Share

004. Kesabaran Suami

Sudah pukul delapan malam, tetapi Rizky belum juga pulang. Luna sebenarnya ingin menanyakan, sekedar mengirimkan pesan, namun gengsi. Rasa sakit di hatinya karena melihat chat Zizi dan dugaan Rizky pergi karaoke dengan orang-orang kantor, membuat dadanya kian sesak. Ia tak ingin suaminya pergi dengan wanita lain, meski ramai sekali pun. Akan tetapi, sejak tadi, ia pun tak pula sudi menanyakan. Padahal, siang tadi, Rizky sempat menelepon, tetapi tidak dijawab sama sekali. Chat-nya pun juga diabaikan. Kalau sudah begini kejadiannya, siapa yang perlu dipersalahkan?

Sejak Magrib, perut Luna sudah terasa perih karena lapar. Terakhir mengisi lambung, tengah hari tadi. Cemilan di dalam lemari pendingin pun juga sudah ludes, dan tak mampu menyangga rasa lapar terlalu lama.

Lima menit kemudian, terdengar suara pagar dibuka. Tanpa melihat pun, Luna sudah tahu jika yang pulang adalah suaminya. Debar di dada kian kencang, ketika Rizky mengucapkan salam di ambang pintu yang juga tidak dikunci. Luna memilih tiduran di kamar. Posisinya sama seperti sore kemarin, memeluk guling dan membelakangi pintu.

“Sayang, kamu di kamar?” tanya Rizky sambil terus melangkah menuju bilik tidur mereka.

Baru saja gagang ditekan, lalu pintu terbuka, ia sudah melihat punggung sang istri yang mengenakan piyama polkadot merah. Rizky mendadak khawatir, buru-buru ia letakkan tas kerja di dekat meja, kemudian duduk di sisi kasur. Perasaannya gusar sebelum meraba dahi sang istri. Ia takut Luna tiba-tiba demam, sebab sejak tadi tidak menjawab telepon atau pun membalas pesan darinya. Namun, ternyata dugaannya salah besar. Perempuan itu malah menepis tangan yang meraba kening.

Rizky sontak terkejut, di satu sisi pun bersyukur, sebab sang istri baik-baik saja.

“Kamu kenapa?” tanya pria itu, memperhatikan Luna yang menggeser tubuhnya ke tengah; menjauh darinya. Namun, tidak ada jawaban dari perempuan itu.

“Sayang, Abang nggak akan pernah tahu masalahnya, kalau kamu terus diam kayak gini. Kalau ada yang salah, lebih baik bilang terus terang. Biar kita bisa cari jalan keluarnya. Atau kalau nggak ketemu juga, kita aja yang keluar jalan-jalan.”

Tadinya Rizky sempat tersulut amarah, melihat sikap Luna yang tak berubah juga. Akan tetapi, ia sudah berjanji di dalam diri, untuk tidak akan pernah membuat istrinya sedih karena hal itu. Pria tersebut lantas tertawa, berdiri, lalu berjalan ke sisi sebelah.

Belum sempat ia melihat wajah Luna, perempuan itu sudah memutar tubuh membekalanginya kembali.

“Sayang, hei, sini lihat Abang. Kamu kenapa, sih? Marah karena Abang pulang telat? Kan tadi Abang nelepon mau bilang soal ini ….” Ucapan Rizky terjeda, sebab Luna sudah lebih dulu memotongnya.

“Apa? Mau bilang pulang kerja pergi karaokean, gitu?” tanya perempuan itu tanpa merubah posisi sama sekali. Intonasi suaranya memang keras, tetapi diiringi dengan getar yang menandakan bahwa ia tengah menahan tangis.

“Lho? Kok, karaokean, sih? Abang ada rapat mendadak sama pihak bank dan juga OJK. Ini terkait seminar kemarin, Sayang.”

Luna tetap tak mau percaya. Bayang-bayang keasyikan Rizky dan wanita bernama Zizi yang cantik itu berkaraoke ria, terus mengganggu di dalam benak, hingga membuatnya tergugu sendiri.

“Bohong!”

“Astagfirullah. Abang nggak pernah bohong sama kamu, Luna. Buat apa? Abang tiap hari kerja, fokusnya memang buat kerja aja. Nggak ada mikiran hal lain. Apalagi buat karaokean, mana sempat. Mending Abang pulang, ajak istri Abang yang seharian nunggu di rumah keluar, dari pada ngelakuin hal yang udah nggak perlu dikerjakan lagi,” jelas Rizky tulus.

Selama sepuluh bulan ini, pria itu benar-benar telah berusaha sekuat tenaga menjadi suami yang baik untuk Luna. Ia ingin membina dan menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah bersama wanita pilihan. Meski sesekali sempat terniat hendak menghabiskan waktu bersama teman-teman, sekedar nongkrong sampai tengah malam, tetapi Rizky terus mencoba menahan diri. Ia tak ingin berbuat tidak adil kepada Luna yang rela berhenti bekerja, hanya demi mengabdi untuk menjadi istri salehah untuknya.

