~~Pasangan yang setia adalah pasangan yang setiap hari bertengkar hal sepele tetapi masih awet sampai maut memisahkan.
Hari-hari dilalui Ardan dan Mimi seperti biasa. Ardan yang dingin, semakin hari bertambah menyebalkan bagi Mimi. Ardan suka melakukan sesuatu sesuka hati dan mengabaikan Mimi tiap istrinya itu mengeluhkan lelah dengan kegiatan sehari-harinya." Mas atapnya bocor, mbok ya di perbaiki sana. Mumpung lagi sempat," perintah Mimi saat mendapati rumahnya penuh dengan air karena beberapa atap yang terlihat sudah tidak layak pakai menyebabkan banjir di setiap sudut ruangan."Rumah walaupun jelek kalau rapi, bebas bocor, pastilah akan nyaman ditempati. Besok kamu naik, perbaiki ya Mas?" imbuh Mimi lagi."Minta saja Bapak buat naik. Mas takut ketinggian," balas Ardan santai." Astagfirullah, masa minta bapak buat benerin rumah yang kita tinggali? Mau coba-coba jadi mantu durhaka?" sindir Mimi dengan nada yang sedikit dia naikkan." Iya kalau nggak ada yang benerin ya bawahnya dikasih ember. Gitu aja kok repot!""Repot lah! Mas jarang berada di rumah. Jadi tidak tahu bagaimana kondisinya rumah jika hujan, sudah becek nggak ada ojek becek ... becek," sahur Mimi dengan nada menyanyi ala penyanyi aslinya.Berbicara dengan Ardan memang harus dimulai dengan nada yang rendah. Kalau langsung marah-marah bukannya dilakukan, didengar pun tidak sama sekali. Sebenarnya Mimi ini istri yang sangat simple jika Ardan tidak mau melakukan aktivitas yang ia minta, pastilah dia akan turun tangan sendiri melakukannya.Namun, untuk urusan per-gentengan, sangat tidak etis Jika seorang istri yang naik ke atap. Bukan hanya Mimi yang akan malu tetapi Ardan juga akan menjadi santapan omongan para tetangga."Mas, besok yah diperbaiki? Besok kan Minggu. Mas libur 'kan?" bujuk Mimi kembali."Insyaallah."Diberi jawaban seperti itu saja Mimi sudah diam dan tidak lagi merengek. Walaupun besoknya Ardan pasti akan lupa dan kembali Mimi harus mengeluarkan jurus mengibanya.Ardan yang baru pulang bekerja 1 jam yang lalu tiba-tiba merasa mulas. Dia hendak pergi ke kamar mandi yang gelap karena tidak ia pasangin lampu."Mah! Temani aku ke WC. Tiba-tiba perutku mules. ""Dih ... udah gede ke WC masih ditemenin. Masa kalah sama Laila," cibir Mimi."Sudah buruan jangan protes, besok uang belanja aku tambah."Mendengar nama uang belanjanya ditambah, Mimi langsung bersemangat menemani Ardan ke WC. Mimi membawa ponselnya untuk menerangi Ardan yang sedang buang air. Tidak merasa enggan ataupun malu karena ini sudah terbiasa Mimi lakukan sejak lampu padam di belakang rumahnya."Mas, jangan lama-lama. Ini semutan kakiku berdiri," desah Mimi."Ben-tar, tang-gung," jawab Ardan sambil merasakan nikmatnya buang hajat. Tak sengaja sorot lampu hp Mimi arahkan ke tembok samping bak mandi. Seekor