Share

Bab 7

Penulis: Moms Qi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-12 23:58:29

Puk!

"Aaa!"

Ayu sontak menjerit keras, saat pundaknya tiba-tiba ditepuk lembut dari belakang. Dia langsung memutar tubuhnya, mendapati sang suami yang kini menatap ke arahnya dengan ekspresi bingungnya.

"Hey ... kenapa, Sayang?" tanya Reza dengan kening berkerut. "Mas ngagetin kamu, ya?" imbuhnya lagi, menanyakan hal yang tidak seharusnya dia tanyakan setelah melihat reaksi Ayu barusan.

"Mas kok keluar?" Tak menjawab, Ayu malah melemparkan pertanyaan lain dengan tatapan menyelidik. Jujur, dia mulai menaruh curiga dengan sang suami setelah mendengar obrolan dari karyawan suaminya tadi.

Reza tersenyum tipis, dia celingukan mencari seseorang. "Mau ketemu klien sama Bagas, Sayang," ucapnya saat melihat siluet tubuh Bagas yang sedang berjalan ke arah mobilnya sendiri.

Ayu manggut-manggut saja mendengarnya, sembari bergumam pelan. Pura-pura percaya di depan Reza. Padahal dalam hatinya, dia tengah menebak-nebak.

"Mas duluan, ya!" ucapnya saat mobil Bagas sudah berhenti tepat di depan mereka. Laki-laki itu menyempatkan diri untuk mengecup kening sang istri, sebelum ikut masuk ke dalam mobil Bagas yang pintunya sudah terbuka.

Ayu mengangguk saja, dengan mata yang masih memicing penuh kecurigaan. Melepaskan sang suami walau dengan hati yang diliputi perasaan tak percaya.

"Mari Bu Ayu ..." ucap Bagas sopan, seraya menekan klakson mobilnya sebelum berlalu dari hadapan Ayu.

Lagi-lagi Ayu hanya bisa mengangguk pelan. Tangannya melambai, membiarkan mobil itu menjauh darinya.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" gumamnya bertanya kepada dirinya sendiri.

"Aku harus ikuti Mas Reza!" putusnya kemudian, setelah berpikir sejenak. Bergegas berlari untuk masuk ke dalam mobilnya.

"Siapa tadi namanya?" gumamnya, tangannya memutar kunci mobil. Otaknya mencoba mengingat satu nama yang tadi sempat dia dengarkan dalam obrolan tersebut.

Mobil mulai melaju pelan, dengan Ayu yang masih mencoba mengingat-ingat. Matanya terus fokus dengan mobil berwarna putih yang melaju tak jauh di depannya sana. Bagas berkendara dengan sangat santai.

"Ah, Sri!" ujarnya nyaris berteriak, saat otaknya berhasil mengingat nama tersebut.

Sudut bibirnya tertarik, membentuk lengkungan yang indah. Dia ikut menyalakan lampu sein, saat mobil putih yang dia ikuti berbelok. Masuk ke dalam sebuah restoran yang juga sering dia kunjungi bersama suaminya.

Ayu memarkirkan mobilnya dalam jarak aman, memastikan sang suami tak menyadari jika dia tengah mengikutinya.

Setelah memastikan benar-benar aman, Ayu keluar dengan memakai kacamata hitamnya. Dia berjalan masuk ke dalam restoran dengan kepala yang menunduk. Tetapi, dengan ekor mata yang tetap mengawasi ke mana sang suami melangkah.

Jantungnya berdegup kencang, hampir tak bisa dia kendalikan. Ini kali pertama dalam hidupnya membuntuti sang suami seperti ini.

Ayu mencoba menarik nafas panjang, menetralkan detak jantungnya yang sangat kacau.

"Aku tidak akan memaafkan kamu, kalau sampai kamu berkhianat di belakangku, Mas Reza ...." desisnya dengan tangan terkepal. Emosi mulai muncul dalam dirinya, membayangkan pengkhianatan dalam pernikahannya.

"Karena aku sudah berbaik hati mengizinkan kamu untuk mencari istri lagi," lanjutnya lagi, menahan sesak yang kini memenuhi dadanya.

Buru-buru dia menggelengkan kepalanya, menepis jauh pikiran tersebut saat matanya sudah mulai terasa panas. Dia tidak ingin kelepasan menangis di sini dan menggagalkan rencana dadakan ini.

"Silahkan menunya, Bu." Seorang pelayan datang, menyodorkan buku menu.

Ayu menyebutkan pesanannya secara cepat, sambil tetap memperhatikan sang suami di seberang sana. Dia memang tidak bisa mendengar apa yang sedang dibahas di meja tersebut. Tetapi, setidaknya dia masih bisa melihatnya.

Tiga menit menunggu, klien yang Reza maksud tadi sudah datang. Dua orang laki-laki, duduk satu meja dengan suaminya itu.

