Share

Sengaja Melakukannya

Author: Shinee
last update Huling Na-update: 2021-05-25 00:51:22

"Kenapa kau masih di sini?" Morin mendelik kesal ke arah Ellard yang duduk dengan kaki bersilang dan tangan bersedekap. Sorot matanya tertuju pada satu titik di mana Emily sedang berjalan tertatih dengan memegang salah satu tiang besi yang disediakan oleh Jovan.

Melihat hal itu, Ellard tahu bahwa Emily tidak mengalami kelumpuhan total di kakinya. Hanya butuh beberapa kali latihan, sepertinya wanita itu akan bisa berjalan kembali.

Ellard tersenyum sinis yang berhasil ditangkap oleh saudarinya. "Apa yang kau rencanakan?" seru Morin yang bisa melihat rencana jahat di tatapan adiknya.

"Berapa lama lagi ia bisa berjalan?" Ellard mengabaikan pertanyaan Morin, ia merasa pertanyaan Morin tidak penting dan? tidak ada kewajiban untuk menjawabnya. Dan yang paling penting tanpa ia menjawab pertanyaan Morin, ia yakin kakaknya itu sudah mengetahui jawabannya.

"Aku sedang bertanya padamu, Ell?!" sentak Morin, memaksa Ellard agar menoleh ke arahnya.

Ellard menatap Morin dengan wajah tenang, Morin tahu di balik wajah tenang itu tersimpan rencana jahat yang sempat tertunda. Morin tahu Ellard bukanlah pria bodoh, ia pasti tahu bahwa Emily akan bisa berjalan kembali.

"Tidakkah kau merindukanku? Hampir lima bulan kita tidak bersua."

"Kau mengabaikan panggilan, pesan, email dariku. Masih pantaskah kau untuk dirindukan?"

"Aku berlibur ke Dubai," Ellard mengumumkan.

"Bersemedi di gurun pasir?" sarkas Morin yang diangguki oleh Ellard.

"Dan bertanya pada pasir serta angin yang tidak memberikan kesejukan sama sekali, ada apa dengan keluargaku, kenapa mereka menahan wanita itu, wanita yang seharusnya mendapat hukuman karena sudah membunuh kekasihku, pusat kebahagiaanku. Aku bertanya-tanya, apakah kebahagianku tidak begitu penting untuk saudari dan iparku?" Ellard menatap Morin tepat di maniknya. Menatap penuh intimidasi. Tersirat luka di kedua mata yang terlihat sangat dingin itu. Ellard persis terlihat seperti dahulu sebelum bertemu dengan Naura. Dingin dan tak terjamah.

"Apakah kemarahanmu akan mengembalikan Naura_?"

"Apakah kau bisa memastikan Nauraku bahagia di alam sana disaat kematiannya terasa tidak adil!" Sinis Ellard dengan menyalip cepat kalimat Morin yang menggantung di udara.

"Yang pasti Nauramu tidak akan bahagia melihatmu tersiksa. Terkurung dalam kemarahan dan dendam yang tidak akan membuat semuanya membaik."

"Bijak sekali kalimatmu," puji Ellard namun tidak sungguh-sungguh dengan pujiannya. Wajahnya terlihat bengis saat melontarkan kalimat tersebut.

"Wanita memang racun dunia, dan itu benar-benar memuakkan!" Ellard menjeda ucapannya sesaat menunggu reaksi Morin atas pernyataannya itu. "Tentunya itu tidak berlaku pada Nauraku," imbuhnya begitu melihat mulut Morin bergerak untuk bersuara, ia terka Morin akan mengeluarkan protesnya.

"Lalu bagaimana denganku?"

Ellard mendengkus, "No comment!"

"Kau menyayangiku, aku tahu itu,"

"Dan aku benci fakta itu!" Ellard tersenyum tipis. Ya, ia sangat menyayangi Morin.

Morin kakak yang sangat baik baginya. Selalu ada disaat ia membutuhkannya. Wanita yang mengusap air matanya di kala ia manangis merindukan kasih sayang seorang ibu. Morin jugalah yang akan mengobati lukanya saat ia dengan sengaja melukai dirinya guna mendapat perhatian dari ibunya yang nyatanya tidak akan pernah menoleh padanya sekalipun darah sudah bercucuran dari tubuhnya.

