Share

Perjanjian

Kevin terbangun pada jam 05.30 kepalanya masih pusing, ia merasakan bahwa ia akan  buang air kecil. Lia juga sama ia keluar dari kamarnya sembari mengucek matanya sendiri. “Kakak, aku duluan, aku sakit perut,” selanya.

“Aahh kau ini,” katanya yang berusaha untuk mengalah. Perlahan Kevin turun dari lantai dua, ia menuju kamar mandi bawah. Sementara Indy melihat anak laki-lakinya tersebut, ia masih melanjutkan untuk membuat sarapan.

Tepat pukul 07:00 Indy mulai memanggil Kevin dan Natalia untuk menyarap. Kevin yang sudah siap sedia turun ke meja makan. “Apa ini?” tanyanya.

“Makan saja,” balasnya.

Kevin berusaha menebak makanan apa yang hendak di sajikan Ibunya, melihat dari beberapa lapis Kevin menebak bahwa ibunya sedang berusaha membuat roti lapis. “Mudah-mudahan saja enak,” sindirnya.

Mendengar sindiran Kevin, ekor matanya melirik ke arah putra kesayangannya tersebut. Natalia turun dengan membawa beberapa tas. “Kakak,” rengeknya.

“Huh!” Kevin melihatnya, “Kau ingin camping atau apa?” sambungnya yang melihat bawaan Lia yang sangat banyak. Kevin menghampiri adiknya tersebut, ia berkacak pinggang. “Mana mungkin aku mengantarmu dengan motor dengan membawa lima barang,” candanya.

“Usahakan saja, karena aku mungkin akan sampai besok di kampus,” katanya memberitahu.

Kevin berpikir bagaimana untuk membawa barang-barang adiknya tersebut. “Kalian makan dulu. Lia, kau besok sidang?” recok Indy.

Lia yang mendengarnya seakan di selamatkan oleh ibunya sendiri. “Bukan begitu, aku baru di hubungi teman-temanku. Mereka meminta anak-anak yang berada di bimbingannya untuk bisa stay sampai besok karena dia akan pergi hari ini. Setelah hari ini bimbingan, pastinya masih ada revisi dan baru bisa besok tanda tangan skripsi,” paparnya.

Mendengar penjelasan anak perempuannya itu, ia terkejut bukan main. “Aneh-aneh sekali,” celoteh Indy.

“Sama sepertiku waktu itu,” ledek Kevin. “Semangat, Lia,” timpalnya sembari mengacak rambut adiknya itu. Lia menghabiskan roti lapis dalam satu suap, ia menenggak susu buatan Indy.

“Setidaknya aku harus bisa lulus,” jawab Lia.

Mata Indy mengarah kepada Kevin, ia menyilangkan kedua tangannya di dadanya. “Dan, kau,” keluhnya, “Kapan akan menikah?” ledek Ibunya.

Kevin berusaha untuk tidak mendengar perkataan Ibunya tersebut. “Ayo, Kak,” timpal Lia, beruntung Kevin di selamatkan oleh Lia. “Bu, aku pergi dulu,” katanya sembari melirik jam tangannya.

Kevin berjalan keluar dari rumahnya, ia menyalakan mesin motornya. Dia melihat beberapa barang yang bisa ia bawa terlebih dahulu. “Lia, dua ini urgent apa tidak?” cetusnya yang memberi ide.

Lia melihat dua barang tersebut. “Kakak mau mengantarkan ke kampus?” tebaknya.

“Ya, sekitar jam siangan,” katanya memberitahu.

“Boleh,” sahutnya dengan sumringah. Motor besarnya sudah di panaskan oleh Kevin, Kevin menyimpan barang Lia di dalam tempat yang aman. “Kenapa tidak sore saja?” tanya Lia yang mulai mengenakan helm.

“Aku ada janji,” jawabnya cepat.

“Dengan siapa?” tukasnya.

“Akan aku ceritakan ketika kau sudah lulus, beritahu aku besok jika kau hendak pulang,” gerutunya.

Lia menaikkan bibirnya karena tidak bisa mendengar pengakuan kakaknya tersebut dasar mentang-mentang lagi jatuh cinta batinnya. Lia naik ke atas motor kakaknya tersebut, ia memeluk kakaknya dan motor besar itu menderu di jalanan.

Selama di perjalanan mereka berdua hanya bisa diam membisu, perjalanan dari rumah ke kampus memakan waktu hampir empat puluh menit, sesampainya di kampus Lia. Lia turun dari motornya. “Untung aku menyelamatkan dirimu,” sergahnya.

“Setidaknya, kau mau makan siang apa nanti aku buatkan?” tanya Kevin.

“Hmm,” gumamnya, “Buatkan aku sate ayam,” sambungnya.

“Hah!” gerutu Kevin.

Lia bertingkah seperti anak kecil sementara ia tahu bahwa kakaknya sedang jatuh cinta. “Kalau kakak tidak mau, aku akan beritahu bahwa kakak sedang pacaran,” ancamnya dengan melotot tajam kepada Kevin.

Kevin terkejut dengan perkataan Lia. “Hei! Darimana kau tahu aku sedang pacaran?” tebaknya.

“Janji dulu buatkan aku sate ayam,” gertaknya.

Kevin salah tingkah dengan perkataan Lia, ia tahu bahwa jika Lia sudah mengancamnya pasti ia bisa memberitahu kepada kedua orang tuanya. “Iya, akan aku buatkan, tapi, jangan kasih tahu ayah dan ibu,” ancamnya balik.

“Janji dulu,” katanya yang sembari membuat perjanjian dengan kakaknya tersebut. Ia memberikan jari kelingkingnya kepada kakaknya tersebut.

Saking malunya Kevin menautkan jari kelingkingnya ke kelingking Lia. “Aku janji,” jawabnya.

Lia senang karena Kevin sudah mulai pacaran. “Siapa namanya?” interogasinya.

“Cepatlah masuk,” perintahnya.

“Jawab dulu,” kelitnya.

Kevin bingung mau mengatakan apa tapi karena dia sudah ketahuan oleh adiknya itu ia mau tidak mau harus memberitahunya. “Kau ingat Sandra?” tanya Kevin.

Lia tercengang ketika kakaknya berhasil menemukan Sandra. “Sandra! Kak Sandra yang pernah satu les dengan kita?” pekiknya senang.

“Ya,” jawabnya enteng.

“Kapan jadian?” cecarnya.

Kevin semakin malu untuk mengatakannya. “Aku belum jadian, sedang memperbaiki hubungan dan sempat ada masalah makanya aku akan bertemu dengan pamannya hari ini. Dia sedang ada masalah, makanya kemarin aku bertanya kepada temannya siapa tahu dia mau membantuku,” paparnya yang menjelaskan, “Sudah jangan banyak tanya,” sahutnya yang kesal.

Kevin memainkan helm. “Sudah kau masuk nanti terlambat,” imbuhnya.

Lia menganggukan kepalanya. “Kakak juga hati-hati di jalan,” katanya yang sembari membawa barang-barangnya, Kevin mengacak rambut adiknya tersebut sementara Lia tersenyum.

Kevin memakai helmnya, ia menstarter motornya dan berjalan kembali menuju restaurant milik ayahnya tersebut. Dia membuka restaurant tersebut lebih awal, ia juga tidak menghiraukan para karyawan yang belum datang tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status