongnya Nesya

    Mereka berjalan beriringan, tangannya menggenggam lengan Alvin dengan manja, sementara pria itu hanya tersenyum tipis seperti biasa—senyum yang dulu begitu kukenal.Tubuhku terasa dingin. Aku ingin berbalik, berpura-pura tidak melihat, tapi suara mereka sudah terlalu dekat.“Oh, aku nggak salah lihat ternyata,” suara Nesya terdengar lembut tapi penuh nada sinis. “Safira?” ulangnya memastikan.Aku menatapnya perlahan, mencoba mempertahankan sisa ketenangan di wajahku. “Nesya,” sapaku singkat.Matanya menelusuri tubuhku dari atas ke bawah, dari baju sederhana dan rambut yang diikat seadanya, lalu berhenti pada tangan kecil Kenzo yang menggenggam jariku erat. Senyum miring terbit di bibirnya. “Sekarang kamu kerja jadi babysitter, ya?”Aku menelan ludah, tak tahu harus menjawab apa. Suaranya bukan sekadar bertanya—tapi penghinaan halus yang menusuk lebih dalam daripada rasa sakit yang ia berikan sebelumnya.Sementara Alvin, mantan suamiku, hanya berdiri diam di sebelahnya. Wajahnya datar,

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 19 - Pertemuan Tak Terduga

    “Jangan sampai dia merasa kehilangan sosok ayah, meskipun saya nggak ada di sini,” ucapnya singkat setelah menimbang beberapa saat.Aku menelan ludahku sendiri, mencoba menyembunyikan debaran di dadaku yang semakin keras. “Baik, Tuan. Saya akan berusaha,” janjiku, menganggukkan kepalaku sekali.Dengan satu helaan napas panjang, Raynard melangkah keluar, tannpa kata perpisahan sedikitpun untuk ... ya, Kenzo. Pintu tertutup dengan pelan, meninggalkan keheningan yang langsung memenuhi seisi ruangan. Tatapanku tertoleh pada Kenzo yang masih menatap pintu dengan wajah yang semakin sendu, membuat mobil-mobilannya terhimpit erat dalam genggamannya.Bocah kecil itu akhirnya menoleh padaku, dengan mata yang terus menahan kepedihan. “Monty ... Daddy pulang lagi kan?” tanyanya polos, suaranya yang lirih membuat hatiku seolah diremas oleh rasa sakit yang tak terhingga.Aku berjongkok, menyejajarkan badanku dengannya, menangkup pipinya dengan lembut seraya menganggukkan kepalaku pelan. “Iya, Sayan

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 18 - Berpamitan

    Pagi hari kembali menyapa, menampakkan cahaya matahari yang menembus melalui tipis tirai di jendela kamar. Aku baru saja selesai merapikan tempat tidur ketika suara langkah kecil terdengar dari luar kamarku. Pintu kamar terbuka dengan perlahan membuatku menoleh, di ambang pintu, menampakan wajah Kenzo yang masih setengah mengantuk, rambutnya berantakan, dan boneka kecilnya tergenggam erat di tangan mungilnya.“Monty ...,” panggilnya pelan sambil menyeret langkahnya masuk.Aku memaksakan senyum, walaupun masih terkejut dengan kedatangannya, lalu buru-buru berjongkok dan merentangkan tangan untuk menyambutnya. “Kenzo, udah bangun? Kenapa nggak sama Sus Rini?” tanyaku mengusap rambutnya.Bocah itu menggelengkan kepala, sementara matanya kembali berkaca-kaca. “Aku nggak mau pergi kalau Monty nggak ikut ...,” ujarnya dengan lirih.Aku kembali terdiam, hatiku tercekat melihat wajah mungil itu yang selalu menunjukkan ketulusan. “Kenzo ... kan semalem kamu udah janji sama Monty kalau kamu mau

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 17 - Ajakan Ke Luar Negeri

    Raynard menyipitkan matanya dan menatapku dari spion kecil, lalu menggelengkakn kepala. “Kalau kau tidak pantas, saya tidak akan pernah menawari kontrak itu. Kau hanya harus belajar untuk percaya ... entah pada dirimu, atau pada saya, dan orang lain.”Deg. Ada sesuatu yang menohok tepat di dadaku, kata ‘percaya’ yang selama ini aku sematkan pada keluargaku ... namun pada kenyataannya, mereka mengkhianatiku dengan rasa sakit yang luar biasa. Aku buru-buru memalingkan wajahku, berusaha menyembunyikan perasaan yang membuncah entah apa namanya.Tak lama kemudian keadaan mobil menjadi hening sampai pada akhirnya mobil berhenti tepat di halaman rumah. Aku buru-buru meraih tas kecilku dan menyelempangkan di pundak, sementara satu tanganku meraih tangan Kenzo untuk kugenggam, aku bersiap membuka pintu, tapi belum sempat aku membkanya, pintu di sampingku sudah lebih dulu terbuka dari luar membuatku sedikit terlonjak. Raynard berdiri di sana, dengan badan yang tegap dan tatapan dingin, tapi tan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status