Share

Bab 3

Gemerlap lampu berwarna-warni menghiasi ruangan diskotik yang dipenuhi banyak orang bergerak meliuk bebas di lantai disko.

Di sudut ruangan nampak Sadam sedang minum di temani temannya yang bernama Arya.

Hampir tiga botol minuman yang dia habiskan sendiri, sementara Arya hanya minum segelas kecil saja. Arya tak mau mabuk apalagi saat ini Sadam mabuk parah dan tentu dia yang harus mengantarkan Sadam pulang agar tak terjadi hal buruk pada sahabatnya itu.

"Sudah cukup! Kita pulang sekarang," cegah Aryo saat Sadam kembali menuangkan minuman beralk*hol ke dalam gelas.

Mata Sadam sudah merah, gerak tubuhnya pun sudah keleyengan tampaknya dia mabuk parah dan harus dihentikan.

"Sebentar lagi, tanggung. Ini juga belum habis, kamu gak mau? Ya udah aku aja yang minum," ucap Sadam sambil menepis lengan Arya dan kembali menenggak minuman itu.

Ponsel Sadam yang tergeletak di atas meja tampak berkedip-kedip menandakan ada telepon masuk.

Arya membaca nama yang tertera pada layar ponsel, rupanya itu telepon dari Nadine, istri Sadam.

"Bro, istrimu telepon tuh! Dia pasti nungguin kamu pulang. Kasihan, angkat teleponnya," titah Arya.

"Istri? Istri yang mana, huh?" ujar Sadam dengan mata teler dan meracau aneh.

"Istri mana lagi? Emang kamu punya berapa bini? Itu Nadine nelepon, angkat gih!" gerutu Arya mulai kesal.

Sadam malah terkekeh, mendengar nama Nadine rasanya membuat kuping pria itu panas. Kemarahan kembali bergejolak dalam dada saat nama Nadine di sebut-sebut.

Bukannya mengangkat telepon, dia malah tertawa tak jelas. Dalam tawanya penuh kebencian.

"Nadine? Cewek penipu!" kekeh Sadam membuat Arya tak mengerti maksud perkataannya.

"Cewek penipu gimana maksudnya?" tanya Arya tak mengerti.

"Dia memang penipu. Menikahi Nadine sama seperti membeli kucing dalam karung, kamu tau kenapa? Dia tak sebaik dan selugu yang kamu pikir. Dia hanya wanita j*lang yang menutupi aibnya dengan berpura-pura menjadi wanita baik, padahal zonk!" Sadam kembali meneguk minuman yang hanya tinggal sedikit lagi dalam gelasnya.

Mengusap sudut bibir dengan kasar saat air yang dia minum menetes sedikit di bibirnya.

Sementara Arya hanya terdiam tak mengerti kemana arah pembicaraan Sadam. Yang ia tau, Nadine adalah wanita baik yang sangat lembut dan merupakan istri idaman bagi pria manapun. Selain itu dia juga cantik, banyak nilai plus yang dimiliki Nadine. Tapi kenapa Sadam berkata demikian? Apa mungkin karena pengaruh alk*hol dia jadi seperti itu? Bicara ngelantur tak jelas.

Arya tak percaya begitu saja. Dia tau betul jika Sadam begitu mencintai Nadine, bahkan Sadam sampai rela menentang ibunya yang tak pernah merestui hubungan mereka. Bisa menikah pun karena Sadam mengancam pergi dari rumah dan memutuskan untuk putus hubungan dari keluarga Prasetyo. Sementara Sadam merupakan anak semata wayang dari pasangan Prasetyo dan Saras.

Oleh karena itu, kedua orang tua Sadam terpaksa mengikuti keinginan putra mereka yang ingin memperistri Nadine yang berasal dari keluarga sederhana. Biar bagaimanapun Sadam merupakan pewaris tunggal harta kekayaan mereka, jika Sadam tidak ada lantas siapa yang akan meneruskan usaha yang telah Prasetyo rintis sejak lama?

Sebenarnya hanya Saras yang tak merestui hubungan Sadam dengan Nadine, alasannya karena Nadine katanya tak sekelas dengan keluarga mereka. Sementara Prasetyo membebaskan Sadam untuk memilih pendamping hidupnya sendiri.

Seketika muncul seorang wanita berpakaian seksi menghampiri tempat Sadam dan Arya duduk. Wanita itu mencoba menggoda Sadam dengan duduk di pangkuan Sadam yang tengah mabuk berat. Dengan harapan dia bisa membawa Sadam ke room, dengan begitu dia bisa mendapatkan bayaran dari Sadam.