"Kau sudah mengunjungi ibu? Dia menanyakan kabarmu."

"Wow, aku tersanjung. Sungguh aku tidak menyangka ia sangat perhatian sekali." Rahangnya mengeras, bahkan keduanya tangannya terkepal di sisinya.

"Ayolah Ellard.."

"Sepertinya wanita itu ingin memastikan apakah aku masih hidup dan masih berkeliaran di dunia yang fana ini."

"Ellard.."

"Ibuku sudah mati, kau tahu itu!" Ellard segera berdiri. "Kau membuat moodku semakin buruk."

"Kau mau ke mana?"

"Pemakaman." Ellard pun berlalu setelah melambaikan tangan ke arah Jovan.

Setelah lima bulan, akhirnya ia kembali menginjakkan kaki di negara yang memberinya begitu banyak luka dan kebahagiaan. Kebahagiaan yang tentunya ia dapatkan dari Naura. Dan semenjak kepergian wanita itu, yang tersisa hanyalah penderitaan dan kenangan menyesakkan. Ia butuh waktu untuk menenangkan dirinya dan nyatanya lima bulan tidak lah cukup untuk membuatnya kembali normal dan waras. Ia tetap butuh pelampiasan. Dan Emily adalah objek yang pas untuk hal itu.

Dari bandara, ia langsung mengunjungi rumah sakit dan menyadari hal itu ia berdecak kesal. Seharusnya ia ke pemakaman terlebih dahulu.

"Semuanya hanya karena wanita sialan itu," desisnya.

🕷

"Hebat, tidak sampai satu bulan, aku yakin kau akan mampu berjalan kembali," Jovan membantu Emily untuk duduk kembali di atas kursi roda. "Bagaimana dagumu, apa masih sakit?"

Emily menggelengkan kepalanya. "Morin sudah mengoleskan salep, ini tidak apa-apa," ujarnya sembari memegang dagunya. "Apakah aku sungguh akan bisa berjalan?"

"Tentu saja, tulangmu sudah kuat."

"Aku bahagia mendengarnya," tidak hanya ucapan belaka. Emily jujur dengan kalimat yang terlontar dari mulutnya, hal itu terpancar jelas di wajahnya.

"Begitu kakimu sembuh polisi akan datang kembali, apa kau sungguh tidak ingin menghubungi keluargamu?" Jovan bertanya penuh hati-hati. Sudah berulang kali ia dan Morin mencoba untuk membujuk Emily agar menghubungi keluarganya namun ia menolak untuk melakukannya.

"Aku ingin kembali ke kamarku, apakah Morin masih bersama kita," lagi, Emily berusaha mengalihkan topik. Jovan dan Morin saling melempar tatapan dan kompak menggidikkan bahu.

"Aku di sini," Morin segera mendekat dan mengambil alih untuk mendorong kursi roda Emily. "Kau pasti lelah,"

Emily hanya menganggukkan kepalanya.

"Kau sungguh tidak ingin menghubungi keluargamu, Emily. Sepertinya kau bukan dari negara ini," Jovan sudah mencari tahu tentang Emily di negara ini namun tidak menuai hasil. Emily tidak menggunakan nama keluarga di belakang namanya dan itu mempengaruhi pencariannya. Saat di bawa ke rumah sakit, tas miliknya juga tidak meninggalkan identitas tentang dirinya. Emily sedikit misteri.

"Aku tidak memiliki keluarga," mendengar jawaban Emily, Morin sontak berhenti.

"Ya Morin, aku tidak memiliki keluarga," lirihnya. "Aku tidak bisa menghubungi siapa pun."

"Bagaimana dengan walimu?"

"Sepertinya mereka tidak akan peduli dengan kondisiku dan sebaiknya mereka memang tidak perlu tahu dengan keadaanku."

"Jika polisi menangkapmu, bukankan media akan memuatnya."

