Short
Saat Cerai Bukan Lagi Sekadar Kata

Saat Cerai Bukan Lagi Sekadar Kata

By:  GalaxyCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
11Chapters
7views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Cinta lama Yohan baru saja bercerai. Malam itu, Yohan melemparkan surat cerai yang ke-99 padaku. "Chika lagi patah hati, dia belum bisa bangkit dari kesedihan. Aku harus menjaganya." Anak laki-lakiku yang berumur tujuh tahun juga ikut menasihati. "Kamu cepat pergi saja, biar Tante Chika pindah ke sini. Rumah kita nggak butuh pembantu seperti kamu." Ayah dan anak itu yakin aku akan marah-marah, menangis, dan memohon supaya mereka tidak mengusirku. Tapi kenyataannya, aku hanya mengangguk pelan. Lalu diam-diam menandatangani surat cerai itu. Sepuluh tahun kemudian, anakku diwawancarai sebagai peraih nilai tertinggi ujian nasional. Wartawan bertanya padanya, "Nak, apa yang membuatmu tetap semangat belajar selama ini?" Dia terdiam sejenak, matanya memerah di depan semua orang. "Karena aku ingin bilang ke Ibu, aku sudah dewasa sekarang. Bisa nggak Ibu pulang? Jangan tinggalkan aku lagi."

View More

Chapter 1

Bab 1

"Bu Sania, surat cerai ini sah. Begitu Anda menandatangani, dalam sebulan pernikahan Anda akan otomatis berakhir."

Aku menghela napas lega setelah mendengar kepastian itu. Aku menoleh ke paket yang terbuka di lantai.

Itu hadiah ulang tahunku yang ke-27 dari anak laki-lakiku yang berumur tujuh tahun.

Satu kotak berisi kondom bekas pakai, dan satu foto keluarga bertiga yang tampak bahagia.

Di foto itu, Yohan memeluk erat wanita di sampingnya, dengan wajah lembut yang belum pernah kulihat sebelumnya.

Anakku yang biasanya nakal juga terlihat manis. Dia bersandar di dada wanita itu dengan wajah penuh kagum.

Tapi, wanita di foto itu bukan aku.

Dia adalah cinta lama Yohan yang baru pulang ke tanah air setelah bercerai.

Kondom itu juga bukan merek yang biasa kupakai, tapi merek kesukaan Chika dengan aroma keju yang khas.

Hari ini usiaku genap 28 tahun.

Pagi-pagi sekali, Yohan sudah marah besar hanya karena aku melangkah ke ruang tamu dengan kaki kiri lebih dulu. Kemudian, dia pergi bersama anak kami dengan wajah kesal.

Katanya aku harus tinggal di rumah untuk merenung dan introspeksi diri.

Aku tahu itu cuma alasan supaya Yohan tidak perlu merayakan ulang tahunku.

Hal seperti ini sudah sering terjadi sejak Chika kembali ke tanah air setahun yang lalu.

Seperti waktu listrik di rumah Chika padam, Yohan bilang ingin menemaninya.

Alasannya, masakanku terlampau tidak enak sampai dia terpaksa membawa anak kami makan di luar.

Padahal dia lupa kalau aku punya sertifikat juru masak. Dia punya perut yang sensitif karena sering minum alkohol saat acara kantor.

Ketika semua lilin dari toko kue sudah habis terbakar, akhirnya terdengar suara kunci pintu dari luar.

Anakku masuk sambil menarik tangan Yohan dengan bersemangat, bercerita tentang betapa serunya naik roller coaster hari ini.

Yohan tersenyum tipis. Di kerah kemejanya masih ada bekas lipstik berwarna merah muda.

Warnanya sama seperti tren warna lembut yang sedang populer tahun ini.

Senyum di wajah mereka langsung menghilang begitu melihatku.

Yohan menggandeng Leon masuk, lalu dengan acuh menarik sebuah kotak kecil dari sakunya dan melemparkannya padaku.

"Hadiah ulang tahunmu."

Aku melirik sekilas, tanpa perlu membuka sudah tahu bahwa isinya gelang.

Merek dan modelnya sama seperti sebelumnya. Lima tahun menikah, aku sudah menerima gelang itu 17 kali.

Setiap kalinya seolah mengingatkanku betapa sedikitnya perhatian Yohan padaku.

Sementara di media sosial Chika.

Hari ini dia mengenakan gaun terbaru dari rumah mode Kanel. Besoknya memamerkan vas antik dari lelang, lalu lusa, besok lusanya...

Dalam sebulan, tidak ada satu pun yang berulang.

Sorot mataku perlahan meredup saat mengingat semua hadiah beragam yang Chika tunjukkan di media sosial. Aku pun berdiri dan pergi.

Ada sedikit keterkejutan di mata Yohan, yang segera berubah menjadi marah.

“Sania, aku sudah dengan sepenuh hati menyiapkan hadiah untukmu, tapi kamu malah bersikap seperti ini?”

"Pantas saja ibuku selalu bilang kamu nggak pantas tampil depan umum. Ternyata benar, kamu memang nggak tahu sopan santun."

Langkahku terhenti, aku tidak bisa menahan diri untuk tertawa.
Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
11 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status