ular berbisa, terselip diantara bambu yang menutupi dinding tepat di depan Ardan. Mungkin karena gelap, jadi Ardan tak melihatnya."Mas, ada ular!"Ardan yang takut dengan ular seketika berlari keluar WC."Hiih! Ular, usir sana! Mas belum cebok!"Ardan berlindung di belakang Mimi dan mengusir ular itu tanpa membunuhnya karena ular itu tak mengganggu hanya tak sengaja terlihat."Sudah sana, sudah aku usir! Itu dibersihkan dulu, jorok!" omel Mimi."Beneran ularnya sudah pergi? Nanti kalau balik lagi bagaimana?" tanya Ardan."Paling kamu dipatok dan mati dan aku bisa nikah lagi deh. Udah buruan, atau mau aku tinggal? Laki-laki kok penakut," cibir Mimi.Dengan rasa yang sedikit takut dan mengambil air di ember untuk membersihkan dirinya setelah buang air.Mimi membaringkan tubuhnya di atas kasur setelah menemani Ardan ke WC. Ardan mengikutinya dengan wajah yang ia tekuk karena takut bertemu dengan ular."Makanya lain kali kalau membersihkan rumah itu, ranting-ranting dan daun-daun kering yang menyelinap jangan sampai masuk ke rumah. Itu ular pasti masuk karena rumahnya berantakan kayak kapal pecah," gerundel Ardan."Nggak usah nyalain rumahnya yang berantakan. Salahin aja kenapa itu WC tidak kamu kasih lampu. Sudah tahu gelap tapi tidak usaha gimana biar terang. Tukang listrik yang merugi itu aku, sudah punya suami bisa listrik tetapi listrik sendiri saja sampai bingung gelap-gelapan. Disuruh orang gercep, disuruh istri sendiri malas. Ya kamu itu! Pintarnya hanya menyalahkan! Tapi tidak lihat diri sendiri," cerocos Mimi.Bukannya mengakui kesalahan Ardan justru bertambah kesal dan akhirnya tidur mendahului Mimi. Mimi hanya bisa mengelus dadanya, mencoba bersabar akan sikap suami yang masih sangat menyebalkan dan suka menyalahkan orang lain atas kejadian naas yang dialaminya.~~Kesetiaan seorang istri diuji ketika suami tak punya apa-apa. Kesetiaan suami diuji ketika diposisikan dengan wanita yang bukan istrinya.~~Sudah setengah bulan Ardan tidak berangkat bekerja. Ada mengatakan jika bosnya bangkrut dan pindah ke Jogja."Kalau tidak kerja, lakukan apa aja yang dapat uang," ucap Mimi."Cari kerja itu susah, yang mudah itu minta. Kayak kamu itu," cibir Ardan saat makan singkong rebus pemberian mertuanya."Kalau Mas nggak kerja, bantuin aku siapkan bahan untuk berdagang. Selama ini, kita makan dari hasil jualanku.""Halah, jualan dapat buat beli beras aja bangga. Mas yang tiap hari dapat uang buat makan kita semua, biasa aja tuh, nggak kamu banggain. Malah kufurin!"Mimi memilih diam sambil menata sayur pecel yang hendak ia jualkan keliling.Ardan paling tak suka jika Mimi merasa dia yang menafkahinya. Selama ini dia berkuasa dengan uangnya dan dia benci status istri yang sok pintar dan berkuasa di atasnya."Nitip Laila, aku mau ngider pecel buat tambahan.