"Itu juga yang kufikirkan." Emily mengembuskan napas panjang, wajahnya terlihat sedih dan itu pertama kalinya Morin melihat mimik yang berbeda dari wajah cantik wanita itu. Ya, Emily wanita yang sangat cantik dan anggun. Morin yang notabenenya seorang wanita juga jatuh hati padanya.

Saat ia dinyatakan buta, Emily juga tidak menangis dan histeris. Morin dan Jovan sudah bersiap untuk reaksi berlebihan yang akan ditunjukkan oleh seorang pasien yang dinyatakan kehilangan penglihatannya. Reaksi yang sangat wajar. Namun Emily berbeda, ia tidak menunjukkan reaksi apa pun. Wajahnya tetap tenang, ia juga bahkan tidak bertanya sama sekali.

"Katakan jika kau butuh bantuan," tawar Morin dengan tulus. Entah kenapa ia tidak bisa mengabaikan Emily begitu saja.

"Kau baik sekali." puji Emily.

"Dan ini hanya padamu," akunya jujur yang membuat Emily tergelak sehingga memperlihatkan barisan giginya yang putih. Dan ini pertama kalinya juga sejak ia menjadi seorang pasien.

"Aku seorang narapidana," ujarnya dengan santai.

"Kau mengakui bahwa kau sengaja menabrak mobil Naura?"

"Naura? Kau mengenalnya," Emily menahan kursi rodanya agar berhenti. Morin memilih bungkam. "Ya, Aku sengaja melakukannya." ungkapnya yang membuat Morin tercengang.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Wakhidah Dani
pasti ada alasan kan ?
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Istriku Cacat, Istriku Malang   Happy Ending

    "Wueekk!" Emily memuntahkan isi perutnya. Wajahnya pucat pasi, seakan menahan sakit yang luar biasa.Ellard pun terbangun begitu mendengar Emily muntah. Dengan sigap ia berlari ke dalam toilet."Kau baik-baik saja?" tanya Ellard penuh khawtir. "Wajahmu pucat. Apa kau memakan sesuatu yang salah?"Emily mengernyit, menatap bingung ke arah Ellard melalui cermin besar yang ada di hadapannya."Aku suamimu, kita sudah menikah beberapa tahun," jelas Ellard sebelum Emily sempat bertanya."Aku merasa mual," adu Emily dengan wajah meringis menahan sakit."Akan kupanggil Morin untuk memeriksa," Ellard pun menuntun Emily ke luar dari dalam toilet. Ia juga membantu Emily untuk membaringkan tubuhnya di atas ranjang lalu mengambil ponse untuk menghubungi saudarinya -Morin."Emily mual dan muntah. Tolong kau periksa dia," ucap Ellard to the point begitu panggilannya terhubung. "Sekarang juga!" imbuhnya penuh tekanan."M

  • Istriku Cacat, Istriku Malang   Aku Adalah Suamimu

    Emily melihat jam tangannya. Pukul 16.01. Belum waktunya pulang jam kantor tapi Ellard sudah berada di kamar mereka."Kau pulang cepat hari ini?" Emily berjalan mendekat ke arahnya.Ellard mengangguk sambil tersenyum. "Mulai hari ini aku akan bekerja dari rumah," menarik Emily agar duduk di atas pangkuannya."Kenapa?""Perusahaan membosankan. Kau juga selalu ingkar janji. Tidak pernah datang tepat waktu," Ellard mengecup tengkuk Emily.Emily hanya diam karena tidak tahu harus memberi reaksi seperti apa."Apa yang sedang kau kerjakan?" tanya Emily mengalihkan topik."Aku sedang mencari fotoku yang paling keren," sahut Ellard sembari menunjukkan layar laptopnya."Untuk apa?" tanya Emily dan mulai memperhatikan satu persatu foto Ellard."Aku akan memajangnya di kamar kita. Di setiap sudut ruangan." Ellard menatapnya teduh. Kembali perasaan berkecamuk menghampirinya. Pembicaraan Emily dan Frans kini terdengar jelas di telingan