"Tampan, kamu sudah sangat mabuk. Aku akan membuatmu melayang bersamaku jika kamu mau," goda wanita itu mengelus rambut Sadam yang sedikit basah.

Sadam memicingkan mata, mendorong kasar wanita itu hingga berdiri dengan wajah kesal.

Untung saja tak sampai jatuh, dengan sigap berdiri saat Sadam mendorongnya.

"Aku gak suka wanita seperti kamu! Pergi sana!" usir Sadam.

"Bilang saja gak punya duit, dasar cowok kere! Tampangnya saja yang mirip orang tajir nyatanya gak mampu bayar wanita secantik aku, pake acara nolak segala lagi," gerutu wanita itu namun tak terdengar jelas oleh Sadam yang mabuk.

Sadam anteng saja minum, tak peduli ocehan wanita yang berlabel kupu-kupu malam itu.

Arya hanya menyaksikan mereka berdua. Merasa di perhatikan oleh Arya, wanita itu pun kini beralih menggoda Arya. Demi bisa mendapat upah malam ini, dia rela menjatuhkan harga dirinya sebagai perempuan.

Baru saja wanita itu akan melangkah mendekat pada Arya.

Arya sudah lebih dulu mengibaskan tangannya. Wanita seksi itu menghentakkan kaki dengan kesal lantas berlalu pergi dengan mulut mengerucut dan muka ditekuk.

"Sadam, kasihan istrimu pasti menunggumu pulang. Lagian kamu ini penganten baru, ngapain coba berada di sini. Kalau Nadine tau kasihan dia. Seharusnya kamu menghabiskan malam bersama istrimu, bukan di sini," ucap Arya mengingatkan.

"Jangan sebut nama wanita itu lagi! Aku muak mendengarnya." Sadam menyimpan kasar gelas di atas meja.

Dia benar-benar sudah mabuk parah, bahkan sesekali menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sambil memijit keningnya yang pusing juga mata yang berkunang-kunang.

"Jangan ngaco! Ayo kita pulang, kamu sudah mabuk!" Arya bangkit dan membantu Sadam untuk bangun.

Sedikit heran melihat Sadam mabuk parah seperti sekarang. Sudah lama Sadam tak pernah menyentuh minuman beralk*hol.

Tapi saat ini Sadam sudah menghabiskan hampir banyak botol minuman. Membuat Arya sedikit heran dan penasaran. Berbagai dugaan menggelembung dalam pikirannya.

Apakah Sadam sedang punya masalah dengan Nadine? Tapi apa? Bukankah seharusnya mereka menikmati masa bulan madu, secara mereka ini adalah pengantin baru. Bahkan baru kemarin akad dan pesta berlangsung.

Arya memapah Sadam masuk ke dalam mobil. Dia harus mengantarkan temannya itu ke rumahnya.

Di kediaman Prasetyo.

Nadine memeluk lututnya saat hawa dingin menerpa tubuh. Dia menunggu suaminya yang tak kunjung pulang sedari siang tadi. Tak pula ada kabar dari Sadam. Entah dimana suaminya itu hingga larut begini belum juga pulang.

Nadine melirik jam dinding yang menempel di salah satu tembok. Jarum jam hampir menyentuh angka 12, tandanya sudah mulai tengah malam namun Sadam suaminya belum juga datang.

Ada rasa khawatir juga gelisah memenuhi hati Nadine. Sebagai istri, dia takut terjadi hal buruk terhadap suaminya. Hingga ia tak bisa tidur sebelum Sadam datang.

Suara mobil terdengar dari bawah sana. Nadine bangkit dan berlari kecil membuka tirai jendela kamarnya.

Nampak mobil milik Sadam memasuki halaman rumah Senyuman terbit dari bibirnya saat mengetahui bahwa suaminya telah datang.

Nadine menyambar kimono yang di letakan sembarang di atas sofa, melangkah turun ke lantai dasar untuk membukakan pintu.

Para penghuni rumah tampak sudah tidur kecuali dirinya.

Betapa terkejutnya Nadine saat mendapati suaminya sedang dalam keadaan mabuk berat dan di antar oleh Arya.

"Mas Sadam?" desis Nadine menahan suaranya agar tidak membangunkan mertuanya.

"Dia mabuk, bawa dia masuk," ucap Arya.

Dengan sigap Nadine melingkarkan lengan suaminya di pundak. Berniat membantu Sadam masuk ke dalam.

"Bisa sendiri atau mau aku bantu?" tanya Arya melihat Nadine kerepotan karena Sadam sempoyongan.

"Bisa kok, makasih ya, Mas," ucap Nadine dan Arya pun pamit pada akhirnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status