" Mas Ardan! Mas! Kebangetan kamu Mas, anak dibiarkan bermain sendiri di pinggir kolam nya Pak Narto. Untung tadi ada Pak Samin yang ngomong kalau Laila ada di sana lagi bermain sama si Wulan, kalau tidak apa jadinya tanpa pengawasan, anak seumur Laila bermain di tempat yang berbahaya?" teriak Mimi saat pulang dari berdagang. Sebenarnya dia belum selesai berkeliling, hanya saja panggilan Pak Samin membuatnya menyudahi dagangnya."Nggak usah teriak-teriak, anaknya sudah pulang 'kan? Gitu aja diributin. Salahin aja si Wulan, kenapa ajak Laila bermain. Sudah tahu Laila masih balita, kenapa dia ajak bermain jauh-jauh. Kamu beresin itu semua yang ada di atas meja, tadi abis ada tamu. Makanya Mas nggak sempat jagain Laila. Sudah enggak usah ngomel-ngomel, sudah jelek tambah jelek mukanya kalau nyerocos seperti itu."Ardan berbicara santai sambil menyesap cerutunya dan menonton televisi tanpa memperdulikan wajah Mimi yang sudah merah padam karena marah. Laila yang baru saja dinasehati oleh
" Mas kemarin kamu yang datang Itu si Meli? Katanya dia bawakan makanan banyak buat Laela," tanya Mimi saat Ardan sedang menyantap sarapannya." Iya.""Katanya berdua? Yang satunya lagi siapa?" tanya Mimi bak wartawan yang sedang mewawancarai narasumber nya."Dia sengaja datang untuk mengenalkan suaminya yang baru pulang dari Malaysia."" Oh jadi dia sudah punya suami, tapi kok kayak masih gadis," kata Mimi."Iya ialah. Kalau dia punya badan dirawat, nggak kayak kamu. Burik, busik, bau lagi. Mana ada yang percaya kalau kamu umurnya masih 20-an," ejek Ardan tanpa dosa.Mungkin perkataan Ardan memang sudah terbiasa bercanda dengan kata-kata yang mencemooh dan mencela fisik Mimi. Namun, sebagai istri yang dikatakan buruk tentunya dia tidak suka suaminya membandingkan dirinya dengan orang lain."Kalau istrinya mau cantik itu ya dimodali, kerjanya jangan suruh panas-panasan. Ini setiap hari Pagi siang sore kerjaannya di bawah terik matahari, sudah begitu pekerjaan rumah ketemu diri sendir
" Tumben Mas wangi banget? Dari kerja atau ke mana?" tanya Mimi saat mendapati Ardan pulang dengan pakaian kerja beraroma parfum. "Emang pakai parfum salah? Lagian kamu nyuci baju tidak pakai pewangi, malu aku kalau dekat-dekat sama orang tapi bau keringat," sangkal Ardan."Perasaan dari dulu kamu tidak pernah protes, bahkan kamu tidak menyukai aroma parfum. Kamu habis pergi?" tanya Mimi penuh selidik."Suami baru pulang tuh disambut dengan senyum ditawari kopi ini malah nyerocos kayak petasan. Bikin nggak nyaman saja di rumah." Ardan melepas pakaiannya lalu masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan Mimi yang masih menatapnya curiga.Mimi mengambil pakaian yang dipakai Ardan lalu meraba seluruh saku siapa tau Ia mendapatkan sesuatu yang bisa mengurangi rasa curiganya.Semenjak mendapatkan pekerjaan baru, Ardan sering pulang malam dan juga tidak makan di rumah. Dia beralasan jika makanan di rumah tidak berselera, Ardan juga kerap marah-marah tanpa sebab ketika Mimi menanyakan sesuatu m