  • Istriku Cacat, Istriku Malang   Alzheimer

    "Aku akan datang membawakan makan siang untuk kita," Emily berjinjit dan mendaratkan satu kecupan hangat di pipi kanan Ellard."Aku sudah memasukkan nomorku di ponselmu. Segera angkat teleponku jika aku menghubungimu," Ellard mengusap lembut kepala Emily.Sesungguhnya ia tidak ingin meninggalkan Emily disaat benaknya menyisakan banyak tanya yang menuntut jawaban ada apa gerangan yang terjadi dengan istrinya.Kejanggalan-kejanggalan sikap Emily sangat mengusiknya. Jika mengikuti kata hatinya, ingin rasanya ia membawa Emily ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh.Ellard sebenarnya sudah memiliki dugaan-dugaan atas apa sebenarnya yang sedang dialami Emily. Apa pun itu sesungguhnya ia tidak peduli. Hanya saja yang ia khawatirkan hal itu bisa melukai dan menyakiti Emily. Sungguh ia tidak akan sanggup lagi untuk melihat Emily terluka. Untuk itu lah ia juga menahan diri agar tidak bertanya secara terang-terangan kepada Emil

  • Istriku Cacat, Istriku Malang   Kau Mahkotaku

    "Argghhhhh!!" teriakan Emily sontak saja membuat Ellard terbangun dari tidur nyenyaknya."Ada apa, sayang?" Ellard menatap Emily khawatir. Apa gerangan yang membuat Emily histeris di pagi hari. Ya, Ellard melirikkan mata ke arah nakas dan melihat jam weker yang menunjukkan jam 05.30."Apa kau mengalami mimpi buruk?" mengulurkan tangan berniat untuk memeluk dan menenangkan Emily.Plak!Emily dengan kasar menepis tangan Ellard dan baru lah pria itu menyadari cara Emily menatapnya begitu berbeda. Seperti orang asing yang takut melihat keberadaannya."Emily?" panggil Ellard penuh hati-hati, tapi jangan tanya jantungnya yang memompa, berpacu lebih cepat. Ke mana tatapan teduh yang selalu Emily tunjukkan padanya selama ini. Apakah Emily mulai berubah fikiran. Pertanyaan demi pertanyaan menyerang batinnya, membuat perasaannya semakin tidak menentu."SIAPA KAU?! KENAPA KAU ADA DI KAMARKU?!"Butuh beberapa d

  • Istriku Cacat, Istriku Malang   Ada Yang Salah

    “Selamat datang!” Emily merentangkan kedua tangannya menyambut kepulangan Ellard.Mendapat sambutan ceria dari Emily, Ellard mengulum senyumnya. Segera meletakkan tas kerjanya, Ellard pun membawa Emily ke dalam pelukannya. “Kau sangi sekali,” bisik Ellard dengan nada menggoda.“Aku sengaja melakukannya untuk membuatmu senang. Apa kau terhibur? Aku berdandan untukmu,” seru Emily dengan wajah merona.Perasaan Ellard dipenuhi oleh bunga-bunga yang bermekaran. Tadinya ia menolaj untuk bekerja dalam waktu dekat. Namun Emily terus saja membujuknya, dengan syarat akan sering mengunjungninya ke kantor. Baru hari pertama bekerja, Emily sudah mengingkari janjinya. Ellard menantikan kedatanganya namun istrinya tak kunjung datang. Ia uring-uringan tidak jelas. Mencoba menghubungi telepon rumah, namun istrinya tidak berada di sana membuatnya semakin galau.Namun begitu melihat sambutan Emily yang manis, kegalau

  • Istriku Cacat, Istriku Malang   Aku Takut Melupakannya

    “Apakah kita akan tinggal di sini?” tanya Ellard begitu mereka kembali ke dalam kamar. Ellard masih merasa tidak nyaman jika berlama-lama duduk bersama Rebcca. Beruntung Morin dan Jovan ada jadwal operasi sehingga mereka segera pergi setelah sarapan.“Apa kau keberatan?” Emily yang merapikan tempat tidur menghentikan kegiatannya dan menoleh pada Ellard yang duduk manis di sofa seraya memperhatikannya.“Aku tidak keberatan, hanya saja kita juga memiliki rumah,” Ellard beralasan. Faktanya ia memang tidak menyukai harus tinggal di dalam satu atap bersama Rebecca.“Rumahnya sudah kujual,” cicit Emily dengan wajah memelas.Ellard mengerjap, mencoba mencerna kalimat yang baru saja dicetuskan oleh Emily.“Apa kau mengatakan bahwa kau sudah menjual rumah kita, sayang?”Emily menganggukkan kepala, “Aku sudah pernah mengatakan bahwa aku kesepian. Rumah itu selalu