Seperti orang-orang bertemu pada umumnya. Mereka langsung sibuk dengan map dan laptop.

Setengah jam menunggu, tidak ada tanda-tanda kedatangan seorang perempuan setelah dua laki-laki itu. Tapi, Ayu tetap tak beranjak dari duduknya barang sedikit saja. Dia terus mengawasi meja sang suami dengan menyesap kopinya yang mulai dingin.

Sampai akhirnya, suaminya dan dua laki-laki yang merupakan kliennya itu berdiri. Memutuskan untuk saling berjabat tangan, sebelum akhirnya berpisah. Pemandangan yang membuat Ayu langsung melongo seketika. Merasa dia sudah membuang-buang waktunya dengan duduk di tempat ini seperti orang bodoh.

Reza dan Bagas masih duduk sebentar, membereskan berkas-berkas mereka. Sebelum akhirnya, keduanya juga ikut meninggalkan restoran tersebut.

"Ah, sial! Apa Mas Reza sadar kalau aku membuntutinya?" gumam Ayu dengan wajah kecewanya. Ingin melampiaskan kekesalannya itu tetapi tidak bisa.

"Akan aku cari perempuan bernama Sri itu!" tekadnya yang ikut beranjak dari duduknya. Kakinya kembali melangkah ke mobilnya berada.

"Sri ... Seperti apa perempuan itu?" Ayu kembali bertanya-tanya. Rasa penasarannya kian menggebu-gebu. Ia ingin segera melihat bentukan wanita bernama Sri itu.

Ayu mengambil ponselnya, mencari nomor sang suami. Perasaan ini membuatnya gelisah tanpa sebab.

"Hallo, Sayang? Ada apa?"

"Kamu sudah sampai rumah?"

Ayu tersenyum tipis, menggelengkan kepalanya walau Reza tak mungkin melihatnya. "Aku mampir dulu, Mas. Kamu sudah selesai ketemu sama kliennya?"

"Sudah, Sayang. Ini kita lagi perjalanan menuju kantor lagi."

"Baiklah. Aku tutup dulu, ya, Mas. Kamu semangat kerjanya."

"Iya. Kamu juga hati-hati nanti pulangnya!"

"Iya, Mas!"

Tut.

Ayu kembali meletakkan ponselnya, menatap benda yang layarnya kembali menghitam. Hati kecilnya terus menolak dugaan-dugaan buruk yang terus melintas itu.

"Apa kamu benar-benar memiliki wanita lain, Mas?" gumamnya, memejamkan matanya rapat-rapat.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istriku Seorang Pengangguran   Bab 24

    "Sudahlah, Sayang. Nanti kamu juga akan ketemu sama mereka lagi pas balik ke desa," ucap Ardi, menenangkan. Arinda mengangguk. Namun, tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Dia kecewa, karena semuanya tidak seperti yang dia harapkan. Harusnya, dia bisa berpamitan dengan teman-temannya terlebih dulu. "Entah kapan aku bisa kembali ke desa," batinnya. "Apa Mas Ardi sengaja memajukan jadwal kita karena ingin segera bertemu dengan wanita itu? Atau memang Mas Ardi benar-benar ada urusan?" batin Arinda kembali bertanya-tanya, menatap sebentar ke arah suaminya itu. Entahlah. Rasanya, sekarang dia mulai tidak percaya kepada laki-laki yang duduk di sebelahnya saat ini. Padahal, dia tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Arinda memejamkan matanya, menghalau rasa sesak di dadanya. "Tenanglah, Rin. Semuanya akan baik-baik saja!" ~~~ Sampai di kota. Mobil yang membawa

  • Istriku Seorang Pengangguran   Bab 23

    Arinda melongo sejenak. Mengerjapkan matanya untuk mencerna apa yang baru saja dia dengar itu. "A–apa? Dia tidak meminta haknya malam ini?" batinnya sedikit bingung. Lagi-lagi mereka tidak seperti pasangan suami istri baru yang lainnya. "Tidurlah, istirahat!" Ardi menepuk ranjang di sebelahnya, memberikan kode agar Arinda segera mendekat. Arinda menurut, naik ke atas ranjang tanpa melepaskan penutup kepalanya. Ia merebahkan tubuhnya di ranjang itu dengan canggung. Tidak ada percakapan, hanya hening yang mengisi ruangan sempit itu. Dan Ardi tampaknya juga sudah terlelap tak lama Arinda naik. Arinda menatap suaminya yang sudah memejamkan matanya. Dengkuran halus mulai terdengar, pikiran Arinda kembali bercabang. Malam pertamanya, sangat jauh dari yang dia bayangkan. "Apa ini? Apa ada sesuatu yang dia sembunyikan?" "Bahkan, dia enggan menyentuhku?" batinnya dengan mata yang terasa p

