"Tumben sekali Nyonya membuat puding mangga? Apa hari ini ada acara penting?""Tidak ada. Aku sengaja membuat puding mangga ini karena Jena akhir-akhir ini agak malas makan. Semoga Jena mau memakannya." Anita menuang puding yang sudah matang ke dalam loyang lantas meminta tolong pelayan tersebut untuk memasukkannya ke dalam lemari es jika sudah dingin."Kenapa nona Jena akhir-akhir ini sering murung ya, Nyonya? Apa nona Jena sedang bertengkar dengan tuan Abi?"Anita sontak menatap pelayan yang berdiri tepat di sebelahnya dengan tajam. "Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu? Jena tidak mungkin bertengkar dengan Abi karena hubungan mereka baik-baik saja."Pelayan tersebut memilin kesepuluh jemari tangannya karena gugup. "Maafkan saya, Nyonya. Saya cuma ingin menyampaikan apa yang ada di dalam pikiran saya. Sekali lagi tolong maafkan saya," ucapnya takut-takut.Anita menghela napas panjang. "Baiklah, kamu aku maafkan. Tapi lain kali jangan bicara sembarangan tentang Abi dan Jena. Mengert
"Nona Jena sepertinya mengalami tekanan yang sangat berat hingga mempengaruhi kandungannya. Karena itu kami harus mengeluarkan bayinya sekarang demi menyelamatkan nyawa keduanya."Kaki Elrangga mendadak lemas, darah di dalam tubuhnya seolah-olah berhenti mengalir. Padahal usia kandungan Jena baru tujuh bulan, tapi dokter ingin mengeluarkan bayinya sekarang. Bayi Jena masih terlalu kecil dan tidak mungkin kuat jika keluar ke dunia sekarang. Bagaimana kalau terjadi sesuatu yang buruk pada Jena dan calon buah hatinya?Ya Tuhan ...."Apa tidak ada cara lain, Dokter?" Setitik air mata jatuh begitu saja membasahi pipi Elrangga. Dia merasa sangat khawatir dan takut terjadi sesuatu yang buruk dengan Jena.Dokter menggeleng pelan membuat harapan di dalam diri Elrangga seketika lenyap."Karena itu saya ingin meminta persetujuan pada suami nona Jena sebelum melakukan tindakan operasi," jelas dokter tersebut.Tidak hanya Elrangga yang merasa terpukul setelah mendengar penjelasan dokter tetsebut.
"Dea, kalung ini bagus, ya?" Rahayu menunjukkan sebuah kalung emas yang dihiasi batu berlian pada sang anak. "Ibu pengen, deh."Mulut Dea sontak mengaga lebar karena kalung tersebut harganya lima belas juta. "Kalung itu terlalu mahal, Ibu. Dea akan membelikannya tapi tidak sekarang.""Tapi ibu suka sekali sama kalung ini, Dea. Kalau kita tidak membeli sekarang nanti keduluan sama orang lain.""Dea tahu, Bu. Tapi—""Dea, sudah. Biar aku yang membelikan kalung itu untuk ibumu." Abi mengeluarkan sebuah black card dari dompetnya, lantas memberikan kartu tersebut pada petugas. Dia akan membayar semua perhiasan yang Dea dan Rahayu inginkan. Dia bahkan akan membeli toko perhiasan itu jika perlu."Tapi, Mas ...." Dea berusaha menahan, tapi Abi tetap kekeh ingin membayar kalung tersebut.Rahayu tidak bisa menahan senyum karena Abi akan membayar kalung tersebut untuknya. Abi benar-benar baik dan tidak suka perhitungan. Rasanya dia sudah tidak sabar sekali ingin menjadikan Abi sebagai menatunya.