  • Istriku Cacat, Istriku Malang   Keanehan Emily

    Tok. TokTerdengar ketukan dari luar kamar. Emily dan Ellard yang hendak tidur kompak duduk kembali.“Aku akan membuka pintu,” Ellard menyingkap selimut dan turun dari atas ranjang.Emily pun melakukan hal yang sama, mengikuti suaminya dari belakang. Emily dan Ellard mengernyit begitu melihat Rebecca berdiri di sana.“Ini sudah hampir jam 22.00, ada apa?” ketus Ellard yang langsung mendapat tepukan di lengannya dari sang istri tercinta.“Ibu membutuhkan sesuatu?” tanya Emily dengan lembut.Rebecca pun ikut tersenyum sembari menggeleng, “Aku hanya ingin mengucapkan selamat malam,” Rebecca mengusap kepala Emily penuh sayang.“Oh Ibu, selamat malam dan selamat beristrahat,” Emily merentangkan kedua tangannya dan memeluk Rebecca, dan semua hal itu tidak luput dari perhatan Ellard.Sepertinya Emily melupakan janjinya yang mengatakan akan menemui Rebecca untuk mengucapkan se

  • Istriku Cacat, Istriku Malang   Di Meja Yang Sama

    Rebecca menatap Ellard dengan penuh kelembutan juga kerinduaan. Sungguh ia ingin sekali memeluk Ellard, memohon maaf atas apa yang sudah ia lakukan selama ini. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usianya, penyesalan itu pun ia rasakan dengan sendirinya. Memangnya apa salah pria itu disaat suaminya yang bermain curang. Jika ditanya soal kondisi yang dialami Ellard, apakah ia menginginkan hal itu, terlahir hanya dari sebuah perselingkuhan.Sama seperti Ellard yang menyesali perbuatannya terhadap Emily, demikian juga Rebecca merasakan hal yang sama. Kekerasan-kekerasan yang ia lakukan dahulu seolah diputar ulang di hadapannya. Kejam, ya, satu kata itu lah yang pantas disematkan padanya. Di mana hati nuraninya dulu saat menyiksa anak laki-laki yang begitu sangat mencintainya dan menginginkan perhatiaannya. Sekarang, disaat ia menyesali semuanya anak laki-laki tersebut sudah sangat membencinya dan bahkan tidak sudi untuk melihatnya.Rebecca mencoba untuk meneri

  • Istriku Cacat, Istriku Malang   Hiduplah Bahagia

    Ada kenyataan yang harus terus difahami dan dimengerti, bahwa tidak setiap keinginan, perjuangan akan terbalas sesuai harapan. Tapi, meski begitu, ada juga kenyataan yang harus selalu kita tahu, bahwa apa pun itu, walau tidak seperti yang kita inginkan tetap saja hidup berjalan sesuai takdir. Satu yang pasti, Tuhan pasti memberikan yang terbaik.Seperti Ellard yang awalnya begitu sangat membenci Emily, kini berubah haluan begitu sangat memuja wanita yang tidak lain adalah istrinya. Kesalahfahaman yang terjadi antara keduanya akhirnya terselesaikan oleh waktu. Yang benar akan menang pada akhirnya.Ada sesuatu yang menanti setelah banyak kesabaran melalui ujian dan rintangan yang dijalani. Buah dari kesabaran adalah sesuatu yang pastinya sangat indah, membuat terpana hingga melupakan betapa pedihnya itu rasa sakit.Jika mencintai orang yang tepat, kebahagiaan dan kenyamanan yang akan didapatkan, namun jika yang dirasakan adalah kesedihan dan rasa sakit artinya men

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status