“Aku baca chatting grup kantor Abang. Aku lihat ada yang namanya Zizi siapa tu, dia sengaja nge-tag nama Abang, terus maksa buat ikutan karaokean. Aku benci bacanya!”

Luna terisak. Ia memeluk guling kian erat.

Sementara Rizky hanya mampu mengulum senyum. Ada-ada saja hal yang dilakukan perempuan yang berstatus istrinya itu. Entah untuk apa gunanya memeriksa sesuatu yang tak ada manfaat sama sekali demi kewarasan hati dan pikiran sendiri.

Pria yang masih mengenakan seragam ASN itu, mendekat. Ia menggapai bahu sang istri yang terus ditepis, hingga akhirnya Rizky pun ikut berbaring, lalu memeluk Luna dari belakang dengan erat.

“Lepasin!” Wanita yang tengah terbakar cemburu itu, memberontak. Sikunya bahkan mengenai bagian tubuh Rizky beberapa kali.

“Nggak, Abang nggak akan lepasin. Terserah, deh, mau diapain juga. Abang nggak akan laporin kamu karena kasus KDRT. Beneran.”

Baru saja selesai mengucapkan kalimat itu, pergelangan tangannya yang mengait tubuh si Istri, digigit juga. Namun, tak serta merta membuat Rizky melepaskan pelukannya. Ia menahan meski Luna melakukan dengan sekuat hati.

Pria itu malah terus menciumi kepala sang istri, seolah tak merasakan sakit apa-apa hingga akhirnya Luna berhenti menggigit. Tubuhnya yang sejak tadi menegang dan memberontak pun melemah.

“Kalau kamu lihat semuanya, kamu pasti tahu, Abang nggak balas sedikit pun tag dari dia. Jadi, tolonglah, jangan begini terus, ya. Abang bener-bener udah janji di dalam hati, hanya akan mencintai kamu seorang. Janji ini bukan sembarang janji. Allah langsung yang menyaksikan dari atas sana. Abang nggak berani mengkhianati kepercayaan Allah dengan berbuat curang di belakang kamu.”

Rizky terus berusaha meyakinkan. Ia tahu, Luna sebenarnya memiliki perasaan yang lembut. Apa yang dilakukannya saat ini, semata-mata hanya karena ketidakpercayaan diri saja. Dan sudah menjadi tugas Rizky untuk terus membuatnya tidak mudah minder terhadap apa dan siapa pun juga.

“Kamu itu tetap cantik di mata Abang, Sayang. Udahlah. Jangan menyiksa diri dengan pikiran yang enggak-enggak kayak gitu.”

Kali ini, Luna menghela napas dalam. Ia lantas bangkit setelah Rizky melepaskan pelukan.

“Aku minta maaf,” ucap perempuan itu kemudian. Ia duduk di sisi ranjang, membelakangi Rizky yang baru akan bangkit menyusulnya duduk di sebelah.

“Kamu nggak salah. Jadi, nggak perlu minta maaf. Abang cuma minta, lain kali, kalau ada hal yang mengganjal, mohon dibicarakan dulu, ya. Abang nggak mau, kamu kayak gini terus, Luna. Kamu jangan sampai stres. Abang nggak mau itu terjadi.”

Manik mata Rizky menyorot bagian perut Luna. Ia berharap ada benih yang tertinggal di sana. Semoga saja, uring-uringan istrinya kali ini, sebab mood yang berubah-ubah karena kehamilan. Walau, setiap kali dicoba tespack, tetap saja menunjukkan garis satu.

Luna menoleh ke arah Rizky. Matanya sudah bengkak karena terlalu banyak menangis.

“Aku nggak masak. Dan aku lapar,” keluhnya sambil mengusap perut.

Rizky tertawa, lalu mengelus kepala sang istri.

“Ayo, cuci muka. Ganti baju. Kita pergi makan keluar.”

***Next>>>

Komen (3)
goodnovel comment avatar
ida Sari
lucu banget ya Luna ,, cemburuan banget orng nya tp itu ga membuat Rizky marah sama sikap luna ,,dia tetap sabar menghadapi sikap istri nya yg selalu curiga dan cemburu,,Krn Rizky sdh berjanji dalam hati nya untuk selalu mencintai Luna dan menjadi suami yg baik buat istri,,Rizky bnr2 suami idaman..
goodnovel comment avatar
Endah Spy
dahh jangan ngambek lg mau di ajak makan di luar tuhh .. hehehe
goodnovel comment avatar
Endah Spy
duhh luna kamu yaa cemburunya berlebihan tp lucu sampe gigit mas rizky segala .. sabar bgt mas rizky ngadepin luna ..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status