“Kemana lagi, Mas? Minggu nggak libur juga?” tanya Mimi saat melihat Ardan yang sudah rapi dengan kaos dan celana panjang jeans miliknya.“Mainlah, di rumah sumpek. Laila mana?” tanya Ardan duduk sambil menyuap makanan ke dalam mulut. “Dah ke ladang sama Uti tadi. Aku nunggu kamu, niatnya aku mau ajak kamu menyusul ke ladang Uti sama kakung. Panen katanya,” ajak Mimi.“Ah, kamu saja lah. Kamu kan tahu, Mas ini sibuk. Lagian Mas nggak biasa ke kebun, bisa gatal-gatal semua badan itu.“Alasan terus,” decak Mimi membuat Ardan tertawa menyebalkan. Mimi mengambilkan jaket suaminya setelah Ardan selesai makan.Setiap Ardan bangun, Mimi selalu menyiapkan makanan wajib dan juga keperluan suaminya bekerja. Akhir-akhir ini memang Ardan jarang sekali di rumah. Dia sudah bak artis, pergi pagi pulang pagi. Curiga, tentu Mimi curiga. Namun, ketika ditanya bukan hanya omelan yang didapat tetapi kejengkelan Ardan yang berhari-hari membuat Mimi kadang malas lagi memikirkan kelakuan suaminya.“Pulang
"Dek, dari mana saja? Ada tamu malah kamu pergi nggak pulang-pulang," lirih Ardan saat mendapati Mimi yang baru pulang."Ada tamu siapa, Mas?" tanya Mimi balik, menengok ke dalam rumahnya."Sudah, buruan bikinkan kopi. Kita kedatangan tamu agung," sarkasnya.Mimi Yang penasaran memilih berkas untuk masuk dan melihat tamu yang datang adalah wanita yang tadi ia jumpai di mall."Mbak Meli?" Setengah kaget Mimi menahan raut wajahnya agar terlihat biasa saja namun ia tidak bisa menutupi semuanya bahwa tamu yang kali ini datang adalah wanita yang sama dalam beberapa hari ini dia temui."Baru pulang, Mbak Mimi? Maaf bertamu sore-sore. Soalnya tadi kami tidak sengaja bertemu di luar," ujarnya tanpa Mimi tanyai."Habis dari mall juga?" Melly tampak kaget dengan pertanyaan Mimi. "Mbak dari Mall juga, kah?""Dek, buruan buatkan minum. Lama sih?" omel Ardan."Iya sabar, sih. Kenapa nggak bikin sendiri aja?" Mimi masuk ke dapur dan mengambil gelas juga teh celup yang hanya tersisa satu biji. Na
12Harus~~Jika ditanya siapa orang yang paling bodoh mencintai, itu jawabannya adalah dirimu sendiri. Karena demi dia, kamu rela menanggung kesakitan berulang kali dan tetap bertahan demi luka yang sama.~~**Story Maey Angel**"Assalamualaikum, Bu, Pak," salam Mimi saat dia baru saja sampai di rumah Ibunya. Sang Ibu dan Bapaknya yang sedang asyik mengobrol di teras rumah, merasa senang Mimi datang ditemani oleh suaminya–Ardhan."Waalaikumsalam. Tumben bareng?" tanya Sukri–Bapak Mimi."Udah malam, Pak. Kasihan kalau Mimi jemput Laila sendirian. Laila mana, Pak?" tanya Ardhan sopan sangat. Dia selalu menjaga image dirinya di depan semua orang, termasuk mertuanya. Bahkan, ketika Mimi berbicara tidak enak mengenai suaminya jarang ada yang percaya dan akhirnya dari pengalaman itu, Mimi kini memilih menjadi istri yang pendiam dan menutup rapat-rapat apa yang dialaminya."Ya jelas. Lagian, dekat aja. Ngapain sungkan main? Kamu itu selalu sibuk. Mana ada waktu buat main ke rumah Bapak dan I
~~Jangan takut untuk berkata jujur karena sejatinya kejujuran akan membawa pada sebuah kebaikan yang abadi.~~**"Mas, ada uang lebih gak? Jahitan seragam Laila belum dibayar. 250 ribu," sarkas Mimi seraya menengadahkan tangannya ke arah Ardan yang sedang sibuk mengelap motornya."Uang lagi. Udah tahu Mas sekarang pengangguran. Mau kerja aja dilarang, gimana mau dapat duit coba," jawab Ardhan santai."kan? Mas selalu saja beralasan seperti itu jika aku meminta uang. Apa nggak ada gitu, inisiatif mencari pekerjaan agar bisa dapat uang tapi tidak perlu mengorbankan perasaan istrinya? Mas pikir, Mimi akan melarang jika bekerja jadi kuli atau tukang sapu jalanan? Enggak! Aku hanya melarang Mas kerja dengan wanita itu. Dia dari gelagat nya saja sudah kentara kalau memiliki perasaan dan niat yang berbeda dari awal perkataannya. Masa Mas nggak nyadar sih?" sembur Mimi."Ah. Kamu aja yang jadi istri itu lebay. Dikit-dikit cemburu, dikit-dikit marah. Dikira Mas macam-macam. Jangankan mau macam