Buah hatinya tidak akan terlahir prematur andai saja dia bisa menjaga kandungannya dengan baik. Rasanya Jena ingin sekali menggantikan posisi sang buah hati agar tidak merasakan sakit. Namun, dia tidak mungkin bisa melakukannya."Maafin ibu ya, Nak. Maafin ibu ...," gumam Jena menahan sesak yang begitu menghimpit di dalam dada. Air mata itu pun jatuh semakin deras membasahi pipinya. Jena merasa sangat menyesal dan bersalah pada buah hatinya. Rasanya Elrangga ingin sekali memeluk Jena lalu mengatakan kalau semua akan baik-baik saja. Namun, dia tidak mempunyai cukup keberanian untuk melakukannya karena Jena masih istri sah kakaknya. Dia hanya bisa mengusap bahu Jena yang berguncang hebat dengan lembut agar perasaan gadis itu sedikit lebih tenang."Seharusnya ibu menjagamu dengan baik, tapi ibu malah membuatmu tersiksa seperti ini. Ibu benar-benar minta maaf, Nak. Tolong maafin ibu ...."Air mata itu jatuh begitu saja membasahi pipi Elrangga. Dia seolah-olah bisa merasakan kesedihan yan
"Maaf, Pak. Kita sudah sampai." Abi tergagap mendengar ucapan sopir taksi yang mengantarnya langsung dari bandara menuju rumah sakit karena dia terus memikirkan Dea di sepanjang jalan. Sedikit pun Abi tidak pernah menyangka kalau Dea sekarang sedang mengandung buah hatinya. Padahal dia selalu berhati-hati saat berhubungan badan dengan wanita itu dan mengeluarkan spermanya di luar. Akan tetapi Tuhan malah membuat Dea hamil.Abi benar-benar bingung sekarang. Entah kenapa dia tiba-tiba merasa sangat bersalah sudah menyakiti Jena hingga membuat istrinya itu melahirkan buah hati mereka lebih cepat. Rasanya Abi ingin sekali menebus semua kesalahan yang sudah dia lakukan pada Jena dan memperbaiki hubungan mereka agar kembali harmonis seperti dulu. Namun, dia tidak mungkin meninggalkan Dea karena wanita itu sedang mengandung anaknya.Apa yang harus dia lakukan? Haruskah dia menceraikan Jena lalu menikah dengan Dea?Abi tanpa sadar menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran konyolnya barusan
Ada tujuh buah inkubator di dalam ruangan berukuran lumayan besar tersebut. Semua bayi yang ada di dalam kotak kaca itu sama-sama berjuang keras agar tetap hidup dengan bantuan alat medis yang berukuran lebih besar dari tubuh mereka.Abi menatap nanar seorang bayi laki-laki yang berada di dalam salah satu inkubator tersebut. Tubuh anaknya terlihat sangat kurus. Dia bahkan bisa melihat jantung anaknya yang sedang berdetak. Kondisi buah hatinya sangat memprihatinkan dan semua ini terjadi karena kesalahannya. Abi merasa sangat menyesal sudah berselingkuh dengan Dea hingga membuat Jena harus melahirkan buah hati mereka lebih cepat. Namun, sebesar apa pun penyesalan yang saat ini sedang dia rasakan, dia tidak mungkin bisa kembali ke masa lalu untuk menghapus semua kesalahannya.Padahal dia dan Jena sudah memiliki rencana untuk membesarkan buah hati mereka bersama-sama hingga maut memisahkan. Dia dan Jena bahkan sudah mempersiapkan nama dan pendidikan terbaik untuk buah hati mereka hingga
Jena keluar dari rumah sakit sejak tiga hari yang lalu. Padahal dia ingin terus berada di dekat buah hatinya, tapi dokter malah menyuruhnya untuk pulang. Untung saja dokter mengizinkannya untuk melihat keadaan sang buah hati yang masih dirawat di NICU setiap hari.Abi sampai sekarang juga belum mengambil keputusan, memilih untuk kembali bersama Jena atau meninggalkan Dea. Lelaki itu sangat plin-plan dan tidak punya pendirian. Jena sendiri pun bingung menjelaskan hubungannya dengan Abi sekarang. Status mereka memang masih suami istri, tapi Abi tidak bisa bersikap selayaknya seorang suami.Jena harap Abi bisa berubah. Dia akan membuka pintu maafnya lebar-lebar dan memberi Abi kesempatan jika mau meninggalkan Dea dan memilih kembali bersama dirinya. Namun, Abi tidak kunjung mengambil keputusan padahal dia hanya memiliki waktu dua hari lagi.Bagaimana kalau Abi lebih memilih Dea dari pada dirinya? Apakah dia sanggup membesarkan buah hatinya seorang diri tanpa Abi?Jena menggigit bibir bag
"Mas minta maaf, Jena. Mas sungguh-sungguh minta maaf ...." Abi menangis tersedu-sedu sambil besimpuh di kaki Jena. Penyesalan dan rasa bersalah tergambar jelas di wajahnya. Abi merasa sangat menyesal sudah menyakiti Jena."Percuma saja kau minta maaf. Dasar, Berengsek!" Elrangga ingin melayangkan pukulannya kembali ke wajah Abi. Sepertinya dia belum puas memberi Abi pelajaran padahal kondisi kakak kandungnya itu sudah babak belur."Rangga hentikan! Tahan emosimu!" Dewangga dengan sigap menahan Elrangga agar tidak memukuli Abi lagi meskipun dia sendiri juga merasa sangat kecewa dengan putra pertamanya itu.Wajah Elrangga tampak mengeras, dadanya pun naik turun. Amarah dan kekecewaan terpancar jelas dari kedua sorot matanya ketika menatap Abi. Elrangga sangat marah sekaligus kecewa karena Abi tega menyakiti Jena berkali-kali."Jena, Mas mohon. Tolong maafin, Mas ...,"Jena hanya diam, tatapan kedua matanya pun terlihat kosong karena kenyataan ini membuatnya sangat terpukul. Padahal dia