  • Istriku Seorang Pengangguran   Bab 22

    "Aarrgh!"Brak!Pyar!Sampai di rumah, Ayu membanting semua yang ada di meja riasnya. Skincare, alat-alat makeup, parfum dan semua yang ada di sana jatuh ke lantai, pecah berserakan. Hancur menjadi bagian yang sudah tak bisa digunakan lagi."Hiks! Tega kamu sama aku, Mas!""Jahat kamu, Mas! Jahat!" teriak Ayu histeris. Dia menangis meraung-raung, kembali melempar sprei di atas ranjangnya beserta semua yang ada di sana.Sekali lagi, Ayu menjerit keras. Meluapkan semua sesak yang ada di dadanya. Hatinya begitu nyeri, seperti ada ribuan duri yang menancap di sana."Hah!" Napas Ayu tersengal. Tubuhnya mulai lelah, tak bertenaga. Dan akhirnya, dia jatuh ambruk ke lantai. Terduduk dengan memeluk lututnya sendiri, sembari terus menangisi nasibnya yang begitu malang."Sepuluh tahun, Mas. Akhirnya, kamu sudah tidak bisa menahan rasa itu hanya untuk aku saja," gumam Ayu terdengar pilu."Rasanya, sungguh tidak bis

  • Istriku Seorang Pengangguran   Bab 21

    "Tolongin Arinda, Mas. Kayanya, calonnya bukan orang baik-baik deh," lanjut Sri lagi, masih dengan berbisik."Kenapa Sri dan ibu bisa berpikiran yang sama, ya?" batin Dika dengan kening mengkerut."Kenapa kamu ngomong gitu, Sri? Kamu kenal sama calonnya Arinda?" tanya Dika balik. Dan bisa-bisanya, dia juga ikut berbisik seperti yang Sri lakukan.Sri menggeleng lemah. "Sebelum aku kecelakaan, aku sempat tanya sama Wina, Mas. Aku kirim foto ke dia.""Dan Wina bilang, foto yang aku kirim itu ... adalah atasan Mas Wisnu!Dika terkejut mendengarnya. Walau dia sendiri tidak tahu seperti apa rupa wajah atasan Wisnu itu."Ah. Mungkin, cuma kebetulan mirip aja kali, Sri. Kita kan memang punya tujuh kembaran di muka bumi ini!" Akhirnya, hanya kalimat itu yang keluar.Sri manggut-manggut, ikut membenarkan. "Tadinya, aku juga mikir gitu, Mas. Tapi, Wina mendadak aneh setelah lewat rumah Pak RT tadi. Dan sekarang, dia malah udah bali

  • Istriku Seorang Pengangguran   Bab 20

    "Kamu serius mau balik ke kota sekarang, Win?" Sri bertanya saat Wina tengah menyapukan bedak ke wajahnya.Wina melirik Sri dari kaca besar yang ada di depannya saat ini. Sri terlihat menyilangkan kedua tangannya di depan dada, dengan tubuh yang bersandar di pintu kayu yang warnanya bahkan sudah pudar.Merasa diperhatikan, Sri melangkah mendekati Wina. Berdiri tepat di sisi adik iparnya itu. Menatap Wina dengan tatapan menyelidik."Win? Bukannya kamu pengen banget menghadiri pernikahan Arinda?" tanya Sri lagi, sedikit mendesak agar Wina lekas bersuara dan menjawab kebingungannya.Wina menutup bedaknya, meletakkannya dengan hati-hati di dalam tas. Dia mengambil lipstik, menyapukan benda itu ke bibirnya.Masih berusaha mengabaikan keberadaan Sri yang masih menunggu jawaban dari dirinya. Walau hatinya sendiri sedang bergejolak hebat saat ini. Rasanya, dia ingin mengeluarkan semua beban yang dia dapatkan secara dadakan ini. Membaginya dengan

  • Istriku Seorang Pengangguran   Bab 19

    "Bu?"Dika terbangun saat hari sudah hampir petang. Dia celingukan, mendapati kamarnya yang masih dalam keadaan gelap."Aduh, jam berapa ini?" keluhnya beranjak dari ranjangnya dengan sempoyongan.Dia belum mengisi perutnya sejak pulang ke rumahnya kembali. Dan seharian ini, dia menghabiskan waktunya untuk tidur saja. Pantas saja kalau dia merasa kelaparan saat ini.Ctek!Bukan hanya kamar Dika saja yang gelap. Tetapi, seluruh rumah dalam keadaan gelap. Tak ada tanda-tanda keberadaan sang ibu di dalam rumah sederhana ini."Ibu belum pulang, kah?"Dika kembali berjalan. Menghidupkan semua lampu di rumahnya. Setelahnya, dia membuka pintu depan. Masih celingak-celinguk di depan rumahnya.Tiba-tiba, Dika teringat dengan calon Arinda yang menurut ibunya, sekarang menginap di rumah Pak RT."Ah, sial! Aku jadi tidak bisa mengorek informasi tentang calon Arinda!" keluhnya, menyesal karena sudah tidur seharian.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